"Letakkan ponselmu Alice, ini sudah malam," Daven memeluk Alice. Daven sudah tidak beberapa menit lalu, ia terbangun karena cahaya ponsel Alice.
"Iyaa," Alice meletakkan ponselnya di meja kecil sebelah kasur nya.
Mereka tidur dengan nyenyak hingga pagi tiba.
Pagi itu sangat cerah, tidak ada satupun awan yang menutupi matahari. Jovial bergumam senang sambil memainkan pesawat mainannya.
"Alice? Alice?" panggil Daven.
Alice sedang memasak di dapur, "yes beib," jawabnya.
Daven keluar dari kamar Neona, "kemana barang barang Neona?"
Alice mengangguk, "aku menyumbang kan nya ke panti asuhan dekat sini," ia memindahkan masakannya ke meja.
"Kau tidak izin padaku?" tanya Daven.
Alice memegang bahu Daven, wajahnya memelas. "Maafkan aku Dav, aku tidak mau kau bersedih jika mengingat Neona. Aku akan mengambilnya jika kau mau,"
Daven memalingkan wajahnya, "Tidak perlu," Ia duduk di kursi bersiap untuk makan. Pada barang barang itu satu satunya cara agar Daven bisa mengingat adik satu satunya.
*
Jovial merangkak menuju sofa, ia meraih sofa dan berusaha berdiri. "kau belajar berdiri?" tanya Daven. Ia tersenyum bangga pada putranya.
Daven duduk di sofa, "kemari," ia memanggil Jovial, karena belum bisa berjalan. Ia kembali merangkak menuju ayahnya, "anak ayah tumbuh dengan baik," ia menggendong Jovial.
Alice yang membawa makanan untuk Jovial ikut bergabung, "Beberapa bulan lagi dia akan berlari Dav, dia akan loncat sana sini,"
"Baguslah, itu bagus. Biar tidak seperti mu yang suka rebahan," ejek Daven.
"Enak saja, aku rajin ya," protes Alice.
Daven tersenyum jahil, "Rajin rebahan,"
"Kau ini," Alice mencubit perut Daven.
"Dav, aku ingin pergi liburan. Ayo ajak kami liburan,"
"Kemana?" tanya Daven.
Alice berfikir, "pantai, bagaimana jika pantai?"
Daven mengangguk, "boleh, akhir pekan kita ke pantai,"
Alice memeluk Daven, "aku mencintaimu Dav,"
"Aku juga," Daven mengecup kening Alice.
Jovial sepertinya merasa cemburu, ia memukul wajah ayahnya sambil mengomel. "Apa? Tidak senang? Ini istriku," Daven mengecup pipi Alice. Hal itu membuat Jovial menangis, Daven menertawakan tingkah anaknya.
"Persis seperti mu bukan?" kata Alice sambil menggendong Jovial.
"Apa?" protes Daven.
"Tukang cemburu," jawab Alice.
Daven merajuk lagi, "Yasudah, suka suka aku lah,"
"Seperti anak kecil," ejek Alice.
"iya iya aku anak kecil, aku mau berangkat kerja dulu ya orang besar," ejek Daven kembali.
"Apa kamu bilang?" tanya Alice.
Daven mengangguk, "Istriku gendutan dan jadi raksasa," ia kabur sebelum Alice melemparkan bantal sofa padanya.
Daven kembali ke cafenya, tidak ada ada yang berubah dari tempat ini. Hanya saja terasa sepi, banyak pelanggan yang datang namun mengapa masih terasa ada yang kurang?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Will of The Moon
Werewolf"Dihadapan bulan kami membuat sumpah dan hal itu tidak akan pernah terlanggar. Aku akan selalu menjadi matamu dan kau akan selalu menjadi penenangku" Sebuah kisah yang sudah terlampau jauh untuk diingat oleh Alice kembali berlanjut. Namun semuanya t...