Chapter 2

86 15 6
                                    

"Mate,"

Suara bisikan itu lagi, dari dua hari lalu ia pindah kemari untuk membuka kedai kopinya. Namun baru kemarin ia mendengar bisikan bahwa di sekitarnya ada seseorang yang menjadi Mate nya.

Malam itu ia menutup cafenya dibantu oleh Charlie, menutupnya sedikit lebih larut malam. Hari itu cafe cukup ramai pembeli yang singgah agar tak terkena hujan.

"Terima kasih Charlie, beristirahat lah dengan baik," Daven menepuk pundak Charlie.

Charlie mengangguk, "Ya kau juga, hari ini sedikit melelahkan," Charlie pamit undur diri.

"Mate," Daven menghentikan langkahnya. Ia memejamkan mata untuk memastikan apa yang dia dengar. "Mate, mate," bisikan itu terdengar jelas. Daven langsung menolehkan kepalanya kanan, matanya menyusuri sudut jalanan yang sepi. Ia sedikit merinding saat mendengar bisikan itu, ini pertama kalinya ia mendengarnya.

"Tolong!!!"

Daven mendengar teriakan seorang wanita yang sedikit jauh dari tempatnya berdiri, ia berlari menuju sumber suara. Sementara itu, bisikan yang muncul semakin terdengar jelas. Daven menaiki sebuah atap rumah karena dia takut ketahuan jika ia berlari cepat ini di jalanan, terlebih lagi ia harus melewati persimpangan jalan yang mulai ramai lagi malam itu. Akan banyak waktu yang terbuang.

Daven melompat dari satu atap ke atap lain, sampai lah ia di atap gedung yang disampingnya ada sebuah gang. Ia melihat seorang wanita terpojok dan seorang pria didepannya terlihat seperti serigala yang lapar. Karena melihat wanita itu ketakutan dan bisikan tentang Mate nya semakin jelas ia melompat turun sambil melayangkan satu pukulan ke pria itu. Daven pikir pukulannya akan langsung menumbangkan musuhnya, tetapi ternyata pria setengah mabuk ini lebih tangguh dari dugaannya. Kini Daven tak akan main-main lagi karena ia sudah menerima dua pukulan di wajahnya dari pria itu. Daven memukul wajah lawan berkelahinya, ia menendang perutnya sampai jatuh tersungkur. Setelah itu Daven menarik kerahnya dan mengangkatnya, lalu melempar nya ke tembok.

Daven tersenyum licik, yah itu cukup untuk membuatnya bangun di rumah sakit esok hari dengan beberapa perban ditubuhnya.

"Mate, mate, mate," lama lama bisikan itu sangat menganggu. 'Astaga iya aku tahu, dia mate ku, diamlah,' gerutunya dalam hati.

Daven mendekati wanita itu, "Kau tak apa?" wanita itu mengangguk dan mengucapkan terima kasih, ia tampak ketakutan. "Kau bisa pulang sendiri atau ku antar?" tanya Daven yang sudah pasti ia ketahui jawabannya. Yah, ditolak. Siapa juga yang mau di antar pria asing pulang kerumah. Mereka bahkan baru bertemu selama 10 menit dengan 6 menit yang terpakai untuk berkelahi.

Walau wanita itu menolak, Daven tetap mengikutinya. Memastikan bahwa dia baik baik saja sampai dirumah. Jika ia Mate nya, maka dia harus baik baik saja.

**

"Morning," Daven duduk di kursi depan meja makan dan membaca koran paginya.

"Kau terlihat sedang bahagia kak," Neona, adik perempuan Daven menaruh sepiring daging panggang buatannya di depan Daven.

Daven tersenyum dan melipat korannya, "Aku bertemu mate ku,"

"Ha? Benarkah? Siapa? Kak Alice?" Neona sangat bersemangat saat mendengar bahwa kakaknya bertemu matenya.

"Iya namanya Alice, tapi aku tidak tahu. Dia Alice ku 12 tahun lalu atau orang lain," Daven memakan sesuap daging masakan adiknya.

"Haruskah aku menemuinya? Aku juga ingin tahu," Neona memasukan buku ke tasnya. Ia harus berangkat ke kampus pagi ini.

"Yah, kau bisa menemuinya di kantor pelayanan masyarakat sepertinya dia bekerja disana," Daven beranjak dari kursinya setelah menghabiskan sarapan. "Bagaimana denganmu? Sudah bisa melakukannya?"

The Will of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang