XI

1K 152 26
                                    

Kepulangan Wyns, Quint, juga Seta. Bertepatan dengan kepulangan Arsus dari kunjungan pemerintahan. "Wyns,"

"Ya,"

Arsus menunggu Seta dan Quint pergi. Lalu melanjutkan. "Seta kenapa?"

"Dia--apa kau memikirkan apa yang aku pikirkan?" Arsus mengangguk.

"Dia terlihat tidak sehat. Awasi dia dan Quint."

"Wazee memberikan kalung perlindungan tadi, untuk Quint. Hanya untuk berjaga-jaga. Dan soal Seta, Wazee tidak bisa membacanya seperti tempo hari. Dia juga menemukan, sesuatu bersembunyi ketika Seta berhadapan dengan Wazee." Arsus nampak cemas, namun seperti Wyns. Mereka tak menunjukkan kecemasan secara kentara.

Tiba waktunya makan malam. Hanya Seta yang tak muncul. Lalu Quint secara sukarela, memanggilnya untuk bergabung dengan dirinya, pula Kakak-Adiknya.

'''

Seta merasakan pusing, panas, gelisah selama perjalanan pulang, hingga tiba depan kamar, dia muntah darah hitam kental, yang kebetulan dia keluarkan di semak tanaman. Bergegas masuk kamar. Rasa panas itu semakin menjadi, menyambar kendi air dan meminumnya sampai tandas. Tidak peduli sekarang, dia tengah duduk di lantai. Tapi tak ada perubahan. Mengipas bajunya saja tidak mempan.

Lalu beberapa menit kemudian dia mulai merasakan sesuatu. Seperti mengalir dalam darahnya cepat. Kaku, nyeri, sakit seakan ototnya menegang seluruhnya, urat nadi hitamnya, menyembul menyebar begitu cepat, apa dia akan berubah total sekarang?

Saat itu, terdengar suara pintu. Apa ada orang masuk?

"Seta," Itu suara Quint.

"Seta, kau dimana?" Semakin dekat. Dan seperti yang Seta duga. Quint akan terkejut. Bahkan mundur dan terduduk.

"La-ri." Seolah merasakan ada yang tak beres. Sebelum berubah sepenuhnya, dia meminta Quint untuk pergi. Namun yang ada, Quint tidak berdaya, dengan hanya melihatnya saja.

"Seta! Kau kenapa?"

Tak butuh waktu lama, Seta berubah total, bahkan sudah bisa dibilang beda. Bangkit, lalu memandang Quint dengan sangar. "Seta! Sadarlah!"

"Seta?" Suaranya berubah, menjadi dalam, berat, dan mengerikan. Dia tertawa. "Dia bukan seta. Panggil dia Jolyon."

"Siapa kau?! Kembalikan Seta!"

"Aku? Aku bagian dari dirinya. Dan jangan panggil dia Seta." Seta mengarahkan tangannya tepat ke leher Quint. Mencabut kalung perlindungan, dan melemparnya ke sembarang arah, tanpa menyentuh. Quint semakin bergerak mundur. Namun, dirinya yang memang tak bisa apa-apa. Menjadi sasaran empuk dari Seta yang bukan Seta.

Tubuh Quint terangkat, terbang. Lalu dengan kekuatan sihir iblis, dia dibanting ke tembok, hingga jatuh menimpa meja berisi guci keramik hias. Mengerang, dan menggeliat. Sial! Nyeri sekali punggung dan rusuknya.

"Dasar Wazee sialan, dia membuat tubuhku panas dan gerah seharian!"

"Pergilah dari tubuhnya!" Walaupun Quint sendiri takut, tapi dia yakin, Seta tak berwujud seperti apa yang ada dihadapnya. Seta pasti cuma sedang didiami iblis. Mata hitam perpaduan merah, wajah pucat penuh dengan urat nadi, tangannya pula muncul kuku hitam, agak panjang. Lalu senyum miringnya, begitu bringasnya dia sekarang.

Tawa itu sungguh menyebalkan diantara kengerian. "Tidak akan, apa kau tidak tahu? Kalau Jolyon itu anak iblis, sepertimu?" Quint menatap geram iblis di dalam Seta. Tangannya terkepal sempurna, hingga buku jarinya memutih. "Kalian sudah bertemu, kenapa tidak bersatu? Hem?"

"Keluar dari tubuh Seta!"

"Sudah ku bilang dia bukan Seta! Jangan panggil dia Seta! Dia adalah Jolyon!" Iblis itu marah, lalu mengangkat Quint lagi dengan sihirnya agar menjauh dari lantai, namun kali ini dengan membuat Quint tercekik, lalu membantingnya kuat. Dia tidak akan membunuhnya, karena butuh darah milik Quint. Barulah setelah itu, dia bisa membunuh si pemilik tubuh, dan selesai.

Lemas, udara di sekitarnya seakan menipis. Tubuhnya terasa remuk. Quint terbatuk hebat. Mulutnya tak bisa berteriak, saat iblis itu mendekat. Menjilati kukunya. Apa dia akan mengiris lehernya? Oh! Dewa! Bantulah aku, kumohon.

Sekian detik lagi, sebelum seseorang mendobrak masuk kamar Seta. Yang ternyata Wyns dan Arsus. Dia juga yang menyerbu iblis di hadapan mereka. Memantrai agar sang iblis terkunci. Membuat Seta palsu itu tidur. Namun, mantranya tak bisa berlangsung lama.

"Seta," Gumam Quint.

"Tenang, dia tengah ditidurkan iblis, dia masih ada." Arsus langsung menggendong Quint, agar dia bisa diobati Wyns di kamarnya, nanti. Sedangkan Seta, dia dibawa ke aula kosong. Untuk dilakukan ritual pengusiran ruh. Keduanya memang sudah tidak nyaman di meja makan, karena hanya memanggil saja butuh waktu lama. Karena takut terjadi sesuatu, mereka menyusul ke kamar Seta. Dan, ya, mereka dikejutkan suara mengerikan yang cukup terdengar dari luar.

Vin hampir saja membunuh Seta, ketika tahu Kakaknya disakiti. "Benar kan? Apa aku bilang Kak! Dia berbahaya!"

"Vin! Tenanglah!" Faust menenangkan. "Aku tahu, kita juga khawatir. Tapi saat ini, ada yang butuh bantuan."

"Dia itu iblis, kenapa tidak kita bunuh saja, hah?!" Darahnya masih mendidih saja rasanya.

"Dia manusia, dia kerasukan! Kau paham itu!" Mengerang frustasi. Vin benar-benar susah dikendalikan ketika marah. Apalagi menyangkut Quint. "Dan Seta juga dalam bahaya, dia bisa mati, kalau iblisnya masih berada disana, mengambil alih jiwanya."

"Biarkan saja, bukankah itu hukuman setimpal buatnya. Karena sudah melukai Kakak!"

Plak!

Bukan, bukan Faust yang menampar Vin. Tapi Arsus. Faust saja terkejut bukan main. "Kau bicara seolah kau benar. Berempatilah sedikit. Kau manusia, tapi hatimu ternyata lebih iblis dari yang Kakak duga. Kakak tidak pernah mengajarimu caranya membenci orang bukan? Apalagi membunuh orang. Kita membunuh karena terpaksa atau terdesak dan bentuk perlindungan diri. Dan membunuh juga bukan sesuatu yang dibenarkan. Bukankah kau sudah paham dengan itu? Renungkan semuanya. Kau tidak bisa menjadi manusia, jika sikapmu saja seperti ini."

Melenggang pergi dengan auranya yang tenang, namun sungguh menekan mental. Itulah Arsus. "Tenangkan dirimu." Lanjut Faust dan berlalu. Wazee telah tiba, di jemput oleh Noe. Dan ritual akan segera dimulai.

Berbeda dengan Vin, dia masih berdiri saja. Tanpa berniat melakukan apapun. Pikirannya masih berkelana. Didalam otaknya berkeliaran nama seseorang, Seta. Dia belum bisa menerima anak itu, ada dalam kehidupannya. Dia benci kehadirannya. Juga, perihal dia melukai Quint, makin menimbulkan ketidaksukaan Vin terhadap Seta.

"Baiklah, kalau mereka tak mau. Aku yang akan lakukan." []

Hoiland
Wonosobo, 2021, 3 Maret.

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang