"Lo itu nggak bisa ya, nggak ngomong ceplas-ceplos di depan Papa?"
Helene dan Tania sudah berada di dalam mobil sejak keberangkatan mereka. Hanya perlu waktu sepuluh menit untuk mereka bisa sampai di sekolah Helene. Sebenarnya setiap pagi, Helene tidak pernah berangkat bersama Tania untuk ke sekolah. Berhubung juga jam kampus Tania itu tidak tentu, ya jadi hal yang paling wajar adalah Helene diantar Papanya untuk ke sekolah.
"Tergantung." Sahutnya enteng.
"Nyebelin banget, sih lo! Mentang-mentang anak akselerasi."
Tania itu hanya berselisih setahun dengannya, namun dengan usia yang seharusnya masih kelas dua belas, sekarang dia sudah masuk semester dua dunia perkuliahan. Tidak heran memang, keluarga dari Papanya memiliki otak yang cerdas, dan itu menjadi warisan tersendiri bagi mereka, anak-anaknya.
"Udah sono, sekolah yang bener!"
"Eh," Tania menarik tas Helene hingga cewek itu kembali duduk ke kursinya seraya memekik keras. Mengulurkan tangan kanannya ke depan wajah adiknya.
Helene memutar mata, menyalami itu dengan setengah hati. "Alay!" Cibirnya sambil menutup keras pintu mobil.
Baru sampai di depan gerbang, Helene harus dikejutkan dengan sebuah motor yang hampir saja menabraknya. Tidak kah orang ini sadar kalau harusnya dia mengurangi kecepatan ketika memasuki area sekolah?
"Woy!"
"Lo jalan pake apa sih?!" Sergahnya setelah membuka kaca helm.
Helene mengepalkan kedua tangannya. Emosinya tiba-tiba naik sampai ke ubun-ubun. Dia memukul bagian depan motor besar berwarna merah yang hampir saja menabraknya itu.
"Heh, lo yang gak ati-ati! Udah tau di sekolah bawa motor seenaknya sendiri!"
"Helene!" Seseorang dengan cepat menarik Helene untuk pergi dari tempat itu.
"Lo kenapa sih? Masih pagi udah nyari ribut aja." Tanyanya.
Keduanya melanjutkan langkah untuk ke kelas mereka. Masih dengan Helene yang berusaha meredam emosi yang sempat meluap. Cewek itu kini membenarkan tasnya kembali ke bahu dengan kasar.
Vega, cewek yang dengan sengaja menarik seorang Helene yang sedang berdebat dengan musuh terbesarnya. Adalah teman sekelasnya yang juga merupakan sahabatnya. Dan tentunya sudah mengetahui sifat pemarah Helene sejak kecil.
"Dia yang hampir nabrak gue, dia yang salah dong."
Vega mendengus, "Iya deh, iya. Lo emang bener." Ucap Vega mengalah.
***
"Ini kenapa masih di luar kelas? Ayo masuk!" Ucap Bu Anna sambil berjalan masuk ke kelas mereka.
Bu Anna merupakan guru Bahasa Indonesia yang menjabat sebagai wali kelas mereka tahun ini, yang akan sering berurusan dengan siswa-siswi kelas XI IPA 1 pada tahun ini tentunya.
"Selamat pagi, anak-anak!"
Beberapa siswa yang baru masuk itu sudah duduk di bangkunya masing-masing. Termasuk cowok yang satu ini, yang merupakan seatmate dari Helene Ariella.
"Pagi, Bu!"
Helene hanya meliriknya sekejap lalu membuang muka. "Apa?" tanya cowok itu begitu ketus.
Helene melirik lagi, "Lo yang apa!"
Leo Alvarendra, cowok yang duduk di sampingnya sejak Bu Anna memasuki kelas mereka itu adalah orang yang tadi pagi hampir saja menabraknya. Cowok yang selalu tidak mau mengalah dengannya. Juga, cowok yang menjadi seatmate paling menyebalkan untuk dua tahun ke depan.
"Helene! Leo!"
Sama-sama dikejutkan dengan panggilan Bu Anna, keduanya langsung menoleh ke depan. Helene mengira jika Bu Anna akan memarahi mereka karena sudah mengobrol saat guru di depan sedang berbicara.
"Maju!"
Helene menunjuk dirinya sendiri, "Iya, kamu, sama Leo."
Mereka berdua pun beranjak lalu berjalan ke depan. Helene berusaha menutupi ketakutannya jika Bu Anna tiba-tiba memarahi mereka.
"Kalian ya?"
Tanya Bu Anna sontak membuat Helene yang menunduk langsung mendongak. Mengernyitkan dahinya kemudian. Berbeda halnya dengan Leo yang masih terlihat santai, berdiri tidak jauh darinya. "Kenapa ya, Bu?"
"Kalian ya, yang jadi perwakilan kelas kita untuk lomba peragaan busana adat nusantara?"
"Loh, Bu!" Sama kagetnya, Leo dan Helene kini sama-sama menolak.
"Saya nggak mau."
"Loh, semuanya setuju kan?" tanya Bu Anna kepada seluruh siswanya. Dan jawaban yang mereka berikan seolah tidak bisa menolongnya.
"Setuju, Bu!"
"Sekretaris tolong dicatat siapa saja yang jadi perwakilan kelas kita!" Titah Bu Anna.
"Untuk lomba yang lainnya yang bersedia siapa saja bilang ke sekretaris!"
Helene tersenyum penuh harap kepada Bu Anna. "Kita nggak jadi kan, Bu?"
"Ya, jadi dong. Selamat berpartisipasi ya." Bu Anna membalas senyumnya. Tapi bukan itu yang dia harapkan, melainkan jawaban 'tidak' untuknya.
"Dilanjut ya, nanti hasilnya direkapitulasi, kasih ke saya!"
"Baik, Bu."
Bu Anna kemudian meninggalkan kelas mereka. Namun, seluruh siswa masih melanjutkan acara diskusi mengenai acara perlombaan yang sebentar lagi akan terselenggara.
"Kenapa sih, harus sama lo?!" Helene menunjuk cowok itu tepat di depan wajahnya.
Leo membalasnya dengan tatapan tanpa ekspresi, lalu menurunkan telunjuk cewek itu perlahan. "Lo kira gue mau sama lo? Enggak."
"Makin serasi aja pasangan kita." Sahut Vega meledek Helene yang berjalan kembali ke kursinya. Vega tersenyum kala cewek itu malah membalasnya dengan gerutuan. "Serasi, pala lu!"
***
Hey!
Lagi-lagi berjumpa☺️
Gimana harinya?
Semoga tetap baikPart 2 untuk kalian yang tetap stay
Selamat membaca💛24 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Re-frain ✓
Teen FictionTidak ada pendeskripsian panjang. Yang perlu kalian tahu adalah 'bagaimana cara yang baik untuk mengalahkan ego bagi sebagian orang'. re-frain ©2020 - Ylenia DeLorean End: 25 Juli 2021