IV

1.7K 211 35
                                    

"De Luce Entrella?" Apa itu semacam Alice in Wonderland? Seta jatuh ke lubang kelinci? Atau seperti Percy Jackson? Dirinya tengah masuk ke dalam dunia yang tak dapat dilihat oleh mata manusia biasa? Tapi, bukankah ini terlalu mengada-ada?

"Satu-satunya negeri dengan empat musim, kau tahu? Ada empat negeri yang tebagi disini. Aku putra ke lima, dari enam bersaudara." Apa? Jadi Seta belum bertemu semuanya?

"Biar ku perkenalkan dulu, yang pertama adalah Arsus, dia orang yang paling kami andalkan, dia sangat bijaksana dalam mengambil setiap keputusan. Lalu, Wyns, dia satu-satunya Kakakku yang bisa menggunakan sihir penyembuhan, dan mantra-mantra untuk pengobatan, bukan untuk perang, tapi dia kaku dan menyebalkan."

Sebentar, dia bilang apa? Sihir? Yang benar saja? Ini bukan cerita Harry Potter, kan? Tidak masuk akal sama sekali.

"Selanjutnya, Noe, panglima perang yang negeri ini miliki. Tapi beruntung, negeri kami damai. Jadi, Kakak hanya melatih para prajuritnya, atau patroli saja ke perbatasan, dan saling tukar informasi keamanan. Kemudian, Faust, dia pecinta binatang, punya banyak peliharaan, punya peternakan kuda juga di kastil." Wajah Seta berbinar mendengarnya. Tapi, percuma saja. Yang dia inginkan bukan itu.

"Aku setelahnya. Aku bisa dibilang paling payah disini. Karena kondisiku memang lemah dan dilarang melakukan pekerjaan berat, maksudnya ikut mengurus negeri." Terkekeh miris, ada gurat sedih diwajah Quint, namun Seta juga terpana akan maniknya itu yang berwarna hijau.

"Dan yang terakhir. Si bungsu Vin. Dia petarung hebat. Kau ingat yang tadi? Dia memang agak tak nyaman dengan orang asing. Tapi sebenarnya dia baik. Jangan takut, ya?"

"Oke, sudah. Sekarang, ceritakan dirimu. Nanti ku ajak kau keliling kastil."

Seta sempat berpikir, apa yang akan dia ceritakan? "Aku Seta."

"Iya, aku sudah tahu namamu. Dimana kau tinggal?"

Lagi-lagi pertanyaan itu. "Ederra."

Mengernyit. "Dimana itu? Setahuku tidak ada nama seperti itu." Mirip seperti beberapa waktu lalu. "Oke, lupakan saja. Bagaimana kau bisa sampai ke Golden Wood, tanpa mati?"

Maksudnya? Tanpa mati? Memang ada apa disana? Harus ada persembahan jiwa begitu? Sepertinya Quint tahu, Seta tengah bingung. "Kau tidak sadarkan diri di hutan itu, keadaanmu baik-baik saja. Dan kau tahu, jalan masuk menuju negeri mana pun sangat ketat di perbatasan. Meskipun kau anggota kerajaan sekalipun. Atau kau bisa melintasi Golden Wood dari negeri lain dengan menyusup, tapi, jalan satu-satunya adalah menyusuri hutan kabut atau kami juga bisa sebut dengan hutan iblis--Velnias Miskas."

"Kau seharusnya sudah tewas disana. Bahkan sebelum sampai setengah perjalananmu. Banyak anak iblis, yang menyerupai berbagai binatang buas. Aku belum pernah bertemu, tapi itu semua tertulis di buku legenda." Kalau dipikir-pikir, Quint ini banyak bicara. Anggap saja tour guide untuk saat ini. Lalu, Seta jadi turis. Turis yang sedang berkunjung entah di negara mana. Bahkan tak ada di peta dunia.

"Aku memang dari hutan, tapi bukan hutan seperti itu. Aku jatuh dari atas tebing, mungkin sekitar limabelas meter." Jelas Seta. "Dan pastinya aku mati, tapi nyatanya tidak?"

"Tentu saja kau tidak mati, kau mengarang kalau kau jatuh dari atas tebing setinggi itu. Kau bahkan tidak lecet sama sekali. Paling-paling kau menggelinding saja, dari bukit." Seta pusing, apa dia sedang dikerjai? Tapi, waktu dia terjatuh dia merasakan sakit luar biasa. Masa kejadian itu bohongan. Atau jangan-jangan, memang Seta sudah berada di alam baka?

"Cukup bicaranya sekarang, kita jalan-jalan, daripada bicaramu semakin tak jelas. Mungkin kau lupa ingatan sementara karena kepalamu terantuk sesuatu." Masa bodohlah, orang di depan Seta ini bicara apa.

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang