III

1.9K 233 22
                                    

Jari telunjuknya menempel pada bibir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jari telunjuknya menempel pada bibir. Mengisyaratkan dua saudara lainnya agar diam, tak membuat suara apapun. Perlahan namun pasti, busur panahnya dia siapkan. Lalu mulai membidik target.

Krasak! Gedebuk!

"Sial!" Umpat pria--berambut panjang, seputih salju--pemegang panah, karena busurnya menancap pada pohon. Akibat suara tiba-tiba yang muncul, membuat rusa, targetnya pergi.

"Suara apa itu?" Tutur salah satu, yang posisinya berada di tengah dan terbilang paling pendek. "Kita periksa."

Tiga pasang mata itu menyapu setiap jalan yang mereka lewati, sembari tetap awas terhadap sekitar. "Disana!" Teriak si pemanah. Setelah mendekat, betapa terkejutnya mereka bertiga akan sosok pemuda dalam keadaan tak sadarkan diri.

 Setelah mendekat, betapa terkejutnya mereka bertiga akan sosok pemuda dalam keadaan tak sadarkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa dia? Apa yang dilakukannya disini?" Salah satu dari mereka membuka penutup muka hitamnya. Pria yang matanya akan ikut tersenyum saat dia melengkungkan bibirnya. Surainya hitam pendek, dan memiliki warna iris yang berbeda dari saudara lainnya, yaitu hijau.

"Dia tidak sadar Quint," Lelaki bernama Quint itu menahan kesal, karena jawaban kakaknya itu--Faust.

"Aku juga tahu."

"Lalu? Mau diapakan?" Tanya Faust lagi.

Ada tatapan tidak suka dari lelaki di samping Quint. Dirinya memang tidak suka dengan orang asing. "Dia mungkin butuh pertolongan. Kita bawa saja ke kastil."

Obsidian sewarna cokelat itu mendelik, seakan tak terima apa yang ingin Quint lakukan. "Kak! Dia orang asing. Kita tidak tahu maksud dan tujuannya. Kenapa dia berada disini, Golden Wood. Mungkin dia berpura-pura terluka, untuk mengelabuhi kita." Quint memang terlalu berprasangka baik, pada semua orang.

"Vin! Bisakah tidak selalu berprasangka buruk pada orang lain?" Ucap Quint tegas.

"Berhenti kalian berdua. Quint, ambil kuda. Kita bawa ke kastil." Faust merasa sudah jengkel pada adiknya itu. Lalu memilih keputusan yang dia setujui.

"Kenapa harus ke kastil? Bawa saja ke Wazee. Lalu kembalikan ke tempat asalnya." Sergah Vin lagi.

(Wazee ; Tetua.)

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang