XXI

1K 151 20
                                    

Pagi ini, Seta memaksa ikut Faust memberi makan Cav apel, di kebun apel dekat istana. Dia bosan, jika harus terus mendekam di bangunan itu. Apalagi Quint, yang kerjaannya hanya baca buku. Bukan tidak tertarik, tapi, Seta yang biasa bekerja, menjadikannya orang yang tidak bisa diam, nganggur begitu saja.

Seta tak mengendarai kudanya sendiri. Cavalo membawanya bersama Faust. Astaga! Romantis sekali jikalau dirinya perempuan. Hei! Berhenti membayangkan hal aneh!

Syarat dari Faust, kalau Seta mau ikut, dan dirinya tak boleh menolak. Lagipula, tangannya masih belum bisa digunakan sampai saat ini. Padahal, dia melakukan fisioterapi mandiri di kamar, selama ini. Berbekal ilmu, ketika Flo mengalami kecelakaan sampai patah tulang lengan. Meskipun beda kasusnya, tapi, setidaknya sedikit membantu.

Tiba di kebun apel. Seta mendadak lapar, melihat semua buah merah yang menggantung itu. Seta ingin makan itu.

Pluk!

Hampir saja sesuatu yang Faust lempar ke dada itu jatuh, kalau Seta tak reflek menangkap. Kapan Faust mengambil sebuah apel?

"Matamu berbinar." Faust terkikik geli setelahnya. Sial! Seta tertangkap basah. Seingin itukah dia?

Krauk!

Em, manis dan renyah.

Ketika Faust sibuk mengumpulkan apel untuk Cav. Seta mendadak ingin berkeliling. "Kak," Kikuk sekali menyebut itu.

"Ya? Kenapa?"

"Boleh aku jalan-jalan?"

Faust mengangguk, "Jangan jauh-jauh."

Sejauh mata memandang, kehidupan Faust tak beda jauh dengan Seta. Merawat kuda, memberi makan, dan lain sebagainya. Layaknya peternak pada umumnya. Tapi dia tidak perlu mencari rumput, membersihkan kandang maupun kotoran. Iyalah, Faust kan pangeran. Masa repot-repot melakukan itu?

Tak jauh dari ladang apel, nampak pemandangan tak asing dalam benak Seta. Lalu, wangi ini. Seta pernah mencium aroma tersebut. Djavu rasanya.

"Cantik bukan?" Seta tersentak ketika Faust mendadak muncul di sampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cantik bukan?" Seta tersentak ketika Faust mendadak muncul di sampingnya. Kapan dia mengekori? "Flos Hortus. Tempat favoritku."

"Sepertinya, semua tempat menjadi favorit Kakak." Terdengar tawa dari kedua belah bibir Faust.

"Memang benar, kadang aku menggembala domba ke tepi laut." Apa? Yang benar saja. Apa Faust mau mengajari domba-domba berenang, sekalian?

"Flos Hortus memiliki luas mencapai 15 ribu kaki. Pegunungan granit berhutan lebat ini memiliki sungai yang dikelilingi padang rumput.  Keindahan padang rumput Flos Hortus berhiaskan taman bunga geranium biru, bunga poppy merah, putih, dan oranye, iris, tulip, dan caltcha. Dari semua itu, yang paling menonjol ialah tanaman rhubarb liar. Tak hanya sebagai hiasan, tanaman itu juga bisa dijadikan santapan yang menggugah selera."

ᴅᴇ ʟᴜᴄᴇ ᴇɴᴛʀᴇʟʟᴀ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang