"Aku akan menjemput Alice, kalian berdua jaga cafe. Charlie jangan macam macam," Daven menatap Charlie dengan tajam.
Charlie mengangguk, seberani apa dia dengan Daven yang kalau mengamuk seperti serigala gila. Ia bahkan menjaga jarak dengan adiknya sepanjang satu meter setengah seharian ini.
Daven menjemput Alice, ia menunggu didepan gedung sambil bermain ponselnya. "Boo!" Alice mencoba mengejutkan Daven. Sebenarnya ia tidak terkejut karena sudah mencium aroma Alice sedari tadi.
"Bagaimana harinya?" Daven merengkuh pundak Alice sambil berjalan bersamanya untuk pulang.
"Menyenangkan, tadi aku dapat bonus gaji ehehe," Alice memeluk pinggang Daven dengan satu tangannya.
"Bagus dong kamu bisa bayarin aku dan Neona makan," goda Daven.
"Aku juga mikir begitu, ayo beli makanan lalu kita makan bersama pas tutup nanti," usul Alice. Mereka pergi untuk membeli makanan di restoran terdekat. Satu ember ukuran sedang penuh ayam dan sekantong kentang goreng, serta beberapa makanan ringan lainnya.
"Aku bisa gendut nanti," ujar Daven.
Alice menarik pipi Daven, "Baguslah kan jadi gemoy,"
Mereka berdua membawa pulang banyak makanan ke rumah. Sejak ayah Alice merestui hubungan mereka berdua, Alice jadi tinggal satu rumah dengan Daven dan Neona. Tapi baguslah, rumah jadi semakin ramai dengan adanya Alice.
"Kling," satu pelanggan masuk.
"Iya pesan apa?" kata Neona. 'Oh!' Neona membulatkan matanya. Edward yang ada dihadapanya juga jadi diam, mereka saling tatap. Telinga Edward memerah, sedangkan ditelinga Neona berisik dengan bisik Mate. Sebelum mereka berdua berinteraksi selayaknya pasangan, bisikan atau reaksi seperti yang dirasakan mereka berdua tidak akan berhenti malah akan menjadi jadi .
Charlie yang mencium aroma Vampire dari tubuh Edward mulai geram, ia menatap Edward tajam dan mengepalkan tangan. Neona menahan tangannya saat Charlie hendak maju, "Dia kan customer," kata Neona.
Neona tidak tahu kenapa Charlie geram saat bertemu Edward, penciumannya belum bisa mendeteksi mana Manusia, Vampire, atau Werewolf. "Pesan apa?" ia tersenyum pada Edward.
"Hmm, es Americano satu ya," kata Edward. Ia membayarnya sambil gugup saat menyerahkan uangnya.
Neona mengutak atik mesin pencatat pesanan "Akan ku buatkan pesananmu, tolong tunggu sebentar," ucap Neona. Ia membuatkan pesanan Edward, Charlie memantau Edward dari tempat pengisian es. Berani sekali Edward datang kemari, walau tahu cafe ini milik musuhnya.
Neona menulis nama di gelas milik Edward. 'Ooo namanya Edward ehehe,' ia menggambar beberapa hati berukuran kecil di ujung nama Edward dan memasukan es serta kopinya.
Edward sudah berada di meja pengambilan pesanan, ia begitu agar Neona tak memanggil namanya. "Ini satu es americano, terima kasih datang kembali yaa," Neona menyodorkan sebuah gelas dan sedotan.
Edward hanya diam dah berlalu begitu saja, saat sudah diluar cafe ia melihat namanya digelas yang ditulis oleh Neona. "Edward 💞" ia menggeleng dan tersenyum.
*
Daven dan Alice kembali saat Neona dan Charlie selesai dengan pesanan terakhir di hari itu. Daven yang melihat sudah tidak ada pelanggan lagi langsung membalik tulisan menjadi tutup. Ia mematikan lampu depan dan beberapa lampu di sudut ruangan. Menyisakan satu lampu di dekat meja barista.
"Ayo makan," ajak Daven. Alice sedang menata meja dan makanan untuk mereka.
Neona berlari kecil menyusul kakanya dan membantu Alice. "Tumben," katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Will of The Moon
Werewolf"Dihadapan bulan kami membuat sumpah dan hal itu tidak akan pernah terlanggar. Aku akan selalu menjadi matamu dan kau akan selalu menjadi penenangku" Sebuah kisah yang sudah terlampau jauh untuk diingat oleh Alice kembali berlanjut. Namun semuanya t...