Bab 1 : Malam Pertama

3.5K 115 14
                                    

"Sayang."

"Sayang, sini sebentar!"

Dhoni memanggilku dari kamar ketika aku dan keponakanku sedang bersiap membuka kado pemberian para tamu undangan yang menumpuk di ruang keluarga. Mulai dari kado besar sampai kado kecil sudah berjejer rapi di sana, juga ratusan amplop sudah terkumpul di dalam kardus besar yang memang sengaja di siapkan Mama sebelumnya.

Decak kagum dan rasa syukur tak henti terucap meski hanya di dalam hati. Untuk menyempatkan hadir saja bagiku sudah sangat berterima kasih, apalagi dihadiahi banyak bingkisan seperti ini. Tak menyangka, tapi aku sangat suka.

"Dipanggil suaminya tuh, Dek. Buruan."

Ayuk Aini, kakak iparku mengerling sambil tersenyum penuh arti ke arahku. Kak Bayu seakan ikut mendukung perbuatan istrinya dengan tiba-tiba berkata, "Anak-anak hati-hati loh, ya! Malam ini bakal ada gempa."

Sontak para krucil berteriak histeris karena terbayang dengan gempa yang sesungguhnya.

Kak Bayu dan istrinya sudah tertawa lepas. Aku mendengus tanpa melihat kearah mereka, segera berjalan menuju kamar karena tak mampu menutupi wajahku yang bersemu merah.

Ah, sialan! Nasib pengantin baru memang selalu digoda perihal malam pertama.

"Kenapa sih, Sayang? Keluar yuk, bantuin buka kado."

Aku mendapati Dhoni sudah berbaring di ranjang, memeluk guling sambil menatap layar ponsel dengan mata yang sayu, tapi jarinya terus menggeser-geser layar ponsel tanpa minat.

"Aku ngantuk, tidur yuk."

Ia menepuk sisi kanan ranjang yang kosong. Memberi kode agar aku segera merebahkan tubuh di sampingnya. Melihatnya tersenyum penuh arti, pipiku sontak bersemu, panas.

Kulirik jam dinding yang sedang menunjukkan pukul delapan lewat lima menit. Masih terlalu sore untuk tidur dalam keadaan rumah yang ramai karena berkumpulnya keluarga besar. Suara dari ruang keluarga pun masih terdengar heboh.

Sebenarnya, keluargaku bisa memaklumi jika aku dan suamiku sudah mengurung diri di kamar, tapi apa tidak terlalu cepat?

"Dhoni, ini baru jam delapan."

"Tapi aku ngantuk banget, yang. Emang kamu nggak capek?" sunggutnya dari atas ranjang.

"Capek juga. Tapi, di luar masih banyak orang."

"Iya, tahu. Tapi, Sini dulu." Tidak gentar dengan alasan apapun. Dhoni tetap mengajakku untuk segera mendekat padanya.

Mataku menyipit saat melihat gelagat aneh darinya. Dan ah, aku ingat. Tadi setelah acara selesai, Dhoni berbisik padaku bahwa ia tak bisa menahannya lagi malam ini dan aku tahu kemana arah dari kalimatnya tadi.

Maafkan, aku lupa kalau sekalem-kalemnya Dhoni, dia tetap seorang laki-laki sejati.

Tubuhku seketika menegang dan darahku langsung berdesir, membayangkan akan seperti apa pengalaman pertamaku nanti. Jujur aku belum siap dan sedikit takut.

Aku mengalah lalu berjalan mendekti laki-laki yang baru dua belas jam menjadi suamiku, mencubit hidung mancungnya gemas lalu mencium keningnya sekilas.

"Keluar dulu yuk, di luar masih ngumpul. Uwak, Om, Tante sama sepupu aku juga masih di sini. Aku juga capek, tapi aku nggak mau nanti dibilang nggak sopan. Yuk, Yank."

Dhoni akhirnya mengalah meski sedikit agak terpaksa.

Aku terkekeh geli sambil menyeretnya keluar dari kamar. Namun, sebelum knop pintu diputar, ide jahil terlintas begitu saja. Aku dengan cepat memegang kedua sisi wajahnya kemudian mengecup bibirnya beberapa kali.

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang