XXII

924 141 22
                                    

"Hah! Apa?"

"Kau bermimpi buruk? Matamu bergerak gelisah, dan kau juga menggeram-geram, Adik."

Seta belum beranjak sesentipun, setelah terkejut karena Quint membangunkannya. Dia masih terbuntal selimut mewahnya, sampai setengah kepala. Sangatlah gemas, melihat cara tidur Seta.

"Aku lupa bermimpi apa."

"Ayo bangun," Quint menarik pelan selimut yang membungkus Seta. "Kau bahkan belum makan. Kau tidur dari kemarin, sampai pagi ini."

"Aku lemas."

Niat Quint adalah membantu menarik Seta bangun, tapi setelah menyentuh lengan Seta, Quint beralih menyentuh dahi dan leher Seta. "Kenapa panas sekali." Berbalik menghadap belakang. "Vin, ambilkan ramuan. Kenapa? Kau tidak mau? Jolyon yang menyelamatkanmu, kalau kau ingat."

Vin hampir tak percaya, Kakaknya sengaja mengingatkannya. Meskipun dirinya tak akan lupa. Wajahnya memang datar, tapi dia juga punya rasa kemanusiaan. Apa Kakaknya ini dendam padanya?

Cukup lama, hanya untuk pergi bertemu tabib istana, dan meminta ramuan padanya. Karena bangunannya terpisah. "Ini," Vin memberikan sebuah bejana perak berisi ramuan obat, yang kalau Vin sakit pun, dia tak akan minum itu. Karena baunya sangat menyengat, membuatnya mual dan malah gagal masuk ke perut.

"Jolyon, bangun sebentar, minum ini."

Kan? Seta yang baru menyentuhnya saja sudah mengernyit. "Aku mual." Benar kan?

"Ayolah, ini akan membuatmu lebih baik." Paksa Quint. "Aku bahkan sering meminumnya untuk menjaga staminaku."

Hampir saja Vin terbahak. Memang cuma Quint yang tahan atau memang karena cuma dia yang suka?

Kelihatan terpaksa, Seta meminumnya. Sumpah, lebih enak minuman kesehatan dari Jess--yang bahkan tidak dia suka--daripada ramuan ini.

"Jangan dimuntahkan." Quint ini sungguh pemaksa, ya? Seta bahkan terlihat ingin menangis. Karena perutnya serasa di aduk-aduk.

"Kak, jangan terlalu keras."

"Itu obat, tahu."

"Iya tahu. Dan aku tahu rasanya bagaimana." Vin agak kesal sebenarnya. Kalau perihal kesehatan, memang Quint lumayan ketat peraturannya. Malah berbanding terbalik dengan Wyns, yang terbilang santai. Mendekati Seta, "Kalau mau muntah, muntah saja, tidak enak menahannya."

Seta menggeleng, dia mencoba menghargai apa yang diberikan. Agar supaya, dia sembuh. "Sudah, sudah lebih baik. Terima kasih."

Kembali lagi berbaring di ranjangnya. Dan dalam hitungan menit, Seta berangsur nyenyak.

"Sudah tidur." Monolog Vin. Memang, ramuan itu juga merupakan obat tidur paling mujarab. Memaksa mata untuk memejam.

"Vin." Vin memutar badannya, menghadap Quint yang tengah berdiri menghadap jendela. "Aku merasa ada yang tidak beres, sejak kau dan Jolyon berada di Velnias Miskas--a, tidak. Sejak kejadian Jolyon terluka di pasar."

Menerawang sedikit ke belakang, Vin masih sadar saat Kakaknya itu meneriakan suatu kata dalam bahasa kuno. Tidak ada catatan untuk itu, karena bahasa kuno digunakan manusia berkomunikasi dengan iblis dan berkaitan dengan sebangsanya. Lalu Quint? Belajar dari mana? Dia juga tak pernah membahas itu pada Vin, juga Kakak-Kakaknya yang lain.

"Sudahlah, lupakan. Semua baik-baik saja."

"Kau bohong Vin."

"Tentang apa?"

"Tentang semua hal disini yang baik-baik saja. Aku memang selalu di kastil. Tapi aku juga ingin tahu keadaan negeri." Vin masih bungkam.

"Apalagi kejadian kemarin, Jolyon hampir mati kesekian kalinya. Ini bukan perkara biasa. Aku tahu, kau menyembunyikan sesuatu. Bahkan bukan hanya kau, tapi kalian."

"Lalu, kalau memang ada sesuatu. Kakak mau apa?" Seketika wajah Quint berubah ekspresi. "Disini kita juga takut Kak, akan sesuatu yang menakutkan. Kita tidak mau siapapun terluka. Kakak tahu, kita disini untuk melindungimu."

Quint menatap Vin marah, "Melindungiku dari apa? Aku memang lemah, tapi aku tidak serapuh itu untuk terus dijaga. Aku bisa jaga diri, kalau aku diperbolehkan berlatih bertarung. Tapi kalian selalu saja melarang ini, melarang itu. Lalu aku bisa apa!?"

"Sadarkah kau Quint?" Atensi keduannya beralih pada ambang pintu. "Kami tidak bisa selalu ada di dekatmu, ketimbang Vin yang hampir pasti ada waktu untukmu. Kau tahu betul, apa yang selama ini mengincarmu. Kau tidak lupa, kan? Atau kau pura-pura lupa? Tidak semua hal bisa kau ketahui. Lebih baik kau tidak tahu, atau kau akan sakit hati dan tak mau menerimanya." Arsus mengakhirinya dengan opsi yang membuat Quint makin kesal.

"Kalian menyebalkan."

Memilih pergi, menuju sungai kecil dekat istana. Mendengarkan gemericik air sepertinya akan menenangkannya. Dingin, membiarkan jemari-jemarinya menyentuh air disana.

"Maaf," Quint tak perlu menengok untuk tahu siapa yang datang, sepertinya sang Kakak tertua mengikutinya sampai sini. Secemas itukah? "Kami hanya tidak mau, kehilangan orang yang kami sayangi." Alasan itu lagi.

"Bukankah lebih baik aku tidak ada, beban kalian berkurang sedikit." Arsus menahan kegeramannya, Quint sangat bebal di beri tahu, ketika merajuk, mirip perawan.

"Kau pikir itu menyelesaikan masalah?" Quint membuang muka. Rasanya cukup menyesakkan, dia sensitif dan mudah menangis. Apalagi saat Kakaknya begini. Quint merasa disudutkan. "Kau itu aneh, kau hapal segala makhluk Velnias Miskas, kau hapal segala bentuk iblis di seluruh Negeri. Tapi kau tidak ingat, kalau kau--rentan terhadap mereka." Arsus merendahkan suaranya di akhir kalimat.

"Menjagamu, adalah janji kami pada Ibunda dan Ayah. Kalau kami gagal, itu artinya kami juga gagal melaksanakan tugas kami. Kau tidak bisa semaunya sendiri Quint."

Bruk!

Arsus melangkah mundur beberapa inci ketika tubuhnya ditubruk Quint, yang mulai menangis, dan memeluknya erat. Adiknya ini adalah tipe orang yang kalau marah akan langsung menangis. Dan tak bisa lama-lama.

Tangan Arsus meraih pucuk kepala Quint, mengelusnya pelan. Dia tak bisa marah pada Quint, semua orang tahu itu. Tidak ada yang protes. Karena hanya si paling tua yang bisa bicara langsung pada Quint, dan dia pula yang tahan dengan sikap Adiknya itu. Sebab, kalau yang lain yang menangani, mereka sudah emosi lebih dulu dengan kesensitifan Quint.

'''

Disisi lain, jauh di dalam Velnias Miskas. Suatu makhluk, yang disebut penyihir terkutuk, Malum dengan rupa aslinya--wajah putih pucat, ukurannya kecil, mata hampir keluar, mulut yang robek, dan tidak utuh bagian rahang hingga dagu, hingga mengalirkan darah hitam disana. Suara tawanya yang menyebalkan, membawa kengerian di tengah hutan yang sunyi.

 Suara tawanya yang menyebalkan, membawa kengerian di tengah hutan yang sunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Quint, adducsilus corporum sanguisnis. Viventum aut mortem. Venimus!" Suaranya meringik namun jelas.

Bala makhluknya langsung melesat ke atas bak kilat. Lalu mendarat ke tanah yang lain, tanah di luar Velnias Miskas. Berubah wujud menjadi manusia, wanita cantik nan anggun, dengan senyum indah bagai peri. []

Hoiland
Wonosobo, 2021, 4 April.

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang