Bab 18 : Terbongkar

889 40 15
                                    

Well, seperti yang sudah aku katakan, aku dan Sandi pernah bertunangan. Sandi adalah sahabat Kak Bayu dari semasa kuliah dan sampai sekarang pun hubungan mereka masih terjalin, walau sepertinya persahabatan mereka sudah agak renggang.

Apalagi penyebabnya kalau bukan karena pembatalan pernikahan yang kulakukan secara sepihak. Kata Ayuk Aini, Kak Bayu membentang jarak lebar antara ia dan Sandi sebab Kak Bayu merasa tak enak hati pada sahabatnya itu.

Pertemuan pertamaku dengan Sandi saat aku masih duduk di kelas sebelas. Berawal dari Kak Bayu yang sering mengajak teman-temannya bermain PS atau mengerjakan tugas kuliah di rumah membuat aku dan Sandi hampir setiap hari bertemu.

Ingat sekali, saat pertama lirikan matanya tertangkap tengah memperhatikanku, membuatku merasakan ada gelenyar aneh yang menjalar hingga menembus ke relung hati.

Panas seperti terbakar, tapi tidak sakit malah bagiku itu menyenangkan. Darahku berdesir, jantung berdegup tak karuan dan jangan ditanya rona pipiku seperti apa saat itu, yang jelas merahnya bisa melebihi tomat.

I'm fallin' in love with him at the first sight.

Postur tubuh atletis, kulitnya yang terang, alisnya yang tebal serta sorot mata yang tajam dan bisa berubah teduh saat kami beradu pandang, jangan lupakan bahu lebarnya yang bisa menjadi tempat untuk bersandar.

Selain itu, aku sangat suka dengan senyum yang terukir manis di wajahnya, apalagi ketika kami berdua saling menyapa, senyum Laki-Laki itu bisa lebar hingga sampai ke matanya. Kadang aku juga menemani Sandi mengobrol di teras saat ia tengah menunggu Kak Bayu yang sedang bersiap-siap.

Hampir setiap hari bertemu dan kehadirannya selalu sukses membuatku tersipu. Aku tak bisa denial dengan perasaan yang semakin hari semakin tumbuh besar karena disadari atau tidak, Sandi seolah terus memupuk dan menyiramnya sampai hatiku rekah sempurna.

Aku merasa cintaku bersambut, bukannya aku geer sebab setiap malam Sandi tanpa absen mengajakku chatting atau menelponku sesekali. Bukan hanya sekadar untuk bertanya kabar, tapi Sandi juga terang-terangan menunjukkan perhatian dan rasa sayangnya padaku. Ia juga sering mengantar dan menjemputku saat sekolah, tentu saja tanpa sepengetahuan orang rumah.

Sandi tahu jika aku menyukainya dan aku juga bisa merasakan kalau ia juga punya rasa yang sama. Namun, sayangnya kami hanya bisa memendam rasa cinta yang dapat dikatakan sudah terlanjur tumbuh karena kami tahu hubungan itu tak akan bisa berjalan mulus.

Perbedaan keyakinan adalah alasan kuat yang menghalangi kami untuk bersatu. Aku muslim sedangkan Sandi katholik dan kami sama-sama berasal dari keluarga yang taat.

Aku memendam rasa cinta itu kurang lebih lima tahun lamanya dan ketika aku memutuskan untuk bekerja di Jakarta, saat itu juga aku punya kesempatan untuk melempar dan menenggelamkan rasa itu ke dalam Selat Sunda yang kulintasi saat menyebrang menuju Pulau Jawa.

Sayangnya, hidup di perantauan sepertinya tak cocok untukku. Setelah hampir satu setengah tahun di Jakarta, aku memutuskan untuk pulang dan memilih resign dari perusahaan operator telekomunikasi seluler terbesar di negeri ini.

Aku bisa saja survive saat aku dibentak atau dicaci maki oleh atasanku, tapi bukan itu yang mendasari mundurnya aku dari medan perang ini, melainkan sebuah kejadian pelecehan seksual yang membuatku trauma, serta perselingkuhan Dhoni dan Hanna ikut andil menorehkan luka.

Aku tak lagi peduli dengan karir yang sejak dulu kuimpikan sebab aku lebih takut untuk berhadapan dengan dunia luar. Aku merasa orang-orang menertawakanku, padahal sebenarnya mereka tak melakukan apa-apa pada diriku.

Saat kepulanganku dari Jakarta aku seperti hilang arah. Aku tak bisa fokus pada apa pun sebab otakku terus mengingat akan kejadian pelecehan yang menimpaku. Aku sempat merasa diriku ini kotor karena tangan jahat seseorang bernama Vicky sudah menyentuh diriku dengan lancang.

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang