02: Kita Adalah Keluarga

3.9K 244 12
                                    

Happy Reading....
Pada waktu ISHOMA, Panji menemui Lesti menanyakan perihal persetujuan hubungan mereka untuk melangkah lebih serius.

"Angga semalem malah marah Mas aku tanya begitu." Ucap Lesti menunduk.

"Tenang, kita bisa cari cara yang lain," Panji menggenggam tangan Lesti.

"Kira-kira bagaimana cara supaya Angga yakin kalau aku memang serius sama kamu." Tanya Panji.

Lesti diam ikut memikirkan jalan keluarnya,

"Angga anaknya tidak keras kepala kok, coba kamu ngobrol sama dia." Saran Lesti.

"Angga saja kalau sama aku kelihatan sinis." Ucap Panji.

Lesti mengesahkan nafasnya lelah.

"Lesti, jika kamu menjadi istriku, kamu tidak perlu kerja seharian seperti sekarang. Kamu nggak perlu pusing-pusing mikirin uang SPP nya Angga. Itu semua aku yang akan ngurus, kamu cukup dirumah saja." Tatapan Panji begitu meyakinkan dimata Lesti.

...

Angga merebahankan tubuhnya diatas kasur, sambil menatap langit-langit rumahnya dia melihat genteng rumahnya ada yang bolong sampai Angga melihat terangnya sinar rembulan diluar sana.

"Ya allah aku pengen cepet besar," Beo Angga.

Angga ingin cepat besar agar bisa meringankan beban Ibunya sekarang. Dia tidak tega menunjukkan nota seragam yang harus ditebus secepatnya.

"Harusnya kemarin aku nggak sekolah di Cakrawala." Angga bangun dari tidurnya.

"Ini mahal banget." Ujar Angga sambil menatap genggaman nota seragam yang sudah berada ditangannya.

"Ibu mana ya kok belum pulang." Angga membuka jendela kamarnya.

Tidak berselang lama, berhentilah sebuah mobil didepan rumah Angga. Sontak Angga kembali bangkit melihat dari jendela.

Angga melihat Panji keluar dari mobil untuk membukakan pintu mobil sebelah yang diduduki oleh Lesti.

"Ibu kelihatan bahagia bersama Om Panji." Batin Angga.

"Om Panji juga kelihatan sayang sama Ibu."

'Ibu kamu juga butuh sosok seorang pendamping Ngga'

Angga teringat perkataan Layla.

"Aku nggak boleh egois."

Anak itu menganggukkan kepalanya dua kali.

Lesti memanggil Angga untuk berkumpul di ruang tamu. Keinginan mereka berdua sangat kuat hingga tidak menjadikan Angga sebagai alasan.

Panji mengatakan kepada Angga janji-janji manis yang akan ia berikan kepada Lesti dan dirinya jika suatu saat Panji menjadi bapak tirinya. Angga bukan terlena dengan ucapan Panji, namun Ibunya lah yang membuat Angga tidak tega jika harus menghalangi mereka berdua untuk bersama.

Angga benar-benar melihat raut kebahagiaan Ibunya terpancar ketika bersama Panji.

"Kalau emang baiknya begitu, aku setuju." Ucap Angga.

"Kamu serius Ngga?" Lesti membelalakan matanya.

Angga mengangguk.

"Makasih ya sayang!" Lesti meraih Angga kedalam dekapannya.

Angga mengelus punggung Lesti sambil tersenyum.

"Bahagiain Ibu ya Om." Angga menatap Panji.

"Pasti Nak." Panji mengelus puncak kepala Angga.

"Jangan pernah sakitin Ibu seperti Bapak Angga yang dulu."

"Saya janji." Jawab Panji bersungguh-sungguh.

Lesti tersenyum lega, akhirnya keinginan mereka untuk bersatu dikabulkan juga.

"Secepatnya kita akan menjadi keluarga."
...

Seminggu setelah Angga menyetujui hubungan orang tuanya. Panji gerak cepat mengurus segala kebutuhan pernikahan yang ingin segera ia laksanakan bersama Lesti.

Tanpa berpikir panjang mereka menetapkan hari Minggu menjadi hari pernikahan mereka.

Kebaya yang Lesti kenakan begitu pas ditubuhnya. Ia menjadi teringat tiga belas tahun lalu dirinya pernah berada di posisi seperti sekarang. Menjadi wanita yang paling bahagia diseluruh dunia, namun sayang kebahagiaan yang ia rasakan bersama mantan suaminya dulu hanya bertahan beberapa tahun saja.

Dan Angga yang menjadi korbannya.

Hingga membutuhkan waktu lama untuk Angga setuju Panji menjadi Ayah tirinya.

Lesti tidak menyangka, sekarang dirinya menjadi istri seorang boss besar. Boss yang mempunyai cabang usaha dimana-mana. Bahkan tempat kerja Lesti pun ialah milik Panji---suaminya.

"Selamat datang, mulai hari ini rumah ini juga akan menjadi rumah kalian!" Panji membuka pintu rumah mewah yang tak lain adalah rumahnya.

Angga tidak bisa menyembunyikan decakan kagum melihat bangunan sebesar ini adalah sebuah rumah.

"Besar banget ya Bu." Bisik Angga.

"Rumah kamu juga ini Nak." Ujar Lesti.

"Waaah..." Angga mendongak keatas melihat kemegahan rumah bak istana.

"Mbok kenalin, ini Lesti istri saya, dan ini Angga, anak saya." Panji memperkenalkan Lesti dan Angga bergantian kepada pembantu paruh baya yang menghampirinya.

Pembantu yang kerap ia sapa dengan sebutan Simbok tersebut menganggukkan kepalanya sopan.

"Perkenalkan Bu, Mas, kula Mbok Atun, Ibu sama Mas jika butuh bantuan bisa panggil saya. Saya pembantu dirumah ini."

"Benar, Mbok Atun ini udah bekerja sejak saya masih muda. Udah saya anggap keluarga sendiri." Sahut Panji.

"Mbok kamarnya udah disiapin kan?" Imbuh Panji.

"Sampun Pak." Jawab Atun.

"Anterin anak saya ya Mbok." Ujar Panji.

"Monggo Mas, saya antar ke kamarnya Mas Angga." Atun bermaksud ingin membawakan tas Angga yang anak itu gendong.

Angga menolak sopan, dia tentu saja kuat menggendong tas berisi baju itu.

Atun membawa Angga naik ke lantai dua, Angga mengikuti langkah Atun dari belakang hingga sampailah mereka didepan pintu kamar berwarna cokelat.

"Ini kamar sampean Mas, monggo." Atun mempersilahkan Angga untuk masuk.

"Makasih Mbok." Angga tersenyum ramah kepada Atun.
To be continue...
-----------------------------------------------

Ada yang mau kalian sampaikan?

Jangan lupa tinggalkan vote dan komentar yaa!

Terimakasih sudah mampir membaca

Angga Sayang Ibu✔️[Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang