“Iya, kalau kamu mau tambah waktu bisa Papa atur sama Pak Imron.”Hatinya melega. Papanya ternyata menyetujui permintaannya. Meskipun begitu, Helene harus tetap menunggu keputusan dari Leo. Menunggu keputusan yang sangat tidak bisa Helene duga akan seperti apa jawabannya. Apakah Leo akan menerima atau sebaliknya.
“Helene udah terlanjur cocok sama Leo yang jadi tutor Helene, jadi Helene minta tolong ya, Pa.” Katanya sambil memohon.
Di ruangan ini seluruh anggota keluarganya berkumpul. Helene tidak segan-segan membahas hal ini di depan Tania dan Mamanya. Karena seharusnya Helene hanya mengatakan ini kepada Papanya.
Helene duduk di atas karpet bulu-bulu berwarna abu-abu yang senada dengan sofa yang di duduki ketiga anggota keluarga lainnya. Tania duduk sendiri di seberangnya, tepatnya di atas sofa tanpa sandaran. Sedangkan Papa dan Mamanya duduk di sofa tempatnya menyandarkan tubuh.
“Ini cocoknya kok terkesan maksa ya?” Ejek Tania padanya.
Satu-satunya manusia yang selalu kontra dengan apa yang dikatakannya adalah kakaknya sendiri, Titania Alodya. Kakak yang tidak pernah dianggap kakak oleh Helene itu selalu saja mencari salah darinya. Mungkin cewek itu merasa kalau posisinya terancam sejak kehadirannya, pikir Helene.
“Situ ngiri?”
“Nganan.”
Rosa bergeleng kepala melihat tingkah kedua putrinya. Wanita itu lalu meraih dagu Helene, mengusapnya dengan penuh sayang. “Kamu beneran cocok sama Leo?”
“Atau jangan-jangan lo suka beneran sama Leo?” tanya Tania antusias. Entah kenapa Tania menjadi lebih bersemangat ikut membahas urusannya.
Pertanyaan Tania jelas saja membuat kedua orang tuanya akan mempertanyakan hal yang terbesit di otaknya. Helene mencari pembelaan kepada Marchel. Cewek ini menggoyang-goyangkan lengan Papanya sambil merengek. “Papa,... Tania tuh!”
“Kamu suka sama Leo?”
“Enggak gitu, Helene beneran.”
“Papa juga nggak lagi bercanda tadi nanyanya.”
Helene melirik Tania yang sekarang menampakkan senyum smirk-nya. “Ya, soalnya nilai Helene jadi bagus kok setelah tutornya Leo.” Ucapnya sebagai alasan.
“Iya, iya, nanti Papa bicarakan sama Pak Imron.”
Helene bangkit untuk kemudian memeluk Papanya. Sangat berterima kasih karena sudah bersedia mengikuti keinginannya. “Makasih, Pa.”
***
“Lo kenapa, sih, nyusahin gue? Biasanya juga pulang nggak pake dijemput, kemana doi lo?”
Tania mengernyit bingung. Tidak biasanya Helene akan mengabaikannya. Adiknya yang satu ini tidak pernah absen untuk menjawab sindiran dan ejekannya. Tania menoleh sebentar. Lampu yang berubah hijau mengharuskannya untuk kembali melihat ke jalanan yang mulai ramai. Dari pandangan yang tidak lepas dari jalanan, Tania dapat melihat raut wajah Helene yang tampak tidak seceria biasanya.
Menandakan ada sesuatu yang berbeda, Tania mulai paham kalau Helene ada masalah yang serius. “Lo ada masalah, kan?”
“Biasanya cerewet kayak mercon sekarang diem doang udah kayak orang kesambet.”
Helene diam saja. Setelah menjatuhkan ponselnya ke pangkuannya, rasanya dirinya ingin segera sampai di rumah. Hari ini adalah hari ketiga ujian akhir semester. Dan Helene masih melihat sikap acuh yang Leo tujukan padanya.
Cowok itu enggan bertatap muka dengannya. Walaupun hanya beberapa detik pandangan mereka bertemu Leo selalu memutuskan itu terlebih dulu.
“Gue udah bilang berapa kali?! Jangan ikut campur semua urusan gue!”
“Gue benci.”
Kalimat pedas terakhir yang Leo ucapkan masih terdengar jelas mengisi seluruh ruang dengarnya. Bahkan tubuhnya seperti masih tertinggal di tempat yang sama di mana kalimat itu terlontar.
Helene melotot tajam ketika Tania malah melajukan mobilnya melebihi kecepatan normal. Dia masih sadar dengan perlakuan Tania yang mendadak itu. Helene menegakkan tubuhnya yang semula bersandar. Kemudian memukul bahu Kakaknya yang seolah baru saja menantang maut.
“Lo gila?!”
“TANIA!!!”
Lima belas detik setelah Helene mengumpat, Tania akhirnya memelankan kembali mobilnya. Terdengar samar-samar Tania menarik napas panjang. “Lo gila apa?! Mikir nggak sih?!”
Helene kembali menyandarkan punggungnya. Memijat pelipisnya yang semakin terasa penat. Sebenarnya apa masalah orang ini padanya? Baru saja Tania menaikkan kecepatan mobilnya yang juga berhasil menaikkan kecepatan detak jantungnya.
***
Leo selalu benci ketika otaknya tiba-tiba teringat akan kejadian tujuh tahun silam. Di mana ada seorang wanita yang duduk berdua bersama seorang laki-laki yang tidak dikenal. Tidak salah lagi jika Leo mengenalnya. Sebuah senyum yang merekah menampakkan raut bahagia yang terlihat jelas dari wajahnya. Wanita yang kini berusia 33 tahun itu adalah Mamanya.
Yang terlihat jelas dari sepasang matanya sekarang bukanlah yang layak dia lihat. Pemandangan kotor yang akan melekat pada ingatannya sampai kapanpun. Wanita itu bersama seorang lelaki berjas rapi yang bukan merupakan Papanya. Leo ingin sekali marah, tapi apa yang bisa diperbuat oleh anak berusia sepuluh tahun ini?
Peristiwa itu seakan menjadi bayang-bayang dalam pikirannya. Leo merasa kalau status hidupnya antara hidup dan tidak. Memiliki seorang ibu namun seolah tidak memiliki siapa-siapa. Papanya juga selalu sibuk mengurusi pekerjaan hingga melupakan kalau istri dan anaknya juga membutuhkan sosoknya. Sedangkan Mamanya terlalu sibuk mengurusi dunianya sendiri. Melupakan semua tugas dan menjadi seorang istri dan ibu.
“Iya, Mas, besok aku bakal temenin kamu makan siang.”
“Soal tadi, makasih banyak ya.”
Leo mendengar semuanya. Bahkan ketika Mamanya tidak mengetahui sama sekali kalau dirinya sudah tahu perbuatan kejinya. Melihat itu, rasanya sangat menjijikkan. Leo benci itu, sangat benci.
Dan ketika seluruh dunia yang selayaknya dia dapat harus runtuh hanya karena kesalahan Mamanya, Leo harus menerima semua itu. Perpisahan kedua orang tuanya di usianya yang masih sepuluh tahun.
Leo mengembuskan napasnya berat. Bayangan Helene menyelinap masuk di setiap kali matanya mengedip. “Nggak seharusnya lo ikut bantu orang yang gue benci, Len.”
***
Oke, kali ini tidak banyak cingcong😁🤭 langsung aja selamat membaca📖
20 April 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Re-frain ✓
Teen FictionTidak ada pendeskripsian panjang. Yang perlu kalian tahu adalah 'bagaimana cara yang baik untuk mengalahkan ego bagi sebagian orang'. re-frain ©2020 - Ylenia DeLorean End: 25 Juli 2021