XXIII

881 147 18
                                    

Desir udara yang bergerak di luar sana, tak mengganggu pemuda yang bergelung di bawah selimut. Masih dengan suhu tubuh yang cukup tinggi.

Namun, di antara sang angin. Mengambang sebuah bayangan hitam. Rupanya hanya jubah berasap, dan jemari tengkorak hitam. Menatap Seta, tanpa bergerak.

 Menatap Seta, tanpa bergerak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Parare vos destruatur."

'''

"Eungh."

Satu lenguhan keluar dari dua belah bibir merah muda itu, dan kembali terkejut karena Wyns sudah di depan muka, tengah memegang pergelangan tangannya seraya memejam.

Kembali membuka matanya, lalu menempelkan punggung tangannya ke leher Seta. "Sudah lebih baik dari tadi malam."

Apa? Tadi malam? "Kau menggigil parah." Mengingat semalam, Wyns datang ke kamar Seta, karena perasaannya tak enak. Benar saja, tubuh Seta menggigil kencang, pula dengan suhu yang naik. Namun, yang membuat Wyns tetap berada disana adalah ketika Seta menangis dalam tidurnya. Entah mimpi buruk atau sejenisnya. Tapi, itu mampu membuat Wyns menggenggam jemari Seta.

"Kau bisa bangun?" Seta perlahan mendudukkan dirinya. Namun, tangannya reflek menutup mulut, karena sesuatu bergejolak hendak keluar. "Muntahkan." Wyns mengasongkan bejana tembaga, yang sudah dia siapkan bersama kebutuhan Seta, tadi pagi.

Terus saja menggeleng, Seta merasa tidak enak dengan Wyns dan yang lain. Dia terus saja merepotkan. "Tak apa, muntahkan."

Tak tahan, Seta mengambil bejana di tangan Wyns, dan mendekatkan wajahnya ke sana. Membelalak, ketika dirinya bukan muntah air, karena sejak kemarin dia tidak makan sama sekali, walaupun dibawakan. Hanya air yang dia telan.

Sebagian menempel di tangannya, dan mulai bergetar, takut, panik, lalu menatap Wyns, dengan mata basah.

Sebagian menempel di tangannya, dan mulai bergetar, takut, panik, lalu menatap Wyns, dengan mata basah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seta takut, dia memiliki penyakit menyeramkan, seperti kanker misalnya. "Tak apa, kau baik-baik saja." Seta tak yakin dengan ucapan Wyns. Baik-baik saja? Tapi muntah darah?

Menarik bejana itu dan menutupnya dengan kain. Sebelum memeluk Seta. Lalu menepuk punggung itu pelan. "Kau tidak kenapa-napa, Jolyon." Yakinnya pada Seta. Padahal dirinya sendiri pun kalut. Dirinya sudah menduga, tadi malam dia merasakannya. Gelang pelindung Ibunda, sedikit banyak menolong Seta.

"Malam ini dan seterusnya, kau tidur dengan Vin. Aku akan bicara dengannya." Ujar Wyns, sembari mengelap sisa darah di mulut dan tangannya dengan kain bersih lainnya. Lalu memberinya minum.

"Maaf, sudah merepotkan."

Menggeleng pelan, "Aku tidak mau kau sendiri. Kami janji, akan menjagamu, Jolyon."

Ada rasa hangat di dalam sana. Seta pula terhenyak ketika Wyns tiba-tiba tersenyum. Baru kali ini dia melihatnya bibir tipis itu terangkat sempurna. Begitu indah, sampai Seta kira semua ini hanya sebuah mimpi. Semoga tak berakhir begitu saja.

'''

"Jolyon, dia tidur bersamaku."

"Tidak."

"Kumohon, Kakak."

"Tidak, Quint." Final Wyns, karena sejak dia memberi mandat Seta tidur dengan Vin. Quint terus saja merengek.

Bukan tidak boleh Seta tidur dengan Quint. Hanya saja, dia harap, ada seseorang yang punya kewaspadaan tinggi berada dekat dengan Seta. Itu yang Wyns mau.

"Kau tahu, kau selalu ramai ketika ada orang sakit. Aku tidak mau itu terjadi."

"Apa yang Kakak maksud, kalau aku itu menyusahkan?" Wyns berhenti di langkah entah keberapa. Sejak pergi dari paviliun tabib, Quint mengikutinya.

"Jangan mulai Quint. Aku tidak dalam pikiran yang tenang."

Quint terkekeh sinis. "Kenapa, Kak? Apa yang membuatmu begitu?"

"Quint, berhenti sekarang."

"Kakak pilih kasih."

"Diam, Quint!"

Segera Arsus berdiri di tengah-tengah mereka. Lalu menatap Quint lembut. "Jangan ganggu Kakakmu, dulu. Pergilah." Menurut, Quint pergi dengan menghentakkan kakinya pada lantai. Kesal setengah mati.

Beralih ke Wyns. "Ada apa?"

Menarik napasnya panjang sebelum mengungkapkan sesuatu pada Arsus. "Kita tidak bisa bicara disini."

Berlalu ke sebuah ruangan yang bahkan bisa dihitung memakai jari dijamah para pangeran disana. Di perpustakaan, lantai dua, di balik rak buku. Kalau Seta sudah menemukannya, mungkin dia akan membicarakannya. Tapi, nyatanya belum.

Sebuah ruangan yang mereka tata dengan rapi, bersih dan nyaman. Lukisan-lukisan keluarga kerajaan berada disana. Termasuk lukisan Ayah dan Ibunda. Mengapa disimpan? Semua sepakat, karena mereka tak mau bersedih di depan potret mereka. Tapi, tetap tak akan pernah lupa dengan kedua orang tua mereka.

"Mea, ada Mea di dekatnya." Wyns memulai percakapan. Mea--sang pelahap jiwa. Sekali ada makhluk itu disana. Dia akan terus-menerus menghisap jiwa, sampai habis dan kemudian tewas. "Jolyon tidak dalam keadaan aman."

Arsus menghela napasnya frustasi. Semakin waktu bergerak maju. Semakin sering pula iblis mendekat. Ini tidak bisa di abaikan. "Apakah hadirnya Jolyon di tengah-tengah kita adalah sesuatu yang salah?"

"Tidak Kak. Adanya Jolyon memang buruk, tapi baiknya pula ketika dia ada disini."

"Maksudmu?"

"Tidak ada yang tahu di antara kita, termasuk Wazee. Karena jawaban hanya ada di Jolyon. Dia harus hidup. Tapi kemungkinan mati, juga amat besar. Karena Mea, juga tanda bahwa kematian seseorang di antara kita, semakin dekat."

'''

Masih terjadi perdebatan, kali ini Quint dan Vin. Seta sampai pening kepalanya karena mereka berdua.

"Jolyon yang putuskan!" Teriak Vin. Karena Kakaknya itu tak mau mengalah sama sekali. Vin menghadap Seta, meminta jawaban.

Menggaruk kepalanya, Seta bingung. Dia sudah di wanti-wanti oleh Wyns, agar tidur dengan Vin. Apapun yang Quint lakukan.

"Aku akan menuruti ucapan Kak Wyns. Maaf, Kak." Matanya menatap Quint melas. "Atau, kenapa Kakak tidak ikut tidur juga di kamar Kak Vin?" Seta memberi saran.

"Tidak mau, kamar Vin bau, kau tahu? Dia jarang mandi." Seta melotot tak percaya.

"Enak saja, Kakak jangan menuduh sembarangan, ya?!"

"Aku punya penciuman yang tajam. Sekali kau tidak mandi, pasti ketahuan. Apa? Mau mengelak, Vin?"

"Jolyon, jangan percaya dengan manusia satu ini. Dia hanya ingin mencoba mengubah pilihanmu."

"Jolyon, ingat, kau tidak akan tahan di langkah pertama, kau menginjakkan kakimu di lantai kamar Vin."

Astaga! Mau sampai kapan mereka bergaduh macam itu? Hanya perkara tidur. Kenapa mereka malah cari perkara lain? Bagus sekali. []

Hoiland
Wonosobo, 2021, 7 April.

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang