Kaki-kaki kuda itu sepenuhnya berhenti setelah hampir empat hari berjalan. Nampak di depan gua banyak sekali pasukan Amren. Benar kata Vin, gua yang Noe temukan dulu adalah markas besar Amren.
"Kita harus maju duluan," celetuk Noe tenang.
"Bagaimana dengan Faust?" Wyns tidak tenang, apalagi kabarnya masih belum diketahui.
"Aku percaya padanya. Kita tidak bisa menunggu. Atau bulan semakin merah." Semua mata tertuju pada langit. Belum malam memang. Tapi, tetap saja warnanya semakin kelabu dari waktu ke waktu. "Dan Jolyon tewas di dalam sana." Tidak ada yang menyalahkan Seta atas kejadian ini. Semua memang paham yang dirasakan anak itu. Namun, tindakan Seta yang mengorbankan diri adalah bukti bahwa mereka gagal melindungi Jolyon.
Satu langkah kaki Noe meninggalkan kuda yang dia tunggangi, diikuti yang lain. Bersiap menghabisi para makhluk jahanam di hadapan mereka. Noe tahu, pasukannya kalah jumlah. Tidak banyak yang ikut, Noe juga tidak memaksa para prajurit untuk bergerak dalam misi ini. Mungkin sangatlah berisiko untuk Entrella sendiri, tapi mau bagaimana lagi? Noe harus melakukan sesuatu, daripada menunggu hasil yang tak tentu.
Dalam sekejap, pedang-pedang itu sudah menari indah menghasilkan darah yang terus saja menghiasi baja terbaik yang ditempa itu. Sungguh ironi, ketika iblis yang tak mereka ganggu kembali menjajah tanah Entrella.
Noe dan pasukannya, termasuk Vin dan Wyns yang turut serta berperang tidak bisa menarik napas barang sedetik. Musuh seakan tak pernah habis.
Tubuh Wyns yang tak dibuat untuk perang pun harus merasakan kebas juga kram pada tangannya. Beruntung masih bisa dia tahan. Namun semakin lama, Noe merasa pasukannya mulai berkurang. Tidak, ini tidak boleh terjadi.
Kak Faust, kumohon datanglah cepat.
Tak lama mengucap permintaan dalam hati. Hujan mulai mengguyur kembali, setelah beberapa saat reda. Noe yang menghadap langit, kembali pada musuh-musuh di depannya. Tidak bisa terus begini, dia memandang sekitar. Sungguh berani mereka yang bertarung hari ini. Nampak sangat begitu tinggi kegigihan mereka melawan musuh. Noe tidak ingin kalah, dia tak boleh menyerah.
"Argh!" Noe kembali menemukan kekuatan, dia berlari ke depan. Melompat dan menerjang dada Lycan dengan kedua kakinya. Setelahnya, dia tusuk dadanya dengan pedang yang dia genggam dengan kedua tangannya.
Marah, tentu saja. Kilat itu begitu ketara. Riuh di telinga tak mengalahkan riuh di kepalanya. Darah-darah bercampur dengan lumpur tak membuatnya ngeri kala menatapnya. Malah semakin menumbuhkan kembali semangat yang berkobar. Rasa manusiawi seakan sudah hilang.
Menyayat, menendang, memotong. Bak sebuah kewajiban di medan perang. Tak peduli yang lain. Yang dia pedulikan sekarang, bisa menghabisi musuh dan menolong sang adik.
Dan pada saat itu;
Suara Mala membahana di telinga. Noe seketika tersenyum. Mengkomando pasukan untuk mundur sejenak. Seketika saja, semburan api mulai berkobar-kobar menuju para pasuka iblis di sana.
Tidak hanya sekali-dua kali, selama makhluk itu hidup Mala diperintah Faust yang menunggang di atasnya, untuk menyerang mereka. Saat itu, Noe, Vin dan Wyns bersama pasukan yang tersisa, bergegas masuk ke dalam gua. Benar saja tebakan Noe, masih ada pasukan yang lain berjaga di pintu masuk.
"Vin dan kau, Kak Wyns. Kalian masuklah lebih dulu. Aku akan menghabisi mereka yang disini. Ku bukakan jalan untuk kalian."
Sejurus kemudian. Noe bersama pasukan merangsek maju. Vin dan Wyns juga turut andil menghadapinya. Agar lebih mulus perjalanannya.
Pertarungan cukup sengit, sampai membuka jalan pun cukup sulit. Para Anubid, Oni, juga yang lain sangatlah kuat. Namun, Noe dan yang lain terus saja berusaha, terus menekan mereka hingga titik terlemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓
Fantasy[FINAL] "Hei, pemuda! Kau akan mengalami kejadian luar biasa." Bermula dari jatuh ke jurang. Tiba-tiba terbangun di sebuah tempat yang tak dia kenal bernama Entrella. Bertemu dengan orang-orang ajaib bagi benak pemuda itu. Di sana, dia dihadapkan pe...