Bab 37 : Seseorang Yang Berbeda

467 23 0
                                    

Aku dan Dhoni hampir saja adu mulut kalau saja seorang polisi tak menginterupsi obrolan kami, memberi tahu bahwa jam kunjungan telah habis. Meski begitu, tetap saja aku dongkol dibuatnya.

Dhoni berubah drastis. Laki-laki itu tengah krisis kepercayaan diri. Namun, aku tidak bisa menyalahkan Dhoni sepenuhnya karena memang sikapnya yang sekarang didasari atas apa yang dipendamnya belakangan ini, apa lagi kalau bukan tekanan dari keluargaku terutama Kak Bayu.

Setelah mengantar Ayah dan Bunda pulang ke rumah, aku kembali melajukan mobilku ke tempat yang sebenarnya tak kuyakini. Dengan menarik napas panjang, aku menginjak pedal gas lebih dalam dengan debaran jantung yang tak karuan hingga pada akhirnya, mobilku berhenti di depan sebuah rumah mewah dua lantai yang sepertinya baru selesai direnovasi.

Debaran dalam dada semakin kencang saat aku memberanikan diri melangkah keluar dari mobil. Mataku tak lepas menelisik rumah yang pagarnya tidak begitu tinggi, tapi ya tetap saja aku harus mengumpulkan nyali untuk melewatinya.

"Heh!"

Aku terperanjat. Seseorang baru saja menepuk bahu kananku dengan keras. Refleks, aku menoleh sambil memegangi dadaku sebab debaran jantung semakin berpacu.

"You ngapain liat-liat rumah ini? Mau maling?"

Astaga! Dahiku seketika mengernyit saat kudapati sosok aneh sedang berdiri menatapku dengan sorot penuh curiga. Matanya menyipit dan mulut yang sengaja dibuat manyun, menambah kesan feminin pada dirinya yang sungguh sangat amat bertolak belakang dengan sosoknya sebagai laki-laki.

Satu lagi, style fashion-nya amat buruk, tabrak warna yang benar-benar membuat sakit mata.

"Atau lo salah satu betina yang ngaku-ngaku hamil terus mau minta dikawinin sama Bos eike? No... No... No.... Mending you minggat, Bos eike nggak punya waktu buat ngeladenin betina banyak drama macam you-you pada, paham?"

Hah! Ngawur. Aku pun seketika mengernyitkan alis.

"Maaf, Mas. Apa benar ini rumahnya Kak Sandi?" tanyaku sopan.

Pertanyaanku barusan berhasil menghentikan langkahnya yang gemulai. Dengan cepat, ia pun menoleh dan lagi-lagi aku harus rela menerima tatapan sinis dari sosok yang tak kuketahui namanya itu.

"What? You panggil eike Mas?"

"Mbak?" timpalku lagi dan itu malah membuatnya semakin kesal.

"Panggil eike Queen Bella, okey! Dan seperti yang tadi sudah eike bilang kalau Bos eike nggak punya waktu buat ngeladenin para betina yang minta pertanggungjawaban."

"Jadi bener ini kediamannya Kak Sandi? Aku bisa ketemu. Ada urusan penting dan aku nggak lagi hamil anaknya," jelasku.

"Rempong deh you! Mending you pulang, Bos eike nggak mau diganggu. Bye!"

Ah, bencong sialan. Kenapa juga harus muncul sekarang, sih?

"Queen, tolong! Bilang sama Kak Sandi kalau aku mau ketemu. Penting!"

"Betina gilingan. Sepenting apose urusan you? Mending you angkat kaki dari sini sebelum eike panggil satpam. Hush... hush...."

Menyebalkan! Rasanya ingin sekali kudaratkan sebuah pukulan pada laki-laki setengah jadi yang tengah mengibas-ngibaskan tangannya padaku. Tanpa peduli, ia kembali melangkah masuk melewati pagar yang ternyata tak terkunci.

Repot dengan kantong belanja yang lumayan banyak, sosok yang tidak mau dipanggil Mas itu terlihat agak kesusahan saat kembali hendak mengunci pagar.

"Rempong deh, ah! Bantuin, cuss! Telat dikit eike bisa diomelin sama Bos."

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang