Aku menyewa mobil untuk pergi ke Boston, memenuhi janjiku dengan Jeong Seung Won. Aku betul-betul marah karena mobilku sendiri rusak, dan cemas karena aku tahu ada hal lain yang harus kuhadapi. Tadinya aku mengira orang yang menyusup ke apartemenku waktu itu berniat mencari bahan yang mungkin akan kupergunakan di dalam situsku. Sekarang aku bertanya-tanya apakah alasan utamanya berada di sana adalah untuk mencuri sesuatu yang bisa dipakainya kelak, untuk menyulut kebakaran yang nyaris membuatku kehilangan nyawa itu.
Tentu saja aku tahu Yoo Ah In-lah yang berada di belakang semua ini, dan ia memiliki keroco-keroco seperti yang pernah menghampiriku di pelataran parkir Sing Sing untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kotor baginya. Aku ingin membuktikan pada dunia bahwa dengan menelusuri masa lalunya, akan terungkap pola kekerasan yang sudah berlangsung sekian tahun, dan berbuntut kematian Min Young. Selain itu, aku juga percaya ia ingin menjadikan aku korban berikut polanya itu.
Sama seperti mempertaruhkan $5.000 untuk nama depan seseorang yang mungkin pernah menjadi korban Ah In, ini juga merupakan risiko yang harus kuambil.
Reporter yang baik harus selalu tepat waktu. Tidak bisa menggunakan kendaraanku sendiri, masih harus menunggu pihak kepolisian mengisi formulir laporan, dan setelah itu pergi ke tempat menyewa kendaraan ternyata menghabiskan banyak waktu. Sebetulnya aku tidak akan terlambat untuk janji temu itu, tapi cuacanya tidak mendukung.
Menurut perkiraan, langit akan mendung dan mungkin hujan salju ringan di waktu malam. Namun hujan salju itu mulai jatuh sekitar lima puluh mil di luar kota Boston; akibatnya jalan menjadi licin, dan lalu lintas terpaksa merambat. Sementara menit demi menit terus berlalu, aku melirik jam di dasborku. Hatiku resah menanggapi arus kendaraan yang tersendat-sendat. Sekretaris Jeong Seung Won sudah mengingatkan aku untuk datang tepat waktu, mengingat ia benar-benar menyisihkan waktu di antara jadwalnya yang sangat padat hari itu, dan akan berangkat malam ini untuk pertemuan di Eropa.
Waktu menunjukkan pukul dua kurang empat menit ketika aku akhirnya terengah-engah tiba di kantornya untuk janji pukul dua kami. Selama beberapa menit aku duduk di ruang tunggunya yang apik, berusaha mengatur napas. Aku merasa tegang dan agak susah memusatkan pikiran, selain itu aku mulai agak pusing.
Tepat pukul dua sekretaris Seung Won muncul untuk mengantarku ke ruang kerja pribadinya. Saat mengikutinya, aku mencoba mengingat-ingat semua yang sudah kuketahui mengenai Seung Won. Di antaranya, tentu saja, ia mendapat beasiswa untuk bersekolah di Arbinger Academy, dan bahwa ia mendirikan perusahaan ini. Saat melacak namanya di Internet, aku mendapati ia lulus Yale sebagai yang terbaik dalam angkatannya, ia memperoleh gelar master dari Harvard Business School, dan penghargaan dari begitu banyak yayasan, yang membuktikan ia donatur yang royal.
Ia berusia empat puluh tahun, menikah, memiliki anak perempuan berusia lima belas tahun, dan sangat suka berolah raga.
Benar-benar laki-laki luar biasa.
Begitu aku masuk ke dalam ruangan itu, ia melangkah keluar dari belakang meja tulisnya, menghampiriku sambil mengulurkan tangan. "Aku senang sekali bertemu Anda, Ms. Kim. Boleh aku memanggil Anda So Eun? Aku merasa seperti sudah mengenal Anda. Bagaimana kalau kita duduk di sana?" Ia menunjuk tempat duduk di dekat jendela.
Aku memilih sofanya. Ia duduk di tepi kursi di depanku. "Kopi atau teh?" tanyanya.
"Kopi kental," sahutku penuh rasa terima kasih. Aku merasa secangkir kopi akan membantuku menjernihkan dan memusatkan pikiranku.
Ia meraih pesawat telepon di meja dekat kursinya. Saat ia berbicara dengan sekretarisnya, aku mendapat kesempatan untuk mengamatinya; aku menyukai apa yang kulihat. Setelan jas biru gelapnya berpotongan apik dan kemeja putihnya konservatif, namun dasi merah bercorak tongkat golf kecil-kecil memberi kesan lebih santai. Ia memiliki bahu bidang, tubuh tegap dan ramping, rambut hitam kecokelatan yang lebat, dan mata kecokelatan yang letaknya dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's Little Girl ✔
RomanceKetika Kim So Eun berusia delapan tahun, kakaknya, Min Young, tewas dibunuh di dekat rumah mereka di Oldham-on-the-Hudson. Ada tiga tersangka: Yoo Ah In, pemuda tampan dari keluarga kaya setempat, yang diam-diam menjalin hubungan dengan Min Young; P...