Chapter 18

26 5 0
                                    

"Gila kau Ed, hampir saja jantungku mau copot," protes Hugo. Ia merubah dirinya kembali menjadi diri Hugo sendiri.

"Ah sudahlah, terima kasih. Bagaimana rasanya dipeluk Neona? Aku sungguh iri," Edward menyesal. Tapi bagaimana? Jika didekat Neona ia tidak dapat mengontrol dirinya sendiri.

Hugo tersenyum jahil, "Hangat, tubuhnya yang mungil itu baunya seperti bayi, rambutnya lembut dan,"

Edward memotong kalimat Hugo, "Coba kau teruskan lagi akan ku kembalikan kau ke peti mu!" ia hendak memukul Hugo. Berani beraninya ia berkata seperti itu didepan Edward.

"Ahahaha iya iya, sudahlah Stephen memanggilku. Aku akan kembali," Hugo pergi dari hadapan Edward.

*

"Kau kenapa Daven?" tanya Charlie. "Kau nampak gelisah, cerita saja kenapa harus di tutup tutupi,"

Daven tersenyum miring, "Entahlah Charlie, aku terlalu cemas akhir-akhir ini,"

"Kata Neona kau tidak memperbolehkannya keluar rumah, kenapa kak?" tanya Dino, dia agak ragu menanyakannya tapi ini demi Neona.

"Aku hanya takut, padahal aku tahu adikku itu anak yang bisa di andalkan. Tapi aku takut terjadi hal buruk padanya," Daven menepuk pundak Dino, "Dia pasti mengeluh lagi pada mu kan?"

Dino menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Hehe, iya,"

Charlie menyipitkan mata, kok jadi Dino yang dekat dengan Neona. "apa yang kau khawatir kan Dav, biarkan dia bebas. Bukannya kalian terlalu sering mengurungnya,"

Daven mengangguk mengiyakan perkataan Charlie, hatinya sedikit melunak setelah itu. Dino yang pandai melihat kesempatan pun langsung meminta izin untuk mengajak Neona pergi. Hal itu di setujui Daven, kini Charlie agak kesal karena adiknya pergi bersama gadis yang ia sukai.

"Sudah lah Charlie, nanti kau akan ada kesempatan berduaan dengan Neona," goda Daven. Charlie hanya berdecak dan kembali membereskan meja.

Hari ini sudah malam, cuacanya sedikit mendung jadi bulan pun tertutup awan. Daven menunggu Alice untuk pulang, ia sebenarnya ingin menjemput Alice. Tapi Alice bilang tidak perlu karena ia akan pergi ke acara temannya. Namun semakin dipikir, semakin gelisah perasaan Daven. Kepercayaannya pada Alice sedikit goyah, ia takut Alice berbohong dan malah pergi dengan Edward. Bahkan telpon dan pesan dari Daven pun tak mendapat balasan. 'Kenapa lama? Apa aku harus menjemputnya, ya aku butuh kejelasan bahwa semua ini hanya kekhawatiranku,'

Daven mengambil jaketnya dan keluar untuk menjemput Alice. Ia berjalan sambil berfikir apa yang harus ia lakukan setelah ini, dia merasa sangat payah dalam hubungan ini. Sepanjang perjalanan ia  sesekali mampir ke toko toko suvenir  atau toko bunga untuk melihat lihat apa yang harus ia bawa untuk Alice.

"Terimakasih ya sudah datang,"

"Hati hati,"

"Sampai jumpa besok,"

Kerumunan orang keluar dari sebuah gedung apartemen, begitu juga Alice dan Edward. Mereka selesai mengunjungi  acara teman sekolahnya. "Aku tidak menyangka bisa bisanya mereka bertunangan," Edward terkekeh.

Alice mengangguk, "Ahaha kau benar Ed, padahal dulu ketika dikelas mereka selalu bertengkar bahkan pada hal yang sepele,"

"Kau juga akan menikah kan Alice, kenapa kalian semua menikah begitu cepat? Tinggal aku sendirian sekarang," Edward menghela nafas, ia tak sedih namun ia hanya berfikir kenapa semudah itu mereka menikah?

The Will of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang