XL

594 84 25
                                    

Tanpa tangis, segumpal daging keluar dari jalan lahir. Semua sudah menduga sedari awal ketika sang Ratu mengandung, membawa si jabang bayi itu ke mana-mana dan berkegiatan seperti biasa.

Berbeda dari kehamilan sebelumnya. Di dalam perut Ratu, gerakan si bayi terbilang lemah. Mamia atau tabib khusus yang menangani kehamilan, telah mengatakan bahwa sang bayi dengan nama Quint itu tidak sehat.

"Maaf Yang Mulia. Menurut hamba, pangeran tidak akan bertahan lama."

Bersamaan dengan peristiwa penting bagi Raja dan seluruh keluarga di istana. Terjadi sebuah ritual terkutuk yang tengah dijalankan oleh seseorang.

"Terimalah persembahanku. Damailah di tubuhku dan berikan kekuatan penuhmu."

Ritual berlangsung cukup cepat. Namun, pelaku ritual tidak sadar bahwa kegiatannya diketahui oleh seorang pria dengan perawakan tegap dan gagah yang berdiri tak jauh di belakang. Rahang pria itu mengeras, alisnya menurun dan saling mendekat membentuk garis yang hampir vertikal. Kedua buah bibirnya menyatu dan diikuti dengan lubang hidung yang melebar.

"Kenapa kau lakukan ini, Amren?"

Pria yang dipanggil tersenyum lebar tetapi terasa ngeri. Lalu berbalik perlahan. "Eiden," bisiknya. Masih dengan senyum yang tadi.

"Apa yang membuatmu ... Jadi begini?" Bibir Eiden terasa kaku. Tangannya pula turut gemetar.

"Kau tahu aku tidak suka menjadi Nyrs. Terlalu menjijikan dan tidak berguna."

"Kau haus sekali terhadap kekuasan, Amren."

Amren mendengus. "Kau tahu itu, Ei. Jangan halangi aku. Jadilah sekutuku, kau akan ku berikan kemakmuran yang tak akan pernah habis sampai kapan pun, Sahabatku."

"Kau sudah gila. Kau terlalu tamak sampai-sampai kau tak paham apa yang sudah kau miliki."

"Tahu apa kau, Ei? Aku tidak suka jadi pesuruh yang harus menyembuhkan orang sana-sini. Pekerjaan payah."

"Aku tidak butuh kemakmuran kalau hanya untuk diriku sendiri." Bahu Amren bergetar, karena terbahak mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Eiden.

"Dasar munafik. Baiklah, itu berarti kau sudah menolak tawaranku. Memang, hanya diriku yang berpihak padaku. Siapkan dirimu untuk mati ditanganku, Ei!" Saat itu juga Amren melesat, mencengkeram baju Eiden dan melemparnya ke tiang penyangga bangunan kastil. Eiden merasakan nyeri pada punggungnya setelah menabrak dan terjatuh.

Tak jauh dari tempat Eiden mencoba berdiri. Sebuah belati teronggok manis. Eiden ingat, belati itu sebagai belati Zobens. Benda tersebut memang berfungsi sebagai pemanggil dan pembunuh iblis. Namun, pengguna yang membunuh iblis menggunakan belati itu, harus bertaruh nyawa karena energinya dapat terserap habis.

Bukan masalah untuk Eiden. Apa arti nyawanya dibanding dengan keselamatan negeri dan seluruh rakyat?

Dengan sigap, Eiden berlari dan meraih belati itu. Mengikat gagangnya kuat dengan tali kulit yang dia bawa.

"Kau pikir bisa membunuhku semudah itu?" Tentu saja tidak. Karena Amren terlalu kuat sekarang. Padahal dia bukan ahli bertarung sebelumnya. Memang betul, dengan kekuatan iblis, dengan mudahnya mendapatkan semua dan resiko tinggi yang harus dia tanggung jika mati. Amren akan dianggap pencari suaka yang hina serta bukan lagi menjadi bagian dari keluarga kerajaan. Jasadnya akan dibuang di luar batas kerajaan. Iya, dibuang. Bukan dikubur dengan hormat.

Satu kali, Eiden melemparkan pisau ke arah Amren dengan tepat, tapi tidak tepat sasaran. Amren berhasil menghindar dan memegang talinya. 
Manusia yang menjual tubuh, jiwa serta hidupnya pada iblis itu menyentak tali yang dipegang hingga Eiden tertarik. Sangat ringan bagi Amren. Hingga Eiden mendapat hadiah berupa tendangan di dada. Sampai membuatnya terbang menabrak jendela kaca, menembus ke luar dan jatuh di semak-semak.

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang