Re-frain 1 | Perkenalkan

312 8 0
                                    

"Helene, bangun!"

Sepagi ini sudah ada teriakan yang menggema di seisi kamarnya. Cewek yang masih bergulat dengan mimpinya itu hanya bergerak sedikit tanpa berniat untuk bangun. Bahkan setelah pintu itu terbuka, memunculkan Mamanya yang berjalan mendekat ke tempat tidurnya.

"Len, bangun dong! Kamu mau telat hari pertama?"

Helene Ariella. Cewek yang sangat sulit disuruh untuk membuka mata pada pagi hari di setiap tidurnya itu merupakan anak perempuan kedua dalam keluarganya. Yang juga salah satu dari sekian siswi yang bersekolah di SMA Buana.

"Lima menit lagi ya, Ma." Tawarnya lirih, lalu mengeratkan pelukan pada gulingnya.

Rosa menyingkap selimut itu hingga tubuh yang dibalut piyama merah muda itu terlihat olehnya. Menarik paksa anaknya untuk duduk walaupun dengan nyawa yang belum terkumpul. "Maa," Rosa hanya menggeleng.

"Bangun sekarang! Lima belas menit mandi, terus turun sarapan!" Titahnya.

Baru lima langkah Rosa berjalan dari tempat tidur anaknya, Helene kembali menjatuhkan tubuhnya. Rosa langsung menghentikan jalannya, mendengus mendengar suara tubuh yang jatuh ke atas kasur. "Helene!"

***

Sedikit berlari menuruni anak tangga, itu yang sekarang dilakukan cewek berambut yang dikucir kuda itu. Sambil menggendong tasnya di belakang punggung. "Helene, jangan lari-lari!"

Helene hanya tersenyum sambil melanjutkan langkahnya menuju ke meja makan. Menyapa seluruh anggota keluarganya yang sudah duduk rapi di sana. "Morning, Pa, Ma!"

"Morning!"

Baru ingin membuka mulut, Helene sekarang menatap orang yang baru saja menyelanya. "Gue enggak?"

"Ya elah, baru juga mau bilang, masih napas dulu."

Baru setelah menarik kursinya,Helene kembali menyapa. Dengan senyum yang sangat dipaksakan juga. "Morning, Sist!"

"Morning!"

"Len, kalo udah pasang alarm itu ya bangun jangan dimatiin terus tidur lagi."

Helene hanya tersenyum cengengesan, "Maaf, Ma, tadi masih ngantuk banget soalnya," elaknya.

"Itu tuh, akibatnya semalem video call sama cowoknya sampe larut."

Helene melotot tajam kepada kakaknya, Titania. Sedangkan yang dipelototi hanya menatap remeh tanpa merasa berdosa. Ingin rasanya menyumpal mulut yang baru saja berucap semaunya sendiri itu.

"Sita aja, Pa, HP-nya!" Kompor Tania lagi. Dan itu hanya semakin membuat Helene ingin mendepak kakak satu-satunya itu.

"Iya, Len?" Tanya Marchel, Papanya.

Dan, kini masalah kecil yang tidak seharusnya dibahas di meja makan harus menjadi objek utama pembahasan mereka.

"Emm, enggak kok, Pa. Tania aja yang ngada-ngada." Ucapnya sambil menendang kaki kakaknya yang duduk di hadapannya.

Helene tidak pernah memanggil kakaknya dengan embel-embel 'Kak'. Alasannya karena mereka hanya berselisih satu tahun dan itu bisa dikatakan hampir seumuran.

"Helene berangkat sama Tania aja ya, Ma?"

"Oh, gitu, ya udah. Nanti pulangnya?"

Dia tersenyum. "Itu mah gampang, nebeng temen juga bisa."

"Iya, kalo ada yang mau." Sindir Tania padanya.

Percayalah, memiliki kakak seperti Tania sangat menyusahkan hidup. Suka membocorkan rahasia orang. Selain itu, juga suka mencari perhatian dengan Papa dan Mamanya, ralat maksudnya Papa dan Mama mereka.

***

Hello gengs
Aku hadir lagi bawa yang sedep sedep nih😌
Projek baru
Jadi masih panas, baru diambil dari wajan
Selamat membaca💙💙


21 Juni 2020

Re-frain ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang