XXVIII

703 113 12
                                    

"Kak! Kak Wyns!"

"Ada apa Noe!"

"Gumi kembali." Seekor burung hantu pengantar surat. "Kak Arsus dalam perjalanan pulang, tapi lewat jalur darat. Ajudanku sudah memberi tahu penjaga perbatasan. Lalu aku kirim pasukan Avem untuk melindungi Kak Arsus." Avem, burung kecil berwarna merah, jambul merah, dan paruh oranye, namun disaat genting dia akan berubah besar, dan mampu mengeluarkan api.

Wyns tersenyum. "Pantas saja, Kakak mempercayakan Negeri padamu. Dia tahu, kau mampu."

"Kak,"

"Bagaimana pengiriman pasokan pangan ke Tropski Val?"

"Sudah berbagai cara penyimpanan kami lakukan. Aku selalu mengamati segala perubahan yang terjadi. Namun, setiap kali melewati Pluvia Silva, semua menjadi busuk dalam sekejab."

"Hutan itu penyebabnya?" Noe menggeleng.

"Tidak ada jalur lain selain Pluvia Silva. Jalur menuju Tropski Val, hanya itu. Selain itu, tebing tinggi dan curam yang ada."

"Mereka akan kelaparan Noe."

"Aku tahu, Kak." Noe juga paham, dia pun kelimpungan untuk mencari cara. Bahkan mantra Wyns tidak bekerja untuk melindungi bahan pangan itu.

"Tetap cari cara."

'''

"Velns, bantu aku."

"Baik Tuan."

Seorang yang di panggil Velns lewat telepati itu, segera menyambar jemari seorang dayang. Membawanya ke sudut sempit, dan mulai mempengaruhi pikirannya.

"Buka pintu itu."

Sang dayang bergerak, menuruti perintah. Mengambil kunci dari kamar Wyns, bahkan tanpa ketahuan. Karena kebetulan sekali, kamar itu sedang dalam masa pembersihan.

Membuka pintu yang mengurung Amren dengan mudah. Karena Velns juga tak bisa menyentuh itu, atau akan kesakitan, saat itu juga.

Amren tersenyum puas, ketika anak buahnya dapat memperdaya manusia. Velns, yang tadinya wanita cantik, berubah kembali ke asal bentuknya. Hitam, besar, membungkuk, dengan mata merah.

Untuk menghilangkan jejak. Amren segera membunuh dayang tersebut, dengan mengambil jiwanya, menjadikannya energi bagi Amren, tangannya dia cekikkan ke leher wanita itu. Dalam sekedipan mata, langsung meluruh, ambruk, tak bernyawa.

Ketika itu, Faust akan memeriksa keadaan. Namun, disuguhkan oleh Amren yang sudah di depan pintu besi, yang selama ini mengurungnya. Dia menyeringai, saat Faust menyiapkan busur panahnya.

"Belajar lebih cepat lagi, dengan panah bodohmu itu, Faust." Sekedipan mata, Armen menghilang, berubah seperti sekumpulan serangga, melesat bersama Velns.

"Sialan!"

Faust segera berlari, menuju Noe. Untuk menyampaikan berita buruk itu. Tentu saja membuat orang terkejut. "Kita harus memburunya."

"Faust," Panggil Wyns pelan seraya menggeleng. "Noe punya rencana, kami sudah menduga ini. Amren tidak pernah main-main."

Bergerak cepat, Noe dibantu ajudan serta prajuritnya. Mereka menyebar informasi, agar seluruh penduduk untuk sementara berpindah, mengungsi ke bukit Pulchra. Tempat teraman dengan populasi pohon raksasa--Reus, berdaun rimbun, dengan tinggi rata-rata 286 kaki. Bernaung di bawah mereka, terbilang cukup aman. Lagipula tak nampak dari atas. Dan, disana tempat suci, di tanami mantra sihir kuno yang luar biasa kuat, oleh para leluhur. Aman dari iblis. Beruntungnya, di seluruh Negeri terdapat tempat seperti itu.

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang