Pintu yang bergerak terbuka itu memperlihatkan seorang pria yang berdiri di luar. Menyambutnya dengan sebuah tatapan penuh pengharapan. Leo membalas tatapan itu sedikit tidak suka. Kemudian berjalan masuk ke dalam tanpa menutup kembali pintunya atau pun mempersilakan pria itu untuk masuk.
“Leo!”
Pria tersebut mengikuti langkahnya hingga ke dapur. “Saya minta waktunya sebentar.”
Leo masih melanjutkan kegiatannya, tidak menggubris apa yang dikatakan oleh pria itu. Bahkan ketika dia meraih pergelangannya, Leo menepisnya dengan kasar. Katakanlah Leo tidak sopan melakukan hal itu kepada orang yang lebih tua darinya. Itu caranya menolak pria yang sudah merusak kebahagiannya.
“Papa minta kamu bersedia tinggal bersama kami, Mama kamu sedang sakit sekarang.”
Leo menghentikan pergerakannya. Berdiam di tempatnya berdiri untuk beberapa waktu. “Anda menyebut diri Anda Papa?” tanyanya setelah membalikkan tubuh.
Leo mendekat beberapa langkah. Meski ditatap bengis olehnya pria itu tidak gentar untuk terus membujuknya. “Anda itu tidak lebih dari seorang penjahat yang tega membawa Mama saya untuk melupakan keluarganya.”
Bagi Leo sudah cukup untuk bermain api hari ini. Leo tidak ingin amarahnya melonjak hingga melewati batas kendalinya. Ditariknya napas dalam-dalam untuk sedikit menekan emosinya.
“Saya ingin istirahat.”
“Leo—“
“Silakan!”
Lima menit setelah kepergian seorang pria tadi, bel apartemennya kembali berbunyi. Baru saja dia duduk, seseorang itu rupanya belum puas untuk membuat emosinya mereda. Dengan langkah besarnya, Leo membuka kembali pintunya.
“Apa lagi?!”
***
Helene baru saja keluar dari lift yang membawanya ke lantai di mana apartemen Leo berada. Kakinya baru beberapa langkah berjalan dan pintu apartemen Leo sudah terlihat jelas dari tempatnya berdiri. Keningnya mengernyit melihat seseorang yang baru keluar dari sana. Helene sebelumnya tidak pernah mengetahui siapa pria yang tadi.
Mengusaikan keheranan yang ada di kepalanya, Helene memilih untuk melanjutkan langkah menuju ke apartemen Leo. Baru sekali dia meletakkan tangannya pada bel itu, pintu langsung terbuka.
“Apa lagi?!”
Helene terkejut mendengar sergahan Leo. Tubuhnya terpelonjak. Membuatnya gugup seketika. “M-mau belajar.”
“Masuk!”
Kata perintah itu berubah lebih tenang seperti bagaimana seorang Leo berkata dingin. Helene merasa sangat aneh dengan cowok itu. Tidak biasanya Leo menunjukkan kemarahannya di hadapannya. Meskipun apa yang dilakukannya sangat sulit dimaafkan, Leo tidak pernah sekali pun membentaknya.
Nih orang pms kali ya.
“Lo—“
“Lo nggak perlu tau.”
“Oh, oke.”
Helene memilih diam meskipun rasa penasarannya terlampau besar. Dia mencoba menahan mulutnya untuk tidak bertanya apa pun terhadap Leo. Mengambil bukunya dari tas lalu membukanya. Matanya yang lancang itu sempat bergerak ke arah layar ponsel yang menyala di atas meja.
Belum usai dirinya membaca keseluruhan, ponsel itu sudah berakhir ditangan cowok yang menatapnya dingin. Helene sontak memalingkan wajahnya. Tiba-tiba nyalinya hilang di tengah keheningan ini.
***
Helene tiba-tiba teringat perkataan Mamanya beberapa hari yang lalu. Kesunyian yang menemaninya seolah membuat pikirannya melanglang buana. Entah kemana yang pasti menilik kejadian akhir-akhir ini.
“Kalian cuma terikat status, dan LDR itu semakin lama pasti semakin sulit.”
“Nyatanya, kamu akan lebih sering lihat wajah Leo daripada Virgo, nggak menutup kemungkinan kalau kamu akan suka sama Leo.”
Apa mungkin itu bisa terjadi?
“Benci kamu itu cuma buat tameng untuk nutupin rasa simpati kamu terhadap Leo.”
Helene kembali mengingat saat di mana perasaannya diadu. Bukan pertama kalinya dia merasakan itu, Helene tahu betul itu berbeda dari apa yang orang lain sebut sebagai nervous.
Sebuah perasaan yang menghantam hebat pikirannya. Perasaan yang selalu mengusiknya. Yang selalu Helene tolak namun semakin lama semakin sulit untuk hilang.
“Mama kok ngomong gitu?”
“Mama tahu hati kamu. Rasa nggak suka kamu terhadap Leo hampir mirip dengan rasa kesal kamu sama Tania. Kamu itu sebenarnya sayang kan sama Tania?”
“Mama apaan sih? Helene nggak percaya sama gitu-gituan.”
“Percaya atau enggak, hati kamu nggak bisa menolak, sayang.”
Cewek yang sejak tadi merebahkan tubuhnya dengan kaki yang bersandar pada sandaran tempat tidur itu memijat pelipisnya. “Bilang Helene! Lo nggak suka kan sama Leo?!”
“Aaaaaaaaaa...!!!”
Helene beralih duduk. Berkali-kali menghela napas seolah baru saja mengeluarkan tenaga lebih. Dadanya naik turun untuk mengendalikan emosinya. Kedua tangan itu mengacak rambutnya kasar. “Pusing pala gue!”
“Kenapa, Len?”
Dari arah pintu yang terbuka itu menyembulkan seorang wanita yang menatap dirinya heran. “Enggak, Ma, tadi ada nyamuk yang lewat.”
“Ganggu banget, jadi Helene teriak.” Ucapnya lalu menyengir. Meninggalkan sebuah gelengan dari Rosa yang kemudian menutup pintu.
Helene menenggelamkan wajahnya pada bantal. Menghalau pekikannya supaya tidak ada lagi yang mendengar itu.
***
Yeeyy🥳
Akhirnya update jugaa
Sepertinya sudah lama, ya, ditinggalnya. Tidak papa, yang penting masih terus ada kepastian. Karena ini weekend ya, aku ngasihnya double aja kali ya, sekalian jadi genap nanti part-nya 🤭Selamat membaca ❤️
8 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Re-frain ✓
Teen FictionTidak ada pendeskripsian panjang. Yang perlu kalian tahu adalah 'bagaimana cara yang baik untuk mengalahkan ego bagi sebagian orang'. re-frain ©2020 - Ylenia DeLorean End: 25 Juli 2021