26: Banyak Kebohongan

2.6K 163 13
                                    

Tekan vote dulu ya teman-teman!

Happy Reading hope you enjoy...
Hari ini adalah hari Jumat, setidaknya Angga ingin berangkat ke sekolah bertemu dengan teman-teman sebelum libur panjang tiba. Karena besok Sabtu laporan hasil belajar siswa sudah dibagikan dan itu artinya sekolah akan libur dua minggu menjelang kenaikan kelas.

"Buk, Angga pengen sekolah Buk..." rengek Angga kepada Ibunya.

"Ibuk bilang enggak berarti ya enggak yah Ngga. Kamu minta rawat jalan sudah Ibu turutin, sekarang malah minta sekolah."

"Besok saja setelah libur, tubuh kamu biar kuat dulu. Kamu baru saja pulang dari rumah sakit masa mau aktivitas." Larang Lesti menatap Angga tajam sembari memasak bubur diatas panci.

"Udah seminggu Angga ndak ketemu temen-temen Buk, udah seminggu juga Angga ndak sekolah." Angga duduk pada salah satu kursi di dapur, menatap Ibunya penuh harapan.

Punggung Lesti berbalik, menghadap Angga sepenuhnya. "Kamu denger kan kata dokter Reza kemarin? Kamu harus istirahat total buat persiapan kemoterapi. Kamu mau sembuh ndak?"

"Ya mau lah Bu, tapi---"

"Udah. Makan bubur ini sekarang mumpung masih hangat." Lesti menyodorkan semangkuk bubur bercampur suiran ayam ke hadapan  Angga.

Angga menatap bubur tersebut tidak selera, mulutnya terasa pahit belakangan ini. Perutnya juga sering mual tanpa sebah yang jelas.

"Malah diliatin doang, Ibu ngurusin Adik kamu juga tuh. Jangan manja dong Nak." Ujar Lesti terlanjur lelah.

Sontak Angga kembali tertohok dengan kata-kata Lesti. Ia tahu jika kondisinya beberapa hari lalu pasti sangat merepotkan sang Ibu. Terlebih ketika dokter menyarankan Angga untuk segera melakukan kemoterapi. Tentu untuk membayar seluruh pengobatan di rumah sakit tidaklah murah.

Disini yang menjadi tulang punggung adalah Panji. Kepala keluarga yang sudah membanting tulang untuk mencari biaya pengobatan Angga.

Memaksa tenggorokannya untuk menelan sesuap bubur, Angga terus memasukkan sendok demi sendok ke dalam mulut tanpa mempedulikan rasa mual yang sudah mengaduk isi perutnya.

Ini benar-benar mual!

Angga tidak pernah merasa mual sehebat ini. Sampai ia tidak bisa makan nasi sesendok pun. Angga tidak sanggup.

"Mual lagi?" Tanya Lesti terdengar cukup sinis di telinga Angga.

Angga menggeleng sebagai jawaban, ia meneguk gelas berisi air putih di dekatnya.

Houk...

Angga menutup mulutnya rapat-rapat, ia tidak mau upaya menelan buburnya tadi harus sia-sia jika ia muntahkan. Apalagi Ibunya juga sudah memasak dengan susah payah, Angga juga tidak mau membuat Lesti kembali sedih. Sudah cukup Angga membuat wanita itu kelelahan karena mengurusi Angga yang belakangan ini kesehatannya menurun.

"Tahan, jangan dimuntahin." Titah Lesti memijat pelan tengkuk Angga.

"Ibu gantian urusin Adik, buburnya udah aku abisin." Ucap Angga.

"Obatnya diminum habis itu tiduran aja, ndak usah kemana-mana."

"Ya Bu." Angga beranjak pergi ke kamar.

Mendengar langkah kaki dari dapur membuat Panji yang tengah membaca koran pun mengalihkan perhatiannya. Ia melihat anak tirinya memegangi perut sambil menggeleng kepala, ia tidak tau apa yang sedang dirasakan anak itu.

"Mau kemana?"

Angga menyengit memperjelas penglihatannya, "Ke kamar Yah."

"Kamar? Mau tidur lagi?" Tegur Panji.

Angga Sayang Ibu✔️[Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang