Karena hari semakin larut, acara pun berakhir dengan sendirinya. Daven dan Alice juga sudah berada di dalam rumah. Helena sedang membersihkan piring makan, "Kemana Neona?" tanya Alvin.
"Entah lah, kata Daven dia mabuk dan sedang tidur dikamarnya. Ada apa?" tanya Helena kembali.
Alvin mengangguk, "Baguslah, aku kira dia hilang,"
"Kau ini, biarkan saja dia berjalan sendiri. Dia sudah besar" Helena menggantung gelas gelas yang telah ia cuci di rak.
Alvin duduk di kursi depan meja makan, "Aku hanya khawatir padanya Helena, akan berbahaya jika terjadi sesuatu,"
"Tenang lah, semakin kau melarangnya ia akan semakin melanggar," Helena tersenyum, meyakinkan bahwa semuanya akan baik baik saja.
*
Daven mencopot dasinya, jasnya di lempar begitu saja ke kursi. "Astaga hari ini melelahkan,"
"Benar Dav, kakiku sampai sakit rasanya. Kupikir kita akan santai saja tapi malah banyak yang harus dilakukan," Alice juga mengeluh, ia memijit kecil kakinya sendiri.
"Yang penting kita sudah menikah," kata Daven. Alice hanya mengangguk, ia menghapus riasannya.
"Kau lebih cantik seperti ini," Daven memeluknya dari belakang.
"Jadi tadi aku tidak cantik?" tanya Alice.
Daven mencium pipi Alice, "Cantik, tapi begini lebih cantik,"
"Mau apa? Pasti ada maunya kan?" Alice menepuk nepuk pipi Daven.
"Tentu saja, ini kan malam pertama kita sebagai suami istri," jawab Daven, ia sangat manja malam ini.
Alice berdiri, "Aku capek, besok aja kapan kapan ya?" godanya.
Daven menggeleng, "Tidak mau, sekarang bulan purnama ke 13 hari ini hari yang baik,"
"Memangnya kenapa?" tanya Alice lagi.
"Ya tidak tahu, tapi kata orang orang seperti itu," jawab Daven. Ia merengkuh pinggul Alice untuk mendekat. "Sudah lah mau yang ke 13,14,15, sampai seribu pun tak ada bedanya,"
"Kalau begitu kapan kapan saja," Alice kembali menggoda Daven agar merajuk.
Daven menggeleng, "Hm, tidak yang hari ini harus tetap di lakukan," ia tersenyum dan menunduk, menangkap bibir Alice agar tidak bercanda lagi.
Tidak ada gunanya juga menunda nunda, lagi pula ini bukan malam pertama. Sebelumnya kan sudah pernah. Alice juga memeluk Daven, bibir mereka saling membalas satu sama lain. Sedangkan tangan Alice membuka kancing kemeja Daven satu persatu. Mereka sudah larut dengan perasaan masing masing. Tunggu apa lagi? Daven melepas kemejanya dan kembali melumat lembut bibir Alice.
"Daven!"
Terdengar suara Helena memanggil Daven dari luar kamar. Menghentikan kegiatan pasangan yang sudah hampir memasuki sesi yang lain.
"Ibu memanggilmu Dav," kata Alice. Mereka berdua sama sama bingung. Daven keluar kamar diikuti oleh Alice.
"Ada apa bu?"tanyanya.
Helena tampak terburu buru, ia membawa tas berisi perlengkapan untuk Heal. "Kita diserang Dav, para vampire datang. Cepat bantu ayahmu dan warga desa,"
"A-apa?" ayolah otak Daven baru saja bangun dari bangun fantasinya.
"Cepat lah Dav, tidak ada waktu. Alice ikut aku kita pergi ke tempat yang aman," Helena berjalan menuju kamar Neona.
Alice hanya mengangguk, otak nya lebih cepat bekerja dari Daven. Ia mengambil mantel, "Sana pergi bantu ayah, hati hati jangan terluka,"
Daven pergi menyusul Alvin untuk membantunya, ia merubah tubuhnya menjadi seekor serigala. Daven mulai menyerang beberapa vampire dan mencabiknya. Kesal sekali rasanya jika hasrat sudah di ujung kepala namun keadaan tidak mendukung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Will of The Moon
Người sói"Dihadapan bulan kami membuat sumpah dan hal itu tidak akan pernah terlanggar. Aku akan selalu menjadi matamu dan kau akan selalu menjadi penenangku" Sebuah kisah yang sudah terlampau jauh untuk diingat oleh Alice kembali berlanjut. Namun semuanya t...