XXXIV

551 100 10
                                    

Mantra pelindung mulai luruh, sudah berlangsung sejak 5 hari lalu. Setelah sepenuhnya hilang, pasukan Amren akan menyerang langsung ke istana.

 Setelah sepenuhnya hilang, pasukan Amren akan menyerang langsung ke istana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan sedari tadi malam tak kunjung berhenti. Siapapun tak suka situasi saat ini. Basah, dingin, dan penuh tekanan. Mereka ingin segera mengakhiri ini.

Bunyi gemerincing baju zirah besi merambat dimana-mana. Semua orang sibuk. Termasuk pasukan Noe yang mondar-mandir sejak pagi buta.

Seta membeku, ketika sebuah anak panah melesat tepat di depan matanya, dan menancap di dinding kayu barak prajurit. Dia baru saja keluar dari sana dan di beri salam oleh benda panjang itu.

"Terkejut?" Pria yang baru saja datang dan menumpu senjata yang disebut busur silang di pundaknya. Dia bahkan tersenyum sinis pada Seta yang diam memucat.

"Semua ini terjadi karenamu. Kami harus berperang karenamu. Harusnya kau yang bertanggung jawab."

"Sunzi, cepatlah! Kita harus bersiap!" Yang dipanggil memutar pergi, setelah mengambil busur panahnya. Seta kembali merenung, namun tak lama, karena Vin mendadak muncul.

"Aku harus bagaimana?"

"Kau tetap bersamaku." Seta mendesah lelah. Dia yang dipaksa mengenakan pakaian sejenis baju zirah ; yang terdiri atas cincin atau gelang logam kecil yang disambungkan menjadi satu dalam satu pola untuk membentuk semacam jaring, mengekori Vin cepat.

Seta merasa tegang sendiri saat ini. Apalagi ketika jemarinya memegang sebilah pedang yang Vin berikan. Walau dengan latihan singkat, seperti kuda-kuda, cara menarik dan menyimpan, menghunuskan, mengayun, olah gerak kaki, lalu sikap ketika dua pedang bertemu atau tubuh kita bertabrakan, dan tak ketinggalan pula, mental.

Mungkin Vin tahu kalau Seta belum sepenuhnya siap. Namun, dia tetap memaksa agar Seta tetap kuat. Tidak ada yang bicara padanya. Tak ayal dirinya juga jadi diam saja. Apa mereka marah padanya? Apa mereka juga ikut menyalahkan Seta atas kejadian ini?

Mulutnya hampir terbuka, tatkala Noe menatap dirinya. Namun, Seta katupkan kembali. Menahan rasa ingin tahu, mengapa mereka begini padanya.

"Baiklah, semua sudah pada posisi, kan?" Noe memulai diskusi. "Lalu, Vin. Kau bawa Adik, seperti yang kita rencanakan. Pergilah sekarang."

Mengangguk, dan langsung menarik Seta berlalu dari sana. Tentu saja, dia bingung luar biasa. Untuk apa, dia bawa pedang dan baju zirah yang baunya begitu apak? Bergaya saja?

Hanya sampai di pintu tidur milik Quint. Disana sudah ada seseorang. Sedikit terhenyak, ketika orang yang menatap seakan ingin membunuhnya ini berada di depannya.

"Sunzi, dia akan menemanimu. Kau pergilah dengannya?" Lalu mati? Lihatlah betapa sinisnya orang itu. Tatapan bengisnya. Oh! Kenapa Seta jadi takut mati? Padahal tempo hari berkoar-koar akan menyerahkan jiwanya pada Amren. "Dia akan membawamu ke tempat Wazee. Di sana aman."

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang