Re-frain 12 | Lost in Cafe

14 3 2
                                    

Leo beranjak dari duduknya. Suara bel itu memanggil-manggilnya untuk segera membuka pintu. “Ngapain lo kesini?”

Riski dan Candra langsung masuk tanpa Leo persilakan. Juga langsung duduk ke sofa tanpa disuruh. Leo membiarkan itu, toh mereka temannya bukan orang asing lagi. “Lo nggak bosen di apart aja?”

Setelah keduanya masuk, Leo kembali menutup pintunya. “Gue baru pulang.”

“Parah, nggak ngajak-ngajak.” Sahut Candra yang sudah bermain dengan remote dari televisi yang menyala di depannya.

“Keluar lagi, yuk! Ini kan masih sore.”

Leo menyetujui ajakan Riski kemudian. Waktu yang dimaksudnya masih sore itu adalah pukul 19.37. Bukan masalah jika Leo harus keluar lagi bersama dengan mereka.

Kali ini Candra yang menentukan tempat yang mereka datangi. Tempat yang juga sebelumnya pernah sekali Leo datangi bersama mereka juga.

“Can!”

Tapi, nampaknya ini bukan tempat yang tepat untuk malam ini. Setelah suara cewek yang memanggil Candra dari salah satu meja yang terisi itu terdengar. Leo ingin sekali pergi dari tempat itu, namun Candra malah merangkul bahunya. Membawanya bergabung ke meja tersebut.

“Lo sengaja, ya, Can?” tanya Riski setelah duduk di meja tersebut. Meja yang berada di samping jendela dengan kedua cewek yang duduk berhadapan.

“Niatnya enggak, tau-tau pas di apartnya Leo,” jawabnya lalu menyengir.

“Len, lo kenapa?” tanya Vega.

“Iya, tumben diem aja.”

Helene tidak menanggapi sedikit pun. Masih diam dengan tangannya yang bergerak mengaduk minuman dengan sedotannya. Melihat itu, Candra langsung memandang Leo dan Helene bergantian.

Leo juga masih diam semenjak kedatangan mereka di tempat ini. Tidak menunjukkan ekspresi apapun. “Lo berdua ada masalah rumah tangga?” tanya Candra.

“Gak!”

Helene langsung menatap Leo yang seolah mengikuti jawabannya. Menatapnya dengan tatapan kebencian. “Kalau ada masalah dibicarain baik-baik, bukan malah diem-dieman.”

Helene mengernyit berganti memandang Candra. “Masalah apa sih? Gue nggak ada masalah.”

“Liat temen lo mood gue langsung anjlok,” gumam Helene melanjutkan kalimatnya.

“Tadi pagi masih tatap-tatapan sekarang diem-dieman. Jangan-jangan lo berdua udah suka-sukaan.”

“Lo ngomong apa sih? Dari tadi nggak ada kejelasan.”

“Situ curhat ya, Mbak?”

Sepertinya malam ini Helene sedang malas menghabiskan tenaga untuk berdebat dengan Leo. Bahkan cewek itu memilih untuk meninggalkan meja mereka setelahnya. Helene langsung mengambil tasnya dan berdiri dari meja itu.

“Mau kemana, Len?”

“Pulang.”

***

Helene sudah mengobrak-abrik tempat tidurnya lima kali, namun benda kesayangannya yang dicari itu belum juga terlihat. Beralih ke sofa dan meja belajarnya. Helene mengacak keseluruhan benda yang ada disana untuk bisa menemukan yang dicarinya.

“HP gue kemana?”

“Kemana sih?” Dia juga naik turun tangga untuk ke tempat yang tadi pernah didatanginya dalam sehari ini. Helene mencoba mengingat-ingat, tapi ia pelupa untuk masalah benda sepenting ini.

“Tan, lo liat HP gue nggak?”

Helene masuk ke kamar Tania. Mencoba menanyakan ke kakaknya. Namun rupanya itu tidak membantunya. “Mana tau gue.”

Helene langsung berlari turun menghampiri Mamanya di ruang tengah. “Ma, liat HP Helene nggak?”

“Enggak. Emangnya kamu taruh di mana?”

“Lupa.”

“Papa liat nggak?” Marchel mendongakkan kepalanya dari layar laptopnya. Menatap putrinya yang terlihat gelisah. “Enggaklah, Len.”

“Aduh, di mana, sih?”

“Coba telfon aja, siapa tahu nanti ketemu!”

Setelah mendapat sebuah saran dari Mamanya Helene langsung berlari ke kamar Tania. Memang kalau sudah berada di titik yang paling membuatnya bingung, otaknya tidak bisa berpikir dengan normal.

“Tan, pinjem HP lo.” Cewek dengan piyama biru muda itu duduk di samping Tania yang bertengkurap dengan menghadap layar laptop yang menyala.

“Gue sibuk.”

Helene tahu, Tania tidak sedang sibuk sekarang, buktinya layar latop yang menyala itu menampakkan drama korea. Cewek itu langsung merampas ponsel Tania. “Bentar doang.”

“Lo namain apa gue?”

Helen

Baru sampai di huruf ‘n’ yang dia ketik, Helene menarik sebelah bibirnya ke samping. Namanya kurang lengkap, tidak sesuai akta dan fakta yang ada. Helene sangat tidak suka kalau namanya yang indah itu dituliskan tanpa ada ‘e’ setelah huruf ‘n’.

Helene mengganti nama kontaknya menjadi ‘Helene cantik’. Itu lebih memiliki kesan estetik daripada namanya yang kurang satu huruf itu. Kemudian dia langsung men-dial nomor tersebut.

“Halo!”

“Apa?” Helene berdengus sebal setelah mendengar suara dari seberang telepon. Suara yang sangat dia kenali.

“Kok HP gue bisa ada di lo?!”

Cowok itu bedecak, “Siapa yang tadi ninggalin HP-nya di kafe?”

Oke, ini salah Helene sepenuhnya. Yang telah teledor dengan meninggalkan ponselnya sendiri di meja kafe. “Iya, gue, tapi kok lo bawa?”

“Masih mending gue bawa, nggak gue buang.”

“Udahlah, pokoknya besok harus lo bawa. Jangan macem-macem sama HP gue!”

Helene langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Melempar ponsel Tania ke atas kasur. “Siapa yang bawa?”

“Leo.”

Leo, namanya yang asing di telinga Tania membuatnya langsung menyimpulkan sesuatu terhadap Helene. “Cowok lo yang baru?”

“Enak aja, bukan!”

Helene memutar tubuhnya lekas turun dari tempat tidur itu. Tanya dari Tania sempat membuat langkahnya terjeda. “Kok bisa dibawa?”

“Ketinggalan di kafe.”

“Katanya setia, malah mainnya sama cowok lain,” gumam Tania menatap punggung Helene yang berjalan keluar dari kamarnya. Menutup pintu dengan lumayan lembut.

***

Selamat siang teman 🌞
Aku mau mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1441 H

31 Juli 2020

Re-frain ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang