Malam yang cukup hening, yah siapa juga yang mau keluar ditengah cuaca yang dingin ini. Hujan turun satu jam yang lalu, membuat jalanan basah dan orang orang malas keluar dari zona amannya. Kecuali para pekerja kantoran yang baru bisa pulang setelah lembur seharian. Beberapa dari mereka berkunjung ke bar untuk sekadar menghilangkan penatnya setelah berkutat di depan monitor.
Seorang wanita keluar dari gedung perkantoran, ia mengenakan mantel panjang selutut dan rok span berwarna hitam, berpadu dengan blouse dusty pink yang ia kenakan. Tangannya ia masukkan ke saku mantel agar tak beku tertiup angin malam. Ia berjalan menyusuri jalan sepi, melewati beberapa cafe dan bar yang tampak lebih hangat dibandingkan di luar sini.
Alice, wanita dengan kulit putih bersih, tak terlalu tinggi namun kau akan mudah memeluknya, sedikit berisi yang membuatnya punya aura menggemaskan namun tak menghilangkan kesan dewasanya. Rambutnya ia urai sebahu untuk menutupi lehernya agar tidak dingin. Sesekali ia mempercepat langkah nya, ia sadar bahwa dia tak sendiri. Seorang pria mengikutinya sejak ia selesai melewati sebuah bar disebrang jalan. Sambil berdoa dalam hati agar ia baik baik saja malam ini, Alice terus berjalan menuju kediamannya.
Seseorang memeluk pinggulnya dari belakang sambil terkekeh, membuat Alice berteriak minta tolong. "Lepaskan!" ia menendang inti pria tersebut dan membuatnya lolos. Namun pria itu mengejarnya lalu memojokkan Alice di sebuah gang buntu. Alice yang terpojok berteriak sekencang kencangnya, berharap ada seseorang yang mendengar dan sudi untuk menolongnya. Pria itu semakin mendekat dan hampir menyentuh tubuh Alice, jika saja seseorang yang kini berada didepan Alice tidak memberinya sebuah pukulan yang cukup keras di wajahnya.
Mereka beradu pukul satu sama lain setelah penguntit itu bangkit. Namun tampaknya Pria berhati malaikat itu lebih kuat dari pada lawannya. Ia melemparnya ke tembok dan membuat penguntit itu terkapar tak berdaya. Setelah menghajarnya, Pria itu menghampiri Alice. Walau sudah diselamatkan, tak salah jika Alice tetap waspada. Ia mundur saat pria itu mendekat.
"Kau tak apa?" Kata pria itu, suaranya terdengar hangat walau nafasnya sedikit tak beraturan.
Alice mengangguk, "Terima kasih," katanya sambil masih setengah takut.
"Kau bisa pulang sendiri atau ku antar?" tanya Pria itu.
"Aku akan pulang sendiri, terima kasih atas bantuannya," Alice menunduk dan berjalan melalui Pria itu.
Walau Alice bilang tidak perlu di antar, pria itu tetap mengawasinya tanpa sepengetahuan Alice. Ia membuntuti Alice sampai wanita itu tiba dirumah dengan selamat.
Alice menutup pintunya dan bernafas lega. Tuhan sangat menyayangi nya, ia selamat dari penguntit itu. Ia segera bergegas membersihkan diri lalu tidur.
*
"Aku mencintaimu Alice, aku harap kamulah Mate ku. Aku akan berdoa pada Bulan agar ia mengabulkan permintaanku," suara anak laki laki disamping Alice.
"Aku juga, aku berharap akan selalu bersamamu dan aku harap aku bisa melihatmu," ujar Alice sambil menyatukan tanganya untuk berdoa.
Anak laki laki disampingnya memegang kedua tanganya, "Orang tua ku bilang jika kami membuat sumpah dengan orang yang kami cintai, maka itu tidak akan terpisahkan. Ayo buat sumpahnya," ia sangat ceria seperti anak umur 10 tahun pada umumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Will of The Moon
Werewolf"Dihadapan bulan kami membuat sumpah dan hal itu tidak akan pernah terlanggar. Aku akan selalu menjadi matamu dan kau akan selalu menjadi penenangku" Sebuah kisah yang sudah terlampau jauh untuk diingat oleh Alice kembali berlanjut. Namun semuanya t...