Re-frain 42 | Lie

20 2 0
                                    


Dengan langkah yang tergopoh-gopoh, seorang wanita dan kedua orang lainnya datang menghampiri mereka. Tidak bisa disangkal lagi bagaimana raut kekhawatiran dari seorang ibu yang baru saja mendapat kabar kalau anaknya masuk rumah sakit.

Rosa bertanya seakan meminta penjelasan lebih atas apa yang sudah terjadi. “Di mana anak saya?”

“Ibu yang tenang, Helene sedang dalam penanganan dokter.” Jawab Pak Handoko lebih tenang. Mengusahakan dirinya agar tidak semakin membuat orang lain merasa gelisah.

“Kenapa bisa seperti ini?”

Disisi yang sama, Marchel, yang tadi mendapat kabar dari istrinya sesegera mungkin menuju ke rumah sakit. Dan tepat saat Rosa dan Tania baru keluar dari mobil, mobil Papanya menyusul tiba di tempat parkir.

“Maaf, Pak. Ini karena kelalaian kami. Sekali lagi kami minta maaf.”

Marchel menggertak kuat. Bahkan otot-otot pada lehernya ikut mengeras. Tania baru bisa melihat emosi Papanya setelah sekian lama. “Kalau sampai ada apa-apa dengan anak saya, saya akan tuntut kalian.”

Tania melihat seluruh tindakan Papanya hingga kemudian mencoba menenangkan suasana yang sempat menegang ini. “Pa, udah, jangan memperkeruh suasana. Ini semua kecelakaan, nggak ada yang mau juga kalau sampai gini.”

***

“Dasar ya lo, nekat!”

“Gila aja, nerobos api,” lagi-lagi Candra berdecak. Mengabaikan jika tidak hanya mereka bertiga yang berada di ruangan ini, melainkan ada seorang suster yang baru saja membalut luka Leo. “Makasih, Sus.” Ucap Leo dibarengi Candra. Suster itu mengangguk sambil tersenyum kemudian melenggang pergi.

“Lo ngomong sekali lagi, gue gampar mulut lo pake sepatu.” Ancam Leo.

“Terus gimana lo tahu kalo Helene ada di sana?”

“Lo nggak perlu tau, Can. Itu urusan cinta.” Sahut Riski dari belakang punggung Candra. Cowok itu sudah duduk di sofa dengan kedua tangannya yang mengunci ponselnya. Di ruang rumah sakit ini Leo menetap untuk sementara waktu.

Menurutnya tidak ada yang perlu dipermasalahkan atas kecelakaan yang terjadi di sekolah. Lukanya tak terlalu parah. Namun, Pak Handoko, yang merupakan pemimpin tertinggi di sekolahnya itu mengutus beberapa guru untuk ikut ke rumah sakit dikarenakan muridnya yang menjadi korban.

“Oh, jadi selama ini lo masih ada perasaan sama tuh anak?”

Leo meliriknya dengan tatapan menghunus. “Canda kali, gitu aja udah kayak mau makan orang.”

Leo menarik napas panjang sebelum akhirnya kembali bersuara. “Semua baik-baik aja?”

Sontak tanya yang Leo katakan itu membuat Candra dan Riski sama-sama terkejut. “Alah, kampret lu!”

“Ngomong aja kalo mau nanyain Helene?”

“Ngomong ya ngomong, Le, pake basa-basi segala lagi.” Timpal Riski.

“Gimana?”

Candra tersenyum menyeringai. Pada akhirnya Leo berhasil terpancing. “Dia ada di IGD. Kenapa? Lo mau kesana?”

“Gue mau pulang.”

“Terus lo nanyain itu maksudnya buat apa?”

Goblog! Heh, lo masih nggak ngerti? Dasar Candra tai!” Teriak Riski yang nampaknya semakin seru beradu dengan game-nya. Dan dengan gerakan cepat Candra melemparkan sepatu ke arah Riski. Hampir saja ponsel yang ada di tangan melesat ke lantai. Untungnya cowok itu dengan sigap menangkap. Mengumpat kepada Candra yang hampir saja mencelakai nyawanya.

***

Leo tidak tahu pasti apa yang membuatnya berlari masuk. Sudah jelas-jelas dia aman dengan berada di luar gedung yang hampir habis dilalap api. Kakinya bergerak cepat mendorong pintu-pintu untuk terbuka lebar. Api yang berkobar layaknya semangat yang menggebu, tidak memihaknya sama sekali. Apa yang Leo rasakan sekarang? Marah.

Namun, Leo tidak tahu harus dengan cara bagaimana dia meluapkan seluruh amarahnya untuk seseorang yang akan selalu merepotkannya. Bahkan Leo tidak tahu jelas alasan untuk kemarahannya saat ini.

Baru ketika mendapati Helene yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai. Setelah menyuruh Karin untuk segera turun, Leo langsung menghampiri Helene. “Len!”

“Len, sadar!”

Tidak ada respon sama sekali dari tubuh lemas ini. Wajahnya semakin pucat dan jika dibiarkan seperti ini akan berakibat fatal. Leo segera membawa Helene sebelum terjadi hal yang tidak pernah diinginkan oleh dirinya maupun orang lain. Bahkan luka di lengan kanannya ini adalah sebuah kenyataan bahwa tindakannya bukan untuk dipermainkan.

Pada kenyataannya dia ingin menyudahi segala masalahnya dengan menghindar. Semakin ke sini justru perasaan itu terasa menyakitkan. Leo tidak bisa membiarkan begitu saja cewek yang sengaja mempertaruhkan nyawanya untuk orang lain.

Melihat kondisi Helene yang sudah tidak sadarkan diri ternyata mampu membuang egonya jauh-jauh.

Dan, sekarang Leo seakan dihantui sebuah rasa yang sudah dengan lancang ikut terlibat di dalam hidupnya. Ia tidak bisa mendeskripsikan secara spesifik apa yang tengah menghunjami perasaannya. Di setiap pagi melihat Helene masih dalam keadaan baik-baik saja adalah hal yang melegakan bagi Leo. Cukup itu, tidak lebih.

Ketidaksinkronnya antara hati dan otaknya adalah sebuah alasan yang mungkin bisa diterimanya untuk datang menyelamatkan Helene. Otaknya ingin menolak namun hatinya berkata iya. Dan Leo tidak bisa berdiam diri melihat sebuah penyesalan yang mulai tampak di pelupuk matanya.

***

Halo!
Untuk teman-teman semuanya, selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Mohon maaf lahir dan batin kalau selama ini banyak kesalahan yang aku perbuat selama update baik dalam perkataan yang kurang pantas mungkin pernah menyinggung hati dan perasaan.

Selain itu juga mau mengucapkan selamat memperingati Hari Kenaikan Isa Al-Masih untuk semua umat Kristiani. Semoga tuhan memberkati kita dengan kedamaian dan cinta.

13 Mei 2021

Re-frain ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang