03: Merasa

3.3K 216 9
                                    

Happy Reading...
Tidak terasa satu bulan telah berlalu dengan cepat. Angga telah menghabiskan satu bulannya dirumah Panji, hanya sesekali menengok rumah lamanya sekedar bersih-bersih.

"Angga? Apa besok tidak ada PR?" Tanya Panji menghampiri Angga yang sibuk bermain dengan ponselnya.

Ngomong-omong tentang ponsel, diusia Angga yang beranjak tiga belas tahun, dirinya baru saja memiliki sebuah ponsel.

Angga terlalu sibuk dengan HP nya tanpa mengindahkan pertanyaan Panji.

"Ngga." Panji duduk disamping Angga turut mengintip sedang melihat apa si Angga.

Angga berusaha meraih ponselnya ketika tiba-tiba benda itu ditarik oleh seseorang.

"Jangan main game terus." Ujar Panji.

"Baru aja mulai Om." Jawab Angga membantah.

"Belajar." Panji menuding lantai atas bermaksud menyuruh Angga untuk masuk ke kamar dan belajar.

Angga berdiri dari posisi duduknya, walau terlihat kesal karena ponselnya diambil, Angga tetap menuruti perintah Panji untuk belajar.

Sebenarnya dia butuh ponselnya untuk meng-googling soal, namun apa daya? Angga juga tidak berani meminta ponselnya dikembalikan.

"Om Panji apaan sih," Beo Angga sambil menutup pintu kamarnya.

"Orang lagi asik nge-game juga." Dia membuka buku LKS nya dengan malas.

Dari dulu ia memang sudah terbiasa mengerjakan soal tanpa menggunakan google. Namun kebiasaan itu berubah semenjak dirinya dibelikan sebuah HP. Angga lebih senang mencari jawaban di situs web daripada lama mencari di buku.

Lelaki itu menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, "Kok gaada jawabannya ya?" Ia membolak-balikkan halaman sebelumnya sambil meneliti barang kali jawaban itu terselip pada kalimat bacaan.

"Ini kalau cari di brainloy pasti langsung dapet nih." Angga menutup buku LKS IPS nya.

Ia bangkit membuka pintu kamar, Angga harus mencari Panji dan menjelaskan jika dia tengah butuh ponselnya sekarang.

Angga sudah mencari Panji di ruang kerjanya, namun dia tidak ada. Akhirnya Angga menuju ke kamar Ibunya---kamar Panji juga, siapa tau Panji berada di dalam.

"Astagfirulah!" Angga menutup kedua matanya dengan tangan.

Adegan yang seharusnya tidak layak ditonton anak seusia Angga tanpa sengaja tertangkap netra anak itu. Ia tidak sengaja melihat Ibunya tengah berhubungan dengan Panji.

"Mas! Kenapa nggak kamu kunci sih pintunya!" Seru Lesti geram sambil berusaha menutupi tubuhnya menggunakan selimut.

"Kenapa kamu tidak mengetuk pintu  dulu?!" Panji bangun dari posisinya sambil mengancingkan baju tidurnya yang terbuka.

"M-ma-maaf Om, aku nggak tau." Panji menatap Angga geram.

Panji menggandeng tangan Angga keluar dari kamarnya.

"Ada apa kamu kesini? Main nyelonong aja!" Tanya Panji masih kesal.

"It-itu Om, aku mau ambil HP," Jawab Angga takut-takut.

Tangan Panji gatal ingin memberikan pelajaran kepada Angga. Ia sudah kesal Angga mulai seenaknya, dan sekarang ia tambah kesal melihat Angga lancang memasuki kamarnya.

"Aaaarghh..." Rintih Angga memegang telinganya yang Panji jewer.

"Cuma saya sita beberapa menit saja kamu sudah seperti ini?!" Tanya Panji semakin keras menjewer telinga Angga.

"Cuma buat google soal Om...!"

"Mulai hari ini, kamu tidak boleh main hp lagi!" Ujar Panji tegas dan mulai melepaskan jewerannya.

Angga menunduk takut, dia tidak berani menatap wajah marah Panji.

.

Setelah kejadian semalam, Angga tidak berani berbicara hingga pagi ini. Dia sadar dimana sekarang dirinya berdiri, Angga juga sadar dirinya sangat ceroboh semalam.

"Bu." Angga mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Ibunya.

"Hati-hati ya." Ujar Ibunya sambil memberikan tangannya.

Angga mengangguk.

Tiba saatnya Angga meminta salaman dengan Panji, "Om,"

Sampai sekarang Angga masih memanggil Panji dengan sebutan 'Om', bukan karena apa-apa, memang sejak awal pernikahan, Angga meminta waktu hingga dirinya siap memanggil Panji dengan sebutan 'Ayah.'

Panji memberikan tangannya kepada Angga, "Angga." Panggil Panji.

Angga mendongak.

"Saya tidak bermaksud memarahi kamu semalam." Ucapnya.

Angga lega mendengarnya, anak itu tersenyum sambil menganggukkan kepala.

"Aku ngerti kok Om, nggak papa." Jawab Angga.

"Aku berangkat dulu ya Bu, Om." Ujar Angga berpamitan.

"Hati-hati Nak."

Sepulang sekolah Angga menyempatkan diri mampir ke rumahnya yang dulu. Rumah yang banyak menyimpan kenangan, walaupun harus menempuh jarak dua kilo dari rumah barunya.

"Mentang-mentang sekarang punya rumah gede, aku dilupain." Angga menoleh mendengar suara Nayla menggema di ruang tamu rumahnya.

"Jauh tau jaraknya." Timpal Angga.

"Naik motor dong, Ayah kamu kan orang kaya." Sindir Nayla.

"Banyak peraturan Om Panji tuh," Ujar Angga.

"Aku malah pengen tinggal disini aja deh, bebas. Dirumah sendiri, nggak ada yang ngatur, ngapain aja terserah." Angga merentangkan tangannya pada sandaran shofa.

"Yaudah balik ke sini aja. Aku juga nggak ada yang ngajak ribut kalo nggak ada kamu."

"Kangen kan lo?" Angga melirik Nayla sekilas.

"Mayan," Jawab Nayla.

"Kaga usah gengsi, gue juga kangen sama lo." Angga menarik tangan Nayla agar duduk di sebelahnya.

Lalu lelaki itu mengacak gemas rambut Nayla layaknya seorang abang yang rindu dengan adiknya.

"Iiih!" Nayla memukul pelan pundak Angga karena telah membuat rambutnya berantakan.

"Deket nyebelin jauh ngangenin!" Ujarnya.

.

Lelah seharian sekolah, Angga ingin ketika malam waktu untuknya bersantai. Namun baru menyalakan televisi, ia sudah kembali ditegur Panji---ayah tirinya.

"Ayo belajar Ngga, jangan nonton tv terus." Tegur Panji.

"Nonton tv terus?" Batin Angga.

"Anggaa." Kali ini Ibunya yang menegur, Angga sampai berpikir, apakah kehadirannya mengganggu waktu kedua orang tuanya.

"Oke." Angga mematikan televisi yang tengah ia tonton.

Menaiki anak tangga, Angga sempat berhenti, ia melihat Panji merangkul pundak Lesti sambil menonton televisi dengan mesra.

Angga memutar bola matanya malas.
To be continue...
-------------------------------------------------

Adakah pesan yang ingin kalian sampaikan?

Terimakasih telah mampir membaca.

Angga Sayang Ibu✔️[Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang