Daven sibuk menulis di buku catatannya, ia duduk di sofa ruang tamu. Dengan pencahayaan dari televisi ia menulis semua isi pikirannya.
Keraguannya tentang isi surat yang ia terima selama beberapa hari ini dan rasa kecewanya pada dunia. Ia fokus dan terlarut dalam tulisannya, semakin hari ia merasa kesepian. Daven seperti kehilangan dirinya sendiri.
Rutinitas yang berjalan terus menerus membuatnya lupa apa tujuan hidupnya. Perasaan takut dilupakan dan lalai akan tanggung jawab juga menghantuinya. Berkali kali dia menulis kalimat "Siapa aku? Aku harus bagaimana?" dalam bukunya.
Sebuah sinar warna biru terpancar dari saku jaketnya, "kau menggunakan kekuatan mu lagi?" gumamnya. "Kenapa kau sering menggunakannya?"
Ia kembali menulis, bukan di bukunya. Namun di secarik kertas, ia menulis untuk Neona.
"Aku titip ini untuk Neona," keesokan paginya ia bertemu dengan Stephen. Ia memberikan surat dan setoples cookies untuk adiknya.
Stephen menerimanya, "aku akan memberikannya pada Neona,"
"Terimakasih Stephen," Ucap Daven.
*
Kling! Lonceng di pintu berbunyi, Daven menoleh ke arah pintu. Ia tersenyum senang, "Kalian kembali?"
Dino menundukkan kepalanya, "Aku tidak tega melihatmu bersedih," hanya dia yang kembali. Charlie harus tetap disana menjaga yang lain.
"Maafkan aku," Ucap Daven, ia memeluk Dino.
"Kita semua kehilangan arah," tambah Dino.
Dino resmi kembali bekerja di cafe Daven, Ia tinggal di ruang belakang Cafe. Setiap malam ia akan mengajak kucing peliharaan Neona berbincang. "Ibu mu baik baik saja, iyakan?"
Kucing berbulu abu abu itu hanya mengeong. Dino memeluknya, "aku rindu padanya,"
Mereka semua kembali bekerja, dan menjalani hari seperti sebelumnya. Sudah hampir dua bulan Dino kembali ke cafe dan ini malam minggu. Banyak pasangan yang mampir ke cafe. Dino melihat mereka saling bercanda dan berkomunikasi satu sama kain, ia menggeleng membuyarkan lamunan nya.
"Kau merindukannya," ucap Daven sambil menuang kopi.
Dino menghela nafas, "aku bertemu dengannya sebelum aku kembali kemari,"
Daven menoleh, "apa katamu?"
"Yah," Dino berbalik dan bersandar pada meja. "Dia yang menyuruhku kembali,"
"Dia baik baik saja?" tanya Daven lebih jauh lagi, matanya tampak khawatir.
Dino menggeleng, "dia tersenyum tapi matanya bersedih. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa keluar dari sana walau hanya sebentar. Dia menemui ku di pinggir sungai, dia bilang aku harus kembali sekaligus,"
"Apa?" Daven penasaran.
"Sekaligus mencari mate ku," lanjut Dino.
Daven menepuk pundak Dino, "Sedalam itu kah perasaanmu untuknya?"
Dino menghela nafas, "rasanya aku ingin menangis jika mengingatnya,"
"Jangan menangis sekarang, kau bisa menangis nanti," ucap Daven.
Setelah cafe tutup Dino duduk di bawah meja kasir, seekor kucing mendekatinya. Ia mengeong, "naya," Dino tersenyum dan memanggil kucing itu "kau pasti rindu ibumu,"
"Aku akan jadi ayahmu mulai sekarang," Dino mengambil makanan kucing untuk Soya. Mereka tertidur bersebelahan sampai pagi.
Keesokannya Dino terbangun pagi pagi buta karena suara pintu cafe yang dipaksa untuk dibuka. Ia mengusap matanya, melihat ke arah pintu. "Kakak?" ia segera membuka pintu cafe. Charlie dan Gabriel masuk dan langsung tumbang. Tubuh mereka penuh luka. "Apa yang terjadi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Will of The Moon
Manusia Serigala"Dihadapan bulan kami membuat sumpah dan hal itu tidak akan pernah terlanggar. Aku akan selalu menjadi matamu dan kau akan selalu menjadi penenangku" Sebuah kisah yang sudah terlampau jauh untuk diingat oleh Alice kembali berlanjut. Namun semuanya t...