Re-frain 7 | Maaf!

23 4 0
                                    

"Kok bisa sampe gini, sih?"

Leo sudah berada di apartemennya, dia juga sudah langsung ke dokter sepulang sekolah tadi. Ada orang yang sengaja mengerjainya, menaruh serbuk cabe ke makanan yang akan dia makan. Dan karena itu Leo harus merasakan rasa tidak nyaman sebab alerginya kembali kambuh.

"Nggak tahu." Jawabnya pada cewek yang kelihatan khawatir dengan keadaan sekarang.

Aurora, merupakan sahabatnya sejak kecil. Orang yang paling tahu semua darinya. Yang sering mengurusnya ketika keadaan semacam ini. "Besok lo nggak usah masuk kalo belum membaik, biar gue izin ke guru lo."

"Thanks."

Aurora beranjak. Meletakkan obat Leo di atas nakas. Hari semakin gelap sudah seharusnya dia pulang. Sejak tadi siang dia sudah berada di apartemen Leo karena telfon dari cowok itu.

"Gue mau pulang. Lo istirahat aja! Besok siang gue kesini lagi." Pamitnya.

"Lo mau pulang sendiri?"

Aurora mengangguk. "Ya iya, ini masih jam tujuh, masih aman lah."

"Hati-hati. Awas di jalan ada yang ngajak ngomong." Ucap Leo sengaja menakut-nakuti Aurora. Namun, cewek itu sepertinya tidak menganggap penting ucapannya.

"Iyalah ada, gue mau naik taksi."

"Gue pamit." Lanjutnya.

***

Helene menatapnya intens sejak kedatangannya bersama Riski, seakan hendak menanyai namun enggan diucapkan. "Lo pasti mau nanya, kemana Leo?"

Helene segera membuang muka. "Enggak."

"Leo nggak masuk hari ini." Sahutnya sambil meletakkan tasnya ke atas meja.

Cewek yang sedang berbicara padanya itu kaget. "Hah?!"

"Kenapa?"

"Pake nanya lagi, ya itu karena kemarin." Timpal Riski.

Mereka berdua-Riski dan Candra-itu sohibnya Leo, Helene juga kadang merasa bingung mengapa kedua orang itu betah jadi sahabatnya manusia mulut cabe itu. Kemana-mana sering terlihat bersama. Sampai-sampai mereka bertiga itu juga satu klub ekstra, sudah seperti raja dan pengawalnya.

Hah, sampe segitunya ya. Parah banget, sih. Masa mulut cabe nggak doyan cabe? Lucu.

"Untungnya nggak sampe masuk rumah sakit." Helene mendongak. Hatinya tersenyum puas. Setidaknya hari ini dia bebas dari yang namanya cowok mulut cabe itu.

"Hidup damai hari ini Helene," gumamnya.

***

Setelah bel pulang sekolah ini Helene segera menyusul Candra yang terlihat terburu-buru hendak ke suatu tempat. Cewek itu memanggilnya berkali-kali hingga kedua cowok itu menoleh.

"Lo mau kemana?" tanyanya.

"Mau jenguk Leo. Kenapa? Mau ikut?"

"Pasti, kangen kan lo? Nggak liat wajahnya sehari aja." Timpal Riski yang langsung dibalas pukulan keras pada lengannya.

"Enggak. Siapa bilang kangen?!" Elak Helene.

"Ya udah, ikut aja!"

Rupanya, ajakan Candra disetujui oleh Helene. Cewek itu akhirnya ikut bersama mereka dengan dibonceng oleh Candra. Helene tidak banyak bicara saat ini, hanya menurut saja sampai kedua motor itu diberhentikan oleh si pengendara.

"Loh, kenapa kita kesini?" tanyanya heran, namun tetap mengikuti langkah kedua cowok yang berjalan di depannya.

"Lo nggak tau apa pura-pura nggak tau?"

Mereka berhenti sebentar di depan lift yang tertutup. Helene masih belum bisa mengetahui maksud kedatangan mereka kesini untuk apa. Katanya tadi ingin menjenguk Leo, tapi kenapa malah berakhir kesini?

"Sama sekali nggak tau." Ucapnya sambil berjalan masuk ke lift mengikuti Riski dan Candra.

"Emang gue pernah bicara sama tuh cowok kecuali debat? Ya, mana gue tahu kalo tinggalnya di apart." Gumamnya setelah kedua cowok itu lebih memilih diam tanpa menjawab tanyanya.

***

"Jadi, lo yang sengaja ngasih cabe bubuk ke makanan Leo?!"

Boom!

Helene seakan telah memasukkan dirinya ke kandang macan. Pada akhirnya juga dia mengaku kalau ini adalah ulahnya. Helene tahu, kalau Leo saat ini sangat marah kepadanya, tapi dia juga tidak tahu kalau harus berakhir mengenaskan seperti ini.

Jika Helene lihat alergi pada tubuh Leo sudah tidak terlalu terlihat jelas. Seharusnya dia juga tidak marah dengan cewek yang berdiri di depannya itu. Lebih-lebih, Helene itu cewek, mestinya Leo tidak akan memukulnya langsung.

"G-gue nggak tau kalo lo alergi cabe!"

Riski berdecak. "Parah lo!"

"Gue kan udah bilang, gue nggak tau!"

Hening. Tidak ada suara di antara mereka. Seakan sama-sama mengatur emosi agar tidak meledak. "Kalian pulang aja, gue nggak usah dijenguk. Besok gue sekolah." Celetuk Leo.

"Lo mau kemana?" Helene membalikkan tubuhnya. Ralat, bukan hanya Helene tapi Riski dan Candra juga.

"Lo kan nyuruh kita pulang." Sahut cewek itu merasa bingung dengan maksud perintah Leo yang baru saja menyuruh mereka untuk pulang.

"Helene disini!" Titah Leo.

Mata cewek itu membulat sempurna. Kedua sahabatnya juga melongo mendengar itu. "Lo nggak mau ngapa-ngapain kan sama nih bocah?" tanya Candra penuh selidik.

"Ya enggaklah. Mana gue mau?"

Helene diam sesaat setelah Candra dan Riski pulang. Dia mendekat lagi ke arah Leo yang sedang duduk bersandar pada tempat tidur. Cewek itu memberanikan diri untuk duduk di tepi. Terdengar samar helaan napas sebelumnya.

"Gue minta maaf." Ucapnya lirih. Bahkan Leo hanya mendengar kata terakhir yang diucapkan Helene.

"Apa? Nggak denger."

Helene mendengus. "Gue minta maaf!"

***


Selamat malam🌃
Sedang ngapain ini?
Besok senin lagi, dan aku sudah siap...
Emm, nggak ada yg nanya juga sih ya☺️

Happy reading 💙💙

12 Juli 2020

Re-frain ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang