Aku mencoba menghubungi Cho Jin Woong dua kali dalam satu jam berikutnya. Kemudian aku ingat ia mengatakan istrinya tidak begitu suka terbang sendirian. Aku menyadari kemungkinan besar ia sedang pergi ke Denver untuk menjemput istrinya pulang, sekalian menikmati kebersamaannya dengan cucu pertamanya.
Seorang perawat melongok ke dalam kamarku, untuk mengingatkan bahwa waktu checkout rumah sakit ini adalah siang hari. Menjelang pukul setengah dua belas, aku sudah bersiap-siap menanyakan apakah ada yayasan sosial di sini, tapi tiba-tiba Jessica menelepon.
"So Eun, aku baru saja mendengar apa yang terjadi. Demi Tuhan, bagaimana keadaanmu? Apa yang bisa kulakukan untukmu?"
Keenggananku untuk meminta tolong padanya karena ia tidak begitu yakin Yoo Ah In adalah pembunuh keji tiba-tiba hilang. Aku butuh dirinya, dan aku menyadari keyakinannya mengenai status tidak bersalah Ah In sama besarnya seperti keyakinanku bahwa ia bersalah.
"Sebenarnya, banyak yang dapat kaulakukan," jawabku. Rasa lega mendengar sapaan ramah itu membuat suaraku sendiri bergetar. "Kau bisa membawakan pakaian untukku. Kau bisa kemari menjemputku. Kau bisa membantu mencarikan tempat tinggal untukku. Kau bisa meminjami aku uang."
"Kau bisa tinggal bersama kami...," kata Jessica.
"Jangan. Sebaiknya tidak. Itu bukan ide yang bagus dan aman. Kau tidak ingin rumahmu tiba-tiba terbakar gara-gara aku di sana."
"So Eun, kau tidak merasa seseorang sengaja membakar tempat itu dengan niat membunuhmu, bukan?"
"Ya, kurasa begitu."
Ia mempertimbangkan itu selama beberapa saat, dan aku yakin itu mengingatkannya akan ketiga anaknya. "Kalau begitu, di mana kau bisa tinggal dengan aman, So Eun?"
"Kurasa di tempat penginapan. Aku tidak mau tinggal di motel dengan pintu-pintu sendiri yang menghadap ke luar." Aku berpikir sebentar. "Lupakan Parkinson Inn. Sudah penuh." Dan keluarga Yoo bisa ke sana, batinku mengingatkan diri sendiri.
"Aku tahu tempat yang kurasa cocok," ujar Jessica. "Aku juga punya teman yang ukuran tubuhnya kira-kira sama denganmu. Aku akan meneleponnya untuk meminjam beberapa potong pakaian. Berapa ukuran sepatumu?"
"Delapan, tapi kurasa aku belum bisa melepaskan perban-perbanku sekarang."
"Ukuran kaki Tyler sembilan. Kalau kau tidak keberatan memakai sepatu karet, untuk sementara lumayan."
Aku tidak keberatan.
¤¤¤♡♡☆♡♡¤¤¤
Jessica tiba kurang dari sejam, dengan koper berisi pakaian dalam, piama, stoking, celana panjang, sweater, jaket hangat, sarung tangan, sepatu karet, dan sedikit kosmetik. Aku berpakaian, kemudian si perawat datang membawa tongkat yang bisa kugunakan untuk berjalan sementara menunggu telapak kakiku pulih. Dalam perjalanan keluar, petugas administrasi terpaksa menerima bahwa aku baru bisa menyelesaikan pembayaranku saat aku memperoleh copy polis asuransi kesehatan untuk di-faks ke alamatnya.
Akhirnya kami berada di dalam mobil Jessica. Rambutku diikat ke belakang, dengan karet yang kuminta dari ruang jaga perawat. Inspeksi sekilas di cermin memperlihatkan aku tampak cukup rapi. Pakaian pinjaman itu ternyata cukup pas, dan meskipun sepatu karet itu besar dan tidak elegan, kakiku yang masih sakit toh terlindungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy's Little Girl ✔
RomanceKetika Kim So Eun berusia delapan tahun, kakaknya, Min Young, tewas dibunuh di dekat rumah mereka di Oldham-on-the-Hudson. Ada tiga tersangka: Yoo Ah In, pemuda tampan dari keluarga kaya setempat, yang diam-diam menjalin hubungan dengan Min Young; P...