[FINAL]
"Hei, pemuda! Kau akan mengalami kejadian luar biasa."
Bermula dari jatuh ke jurang. Tiba-tiba terbangun di sebuah tempat yang tak dia kenal bernama Entrella. Bertemu dengan orang-orang ajaib bagi benak pemuda itu.
Di sana, dia dihadapkan pe...
Derapan dalam hening hutan itu berhenti, ketika mendengar lengking raung ngeri, terdengar hingga segala penjuru, menimbulkan gaung tak berkesudahan.
"Mungkinkah?" Noe menyuara, mencari sebuah rupa, dan ciri-ciri dari apa yang mereka dengar dalam benak memorinya.
"Mala." Celetuk Quint, di tengah keterkejutan mereka.
"Tidak mungkin. Mala tak pernah keluar selama ini." Pertama dan terakhir adalah ketika perang dulu. Lagipula, jika tak butuh sesuatu, mala tak akan keluar. Seperti dia butuh Quint, saat itu. Semakin kentara wajah khawatir ketiga Kakak Vin, ini. Munculnya mala, adalah suatu pertanda buruk.
Mala adalah yang terbesar dan terkuat dari semua naga di seluruh negeri. Bentang sayapnya begitu besar sehingga bayangannya bisa menelan seluruh negeri ketika dia lewat di atas kepala. Giginya sepanjang pedang, dan rahangnya cukup besar untuk menelan seluruh Entrella.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sisik dan sayap Mala berwarna hitam. Apinya hitam, kadang-kadang dengan pusaran merah. Ketika dia berada dalam kepenuhan kekuatannya, apinya bisa melelehkan baja dan batu, dan memadukan pasir menjadi kaca.
"Ayo Zev, lanjutkan." Perintah Noe pada alfa di depannya. Baru kali ini, hewan-hewan tak ragu untuk masuk ke Velnias Miskas. Noe saja tak tahu, apa sebabnya.
Noe, Wyns, dan Quint--yang memaksa minta ikut. Mereka berkuda, menjemput Vin, juga Seta. Mengikuti petunjuk sang alfa, yang sudah mengendus bau Vin, dari cincinnya. Melewati bangkai cù-sìth dimana-mana. Noe saja terperangah, mereka berdua bisa menghabisi cù-sìth sebanyak itu. Tak ayal, membuat Noe mengakui keberanian mereka.
Dan di tempat, dimana Vin berdiri di hadapan Mala. Tangannya bergetar, namun matanya tak pernah lepas dari benda hidup yang sangat besar itu.
Menatap nyalang, walau ketakutan tak henti menyerang. Bagaimana Vin melawan Mala? Naga ini sama sekali tak mudah untuk dikalahkan oleh dirinya seorang. Mungkin Vin sudah nampak bak semut di mata sang naga.
Tapi, tunggu. Matanya tak menatap Vin. Melainkan Seta.
"Apa yang kau inginkan!?" Teriak Vin, sungguh makhluk itu benar-benar besar. Apa si Mala ini bisa mendengarnya?
Masih menunggu, sejauh ini tak ada pergerakan dari Mala. Perasaan Vin semakin tak enak, sesekali dia menengok ke arah Seta.
Namun, secara tiba-tiba. Sang naga merundukkan kepalanya. Vin seketika menghindar, tersungkur ke arah samping kanan. "Tidak! Seta!"
Pergerakan sang naga berhenti tepat di hadapan tubuh Seta, mengendusnya. Perlahan namun pasti, mulutnya dia buka. "Jangan!" Vin mulai merangkak mendekati Seta yang jaraknya hanya beberapa meter. Namun, apa yang dilakukan Mala, membuat otot Vin menjadi kaku, dan sangat sulit digunakan untuk bergerak.
"Iustum!"
Vin hampir saja kehilangan napas. Namun, suara itu. Suara yang aangat dia kenal. Disini?
"Venimus Dom!"
Tak lama setelah Quint berbicara, Mala berbalik agak menjauh, lalu pergi. Berlalunya Mala, tak jauh berbeda seperti datangnya. Bergetar, berangin, dan penuh gaung raung.
Lega seketika, namun begitu, Vin juga merasa terkejut bukan main. Dia lelah, untuk mendekati Seta saja rasanya tak punya tenaga. Ketika sang Kakak, Arsus juga Quint berlari mendekati, pandangannya mulai memudar, lalu gelap setelahnya.
Sepanjang jalan, Wyns terus melakukan penyembuhan terhadap Seta. Di dalam kereta kuda, yang Noe pacu. Dia bahkan terkejut, bagaimana bisa Seta tidak mati? Pula, dia tatap Quint di hadapannya. Adiknya bisa bahasa kuno. Tapi, Wyns punya pemikiran lain. Sesuatu dalam diri Quintlah yang bisa melakukan itu--memerintah Mala. Apa Velnias Miskas, penyebabnya? Jangan lupakan fakta bahwa mereka mampu masuk dan keluar dengan mudahnya. Sesuatu yang tidak biasa ini, membuat Wyns tidak bisa berhenti berpikir.
"Kak, Seta bagaimana?" Setelah Wyns, berhenti untuk mengumpulkan tenaga kembali. Padahal, biasanya dia tidak selelah ini. Kenapa menangani Seta berbeda sekali rasanya.
"Buruk." Iya, memang benar-benar buruk. Begitu mustahil, untuk orang biasa selamat dari gigitan makhluk iblis Velnias Miskas. Terkecuali Seta, dia bukan manusia sembarangan.
"Selamatkan dia, Kak."
"Aku hanya bisa membantu semampuku Quint."
Beberapa jam setelahnya dan Seta sudah terbaring apik di ruang perawatan khusus keluarga kerajaan. Hampir setiap saat Wyns disana. Bukan hanya sebuah kewajiban semata. Tapi, menjaganya.
Menggenggam, dan mengusap punggung tangan Seta sebentar, sebelum keluar dari sana. "Kami berjanji, akan melindungimu."
'''
Arsus meminta semua untuk berkumpul di kamarnya, kecuali Quint--yang tengah menemani Vin. Dia dan Wyns sudah sepakat, sebagai orang tua pengganti. Mereka akan memberi pengumuman yang sangat penting. Wyns juga telah berbicara dengan wazee tentang jati diri Seta yang sebenarnya.
Gugup, sudah pasti. Bahkan Arsus dan Wyns membicarakan ini pada tengah malam, disaat semua terlelap tidur, ketika mereka pergi dari istana, tempo hari. Ini bukan sesuatu yang mudah untuk di percaya dengan logika. Tapi, semua terjadi begitu saja, jadi mau tak mau, mereka harus terima.
Lagipula, status Seta sekarang, bukanlah lagi tamu. Dia seseorang yang begitu penting saat ini.
"Aku ingin memberi tahu sesuatu. Aku dan Kak Arsus sudah memutuskan ini. Luis pernah mengatakan sesuatu tentang aura Seta. Dan itu, merah muda, persis dengan milik Ibunda.
Lalu kalian tahu, kenapa tak ada pasukan makhluk lain di Velnias Miskas? Kecuali mala?
Karena dia kenal bau Seta. Baunya sama dengan Ibunda. Mala tak akan membiarkan yang sudah tiada kembali lagi. Karena itu adalah petaka bagi mereka. Dan mereka harus membangkitkan Amren, untuk membunuh Seta--Jolyon kita."
Semua yang disana, bungkam. Mereka bahkan hampir tak berani bicara lagi. "Jadi, dia benar Adik kita?" Bibir Faust saja terasa berat untuk bertanya satu hal ini. Matanya sudah mulai buram.
Wyns mengangguk, beda lagi dengan Arsus dan Noe yang membuang muka, ke jendela kamar Arsus. Bukan, bukan mereka tak suka. Hanya saja, mereka tak tahu mau bicara apa. Antara senang, namun juga terkejut bukan main. Adik mereka, hidup? Namun, sebenarnya dia sudah mati. Atau memang kembali hidup? Sebab bagaimana mungkin Seta itu Jolyon, masih mereka terawang di benak masing-masing. Ada rasa tak percaya karena terlalu tiba-tiba. Tapi, semua hal yang tak dipungkiri ini membuat mereka, mau tak mau harus yakin terhadap apa yang terpampang nyata di muka mereka.