XV

901 144 14
                                    

Yang ada di benak para dayang dan penjaga, maupun pengawal adalah, kemana gerangan Seta pergi? Kepanikan melanda. Mereka tengah kelimpungan mencari keberadaan Seta.

Mereka hanya takut, kalau Seta dibawa iblis dan sejenisnya. Ya, kejadian waktu itu pasti mereka otomatis tahu, namun mereka sudah paham harus bagaimana, yaitu diam.

"Kau menemukannya?" Seorang dayang yang bertugas membawa makanan ke kamar Seta, bertanya pada pengawal. Namun, lagi-lagi gelengan yang dia dapat. "Kemana dia pergi?"

"Kita harus bagaimana? Besok adalah kepulangan para pangeran bukan?"

"Kita harus tetap mencarinya. Aku takut kalau dia bahkan sampai hutan. Bagaimana kalau itu terjadi?"

Semalaman, bahkan sampai pagi menjelang. Pengawal, dirangkap prajurit mencari Seta. Berkeliling hingga hutan, dan pedesaan. Namun nihil, sampai akhirnya para pangeran tiba di kastil.

"Tuan Seta menghilang." Seketika semuanya merasa panik. Kecuali satu orang yang merasa senang, tapi belum merasa menang. Sebab kepergian Seta, membuat Kakak-Kakaknya juga bergerak mencari. Dan dirinya juga di perintah langsung oleh Arsus. Dari sana pula, Vin diketahui berperilaku buruk pada Seta.

Pencarian mulai menyebar, menyeluruh, sampai pula ke pasar-pasar. Namun, hasilnya sama saja. Tidak ketemu. Kembali di hentikan saat menjelang petang.

Karena tak kunjung menemukan, Noe minta salah satu prajuritnya yang pandai melukis, membuat sketsa wajah Seta. Lalu, bergegas memasang sayembara tersebut, di tempat-tempat umum di pagi harinya. Pula mengumumkannya secara langsung.

"Siapapun yang melihat atau menemukan dia, pangeran akan memberikan kalian imbalan sesuai keinginan kalian."

Dan yang tengah dicari, tenyata sedang mulai terbiasa dengan pekerjaannya. Kedai itu semakin ramai para gadis atau wanita? Bagaimana tidak? Seta menarik perhatian mereka. Sengaja berlama-lama memilih, atau sekedar duduk menikmati roti yang bahkan sudah dingin, karena terlalu lama memandangi ketampanan Seta. Tapi, tak disangka, ada pula yang terang-terangan menggoda Seta.

Pemilik kedai juga masa bodoh, yang penting dagangannya laris dan habis.

Seperti saat ini, "Kau tampan sekali. Mau pulang ke rumahku?"

"Bibi, Bibi sudah tua. Mengalahlah. Lebih baik dia bersamaku."

"Memang kenapa kalau tua? Kan malah lebih matang, dibanding dirimu, belum berpengalaman." Debat pelanggan di depan Seta, yang sedari tadi tidak berhenti. Pusing rasanya. Seta juga tak menganggap itu serius. Okelah, dia tidak pernah mendapat perlakuan begini dari para wanita di dunia nyata--katakan saja seperti itu. Seta hanya menganggap kelakuan genit mereka itu wajar.

"Ron, tolong ambilkan gandum di lumbung. Kita kehabisan bahan." Seta langsung saja bergegas, mengikuti perintah dari bos barunya.

Sembari bersenandung ria. Seta pergi ke lumbung, lewat pintu belakang. Namun, hendak keluar dari tempat penyimpanan tersebut. Langkah Seta terhenti, ketika melihat beberapa prajurit Entrella, ya, ingatan Seta cukup kuat untuk mengingat baju zirah mereka.

Masuk ke toko, Seta mengamati saja dari lumbung. Apa dia tengah di cari? Menggigit bibirnya takut-takut. Kalau-kalau mereka akan membawanya kembali ke kastil, atau bahkan menghukumnya? Ah! Jangan sampai.

Tak lama setelah itu, nampak mereka keluar dengan raut wajah frustasi. Dan pergi dari sana. Seta menggunakan kesempatan itu untuk masuk. "Kenapa lama sekali?"

"Maaf." Cuma itu yang bisa Seta ucapkan. Berjalan menunduk, karena masih cemas, ada prajurit disana.

Tenang saja Seta. Tenang.

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang