07: Emosi Sesaat

2.9K 218 3
                                    

Happy Reading....
Panji marah besar sampai melempar surat teguran terakhir milik Angga. Minggu pukul empat sore, Angga memberanikan diri meminta Ibunya bertanda tangan pada surat teguran tersebut.

Sayangnya Panji berhasil mengetahui surat yang Angga bawa setelah mendengar cekcok diantara Angga dan Lesti.

"Pasti kamu sudah sering berbuat seperti ini!" Tuduh Panji kepada Angga.

Angga diam, terus menunduk membiarkan keringat dingin mengalir pada pelipisnya.

"Berapa kali kamu diberi peringatan?" Panji mendekat ke arah Angga.

"JAWAB BERAPA KALI!" Angga memejam kaget lantaran Panji meninggikan suaranya tepat di hadapannya.

"Aku cuma nggak mau harga diriku diinjek-injek mereka Yah." Angga berucap pelan.

"Dengan cara bodoh seperti ini?" Panji memungut amplop yang sempat ia lempar, lalu ia maki di depan Angga.

Diam-diam Angga mengepalkan tangannya.

"Sekarang kamu ngerasa hebat kalau udah berantem? Begitu?" Panji mengeraskan rahangnya menahan emosi.

"Kalau aku diem berarti aku banci." Jawab Angga lagi.

"Ego seperti ini yang menghancurkan cita-cita kamu!" Panji menoyor kepala Angga.

"Angga yang Ayah kenal bukan seperti kamu sekarang. Sama siapa kamu berteman sampai jadi seperti ini?"

Panji mengesahkan nafasnya berat, "Habis ini ikut Ayah ke bimbel, mending kamu belajar daripada main sama teman-teman yang menjerumuskan itu." Angga menggeleng cepat.

"Nggak Yah aku nggak mau." Tolak Angga cepat.

"Turuti saya atau saya seret kamu masuk mobil!"

"AYAH NGGAK PERNAH MAU NGERTI PERASAAN AKU!" Angga membantah dalam intonasi tinggi membuat Panji tersenyum kecut sambil bertepuk tangan.

"Hebat! Hebat!"

"Lesti, lihat anak kamu ini." Panji menatap Lesti yang berada disampingnya sejak tadi.

"Masih kecil sudah berani bentak orang tua, besok kalau udah besar mau jadi apa kamu?" Panji menarik rambut Angga kebelakang.

Ini bukan kali pertama Panji bermain tangan kepada anak tirinya itu.

Tanpa mohon untuk dilepaskan, Angga menggertakkan giginya menahan emosi yang memerah di wajahnya.

PLAK!

Angga tertoleh kesamping. Waktu seolah berhenti berputar saat ini.

Ibunya.

"Bu." Lirih Angga.

Angga menatap Ibunya yang terlihat sangat marah dengannya.

Mungkin jika Panji yang menamparnya, Angga tidak masalah. Sungguh. Tapi, ini berbeda. Kali ini bukan Panji yang melakukan, tapi Ibunya sendiri.

Hati Angga seolah mencelos saat itu juga, pertama kalinya ia ditampar Ibunya.

Seperkian detik berlalu dengan hening diantara ketiga manusia yang sama-sama merasa benar.

Angga Sayang Ibu✔️[Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang