Entah kenapa hari ini Fawn terus-terusan melakukan kesalahan. Seperti membuang isi telur ke tempat sampah alih-alih mencampurkannya ke adonan.
Memberikan pesanan yang salah juga sudah berkali-kali Fawn lakukan. Flo yang sedang libur dan ikut membantu menatap wanita itu sedih dan penasaran. Kenapa sang ibu kehilangan fokus hari ini? Tidak seperti biasanya.
"Istirahatlah dulu, Bu. Aku akan mengurusnya."
"Mana bisa seperti itu. Kau harus belajar, Flo. Nanti kau lelah," tolak Fawn lembut.
"Tapi, Bu ...." Belum juga kalimat Flo selesai. Keduanya terkejut ketika petugas polisi yang mereka kenal seakan tergesa dan memberitahukan sesuatu.
"Seta, sesuatu terjadi padanya ...."
Dunia Fawn seakan tanpa suara. Dia hanya mendengar secara samar penjelasan dari petugas. Aktivitas jantungnya meningkat tak selaras dengan tubuhnya yang minim respon.
"Bu!" Flo menyadarkan Fawn yang memucat secara kilat. "Ibu pergilah lebih dulu, aku akan menyusul."
Rasa gelisah terus muncul menyebabkan panik berlebihan. Apalagi ketika sang petugas berkata Seta jatuh ke jurang.
Meskipun bukan darah daging Fawn, tetapi Seta sudah seperti anak kandungnya. Wanita itu terus mencoba berpikir positif. Menyatukan tangan, berdoa sepanjang jalan menuju rumah sakit. Semoga Tuhan senantiasa menjaga putranya dalam keadaan baik.
Namun, semua yang diharapkan Fawn sepertinya berbanding terbalik. Seta ditemukan 30 menit setelah Jess melaporkan bahwa dia kehilangan rekan kerja dan hanya Eve yang kembali tanpa penunggang.
Jess bersama teman-teman mencari Seta lebih dulu. Dibantu beberapa petugas jaga pos gunung tak jauh dari peternakan, jikalau Seta berada di tempat sulit dan membutuhkan peralatan pendakian. Mereka akan sangat berguna.
Benar saja, Seta tergeletak di lembah landai setelah terjatuh dari atas tebing. Keadaan Seta kritis, pemuda itu segera dievakuasi menggunakan heli setelah diberi pertolongan pertama, karena tanda vital Seta melemah seiring waktu berjalan.
Pesawat udara bersayap putar yang membawa Seta tiba di atap rumah sakit tepat pada landasan helikopter. Tak butuh waktu lama, Seta sudah berada di dalam lift menuju IGD yang berada di lantai dasar.
Di saat yang sama mobil patwal yang membawa Fawn pun tiba di lobi depan IGD. Satu langkah Fawn memasuki bangunan itu, pintu lift di seberang tempat dia berdiri pun terbuka. Itu Seta bersama beberapa orang petugas pertolongan dari helikopter.
Terpaku dan tak sanggup melihat, hanya saja matanya tak mau beralih pandang ketika Seta yang terbaring, terpejam begitu erat dan menggunakan penyangga leher lewat di hadapan. Tanpa di suruh, Fawn menangis sejadi-jadinya.
Sedangkan dokter-dokter yang bertugas mulai bergerak memberikan pertolongan lanjutan kepada seorang pasien. Merobek baju yang Seta pakai dan alangkah terkejutnya mereka dengan luka yang parah di area perut.
"Pasien kehilangan detak jantung!"
Situasi kritis membuat semua petugas medis, baik dokter maupun perawat memberikan perhatian lebih pada pasien. Tampak kegelisahan dalam raut mereka, tetapi dalam hati ingin sekali pasien itu selamat.
Tak ayal, Fawn yang hanya bisa memandang dari balik bilik kaca tembus pandang terus saja bergumam-gumam memanggil Seta.
"Tuhan, jangan ambil anakku. Ku mohon. Ku mohon jangan ambil dia." Meminta pada Tuhan adalah cara terakhir yang bisa Fawn lakukan. Hanya itu. Dia berharap doa itu terkabul.
Namun, paras lelah di dalam sana membuat hati Fawn berdenyut nyeri. Pasalnya seluruh petugas medis berhenti menyentuh tubuh yang terbaring diam di brankar. Mereka menarik diri meninggalkan Seta setelah sebelumnya melepaskan segala alat bantu bernapas dan hidup anak itu.
"Kalian pasti bercanda," tutur Fawn seraya merangsek masuk ke ruangan dan memandang sengit paramedis yang menunduk dalam, tetapi belum beranjak dari sana.
"Kami minta maaf."
"Tidak, jangan katakan itu. Putraku tidak mati!" Beringsut memeluk Seta yang telanjang dada. Fawn histeris di sana, apalagi luka sobek tak beraturan di perut Seta membuat wanita itu semakin keras menangis. "Ini pasti sakit ya, Nak?"
Flo mematung memperhatikan kejadian di depan matanya. Dalam diam dia pun meneteskan air mata di sudut matanya tatkala sang ibu dengan tangan penuh noda darah habis menyentuh sedikit luka di perut Seta. Wanita itu memegang pipi Seta yang masih terasa agak hangat, lalu menempel-nempelkan keningnya ke pelipis Seta. Di sela tangisan sesaknya dia berkata, "Kita pulang saja, Nak. Aku bisa obati lukamu, dokter di sini bodoh semua. Aku yang bisa. Tenang ya!"
Fawn merapikan dan berusaha menyatukan kaos Seta yang terbelah dua. "Flo, bantu ibu!" katanya, sambil menoleh ke belakang. "Cepat! Seta kesakitan."
Flo membeku di tempat, air mukanya semakin kusut, alisnya bertaut membingkai matanya yang memerah dan berair. "Ibu ... Seta tidak akan ... kesakitan lagi." Pemuda itu menarik napas panjang. "Seta sudah meninggal, Ibu," lanjutnya.
Wanita itu melotot, lalu cepat memalingkan wajahnya dari Flo. Kedua tangannya cekatan menutup kedua telinga Seta. "Tidak. Jangan dengar itu, Seta, Flo memang suka bercanda kelewatan. Seta cuma tidur sebentar, 'kan?"
Fawn semakin tak rasional hingga ibu panti yang juga seorang suster kepala. Mendekati wanita yang belum terima dengan kenyataan. "Sudah, Bu. Relakan Seta. Biarkan dia damai di sisi-Nya."
Suster kepala menatap Seta dan semakin mendekat pada pemuda yang kini bahkan tak menunjukkan tanda kehidupan. Biarawati itu menyugar rambut Seta lembut. "Orang yang engkau kasihi adalah orang yang baik, dia adalah hamba Tuhan yang selalu mendengarkan dan turut dalam perintah Tuhan maka yakinlah di Mazmur 116:15 ; Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya."
|||
3 hari setelah kejadian.
Tempat kejadian perkara di mana Seta terjatuh masih dikelilingi garis polisi. Dua detektif yang ditugaskan menangani kasus tersebut tengah meninjau kembali lokasi.
"Tidak ada bukti apapun, benar-benar bersih," kata ketua tim dari divisi kejahatan dan kekerasan bernama Darren.
"Kau ingat luka tusuk di tangan dan di perut korban?" Darren mengangguk dan membuang napas kasar setelahnya.
"Seperti bor. Pasti amat sangat sakit dan menyiksa. Lagipula tidak mungkin jika tertusuk ranting atau batang pepohonan. Karena memang tidak ada jejaknya sama sekali. Harusnya pelaku meninggalkan bukti, sekecil apapun itu." Marc, anak buah Darren mengiyakan.
"Mungkin ulah arwah gentayangan."
"Kau ini bicara apa?"
"Dengar-dengar, ada kasus aneh juga di ibukota." Darren melirik Marc yang mulai mengoceh kembali. "Kabar itu sudah masuk stasiun berita di TV dan platform-platform terkenal beberapa hari ini. Kau mau lihat?" Marc mulai mengotak-atik ponselnya, lalu menunjukkan apa yang tersaji pada sebuah video berdurasi 3 menit tersebut. Darren hanya menyimak saja sampai selesai tanpa berkomentar apa-apa.
Setelahnya, kedua detektif itu memilih meninggalkan lokasi guna kembali ke kantor. Sungguh Darren frustasi dengan kasus yang dia tangani kali ini. Persoalan yang benar-benar menyulitkan dia dan seluruh timnya. Sedangkan masih banyak urusan lain yang menunggu untuk diselesaikan.
Sejenak merenung di kursi putar yang Darren duduki. Memikirkan kembali celotehan Marc di tempat kejadian perkara. Otak Darren seakan terus terpatri dengan kasus aneh yang Marc perlihatkan.
Kepalanya mendadak menemukan solusi, melalui ponselnya Darren coba menghubungi kantor wilayah yang menangani kasus tersebut, guna mendapat informasi kontak polisi yang mengurus langsung. Darren pikir dia harus berkoordinasi dan saling bertukar penjelasan serta data agar kasus yang terbilang 'mirip' ini bisa menemui titik terang. []
Hoiland
Wonosobo, 2022 Januari 26

KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓
خيال (فانتازيا)[FINAL] "Hei, pemuda! Kau akan mengalami kejadian luar biasa." Bermula dari jatuh ke jurang. Tiba-tiba terbangun di sebuah tempat yang tak dia kenal bernama Entrella. Bertemu dengan orang-orang ajaib bagi benak pemuda itu. Di sana, dia dihadapkan pe...