Bab 26 : Regret

741 54 7
                                    

"Maaf, Bapak. Pemilik ponsel ini tadi pagi dilarikan ke rumah sakit karena pingsan di lobby. Sekarang ponselnya ada di bagian resepsionis. Apa Bapak kenal dengan pemilik ponsel ini?"

Ezra Ramadhoni sudah tidak peduli dengan penampilannya yang berantakan seperti sekarang. Dengan masih mengenakan kaus putih dan chinos coklat yang ia pakai tidur semalam, laki-laki jangkung berkulit pucat itu berlari dengan sekuat tenaga menuju rumah sakit yang berjarak hanya 250 meter dari hotel tempat ia menginap.

Kaki jenjang itu kini tengah berlari menembus jalan dengan sendal jepit sebagai alas. Tidak peduli dengan terik matahari yang menyengat kulit, Dhoni tetap cuek jika kulitnya akan terbakar. Ia pun tak acuh pada puluhan pasang mata yang menyorotinya dengan tatapan aneh, sebab yang memenuhi isi kepalanya sekarang hanyalah keadaan sang istri.

Bagaimana dia tidak panik, di dalam pikirannya, ia mengira bahwa Ziva benar-benar pulang ke rumah setelah kemarin ia mengusir perempuan itu dengan nada ketus, tapi kenyataan yang sebenarnya malah lebih parah.

Ia tahu jika sang istri sedang sakit, tapi ia tak menyangka akan berujung seperti ini. Lalu jika sudah begini, apa yang harus ia lakukan?

Menyesal? Tentu, sekarang pun ia tengah merutuki dirinya sendiri.

Sadar betapa berengseknya ia karena telah berbohong pada Ziva dan meninggalkan perempuan itu sendirian di hotel sedangkan, ia pergi bersenang-senang bersama mantan rekan kerjanya terdahulu di Selebrity Lounge, salah satu club malam yang terkenal di kota ini.

Menenggak tequilla hingga mabuk membuat Dhoni lupa jika Ziva sedang menunggunya. Bahkan laki-laki itu tak berniat membalas satu pun pesan dari sang istri.

Niat hati ingin menghukum Ziva dan memberi efek jera, tapi siapa sangka ujung-ujungnya malah menjadi petaka.

Lantas apa yang akan dia katakan pada Ziva nanti selain kata maaf?

Lalu bagaimana ia bisa menghindari tatapan sinis dari keluarga sang istri? Sudah pasti ia tidak mampu. Jika menghidar itu sama saja ia tak akan bertemu lagi dengan perempuan yang teramat ia sayangi itu.

Sekarang wajahnya memucat, napasnya bisa putus kalau saja ia tak segara menghentikan langkah saat ia sudah tiba di lantai dasar rumah sakit.

Ia mengedarkan pandangan di sekitar, mencari sosok Ziva dan berharap perempuan itu akan baik-baik saja, tapi asanya berbuah kecewa. Ia tidak mendapati kekasih hatinya di sini.

Lalu lalang manusia yang tengah sibuk berpacu dengan waktu membuat kepalanya berdenyut nyeri, hangover-nya semakin terasa menyiksa hingga ia kesulitan untuk tetap fokus. Ditambah penglihatannya yang mengabur karena efek tequilla yang ia tenggak semalam masih terasa hingga sekarang.

Sebenarnya, semalam ia sudah mendapat peringatan dari Fayas untuk tidak pergi bersama Sakha dan anak buahnya itu juga mengajak Dhoni untuk ikut kajian Al-Qur'an yang diadakan di rumahnya. Fayas bilang kalau Dhoni bisa minta wejangan dari ulama yang hadir di sana mengenai masalah rumah tangganya. Namun entah setan apa yang merasuki dirinya hingga ia lebih memilih pergi ke tempat maksiat, menghabisakn uang puluhan juta demi kesenangan sesaat. Beruntung, ia masih bisa menolak ajakan Bella untuk tidur di apartemen perempuan itu.

Dhoni mengambil tempat duduk di salah satu barisan kursi kosong yang ada di depan loket sekaligus menjadi ruang tunggu bagi pasien yang akan berobat. Berusaha menormalkan detak jantung yang sudah terpompa dengan cepat. Ia juga menekan-nekan keningnya agar sakit yang menguasai kepalanya bisa segara hilang.

Tidak berselang lama, matanya menyorot sosok Bayu sedang tergesa menuju ke suatu tempat. Seketika ia terlonjak dan dengan sigap segera menghampiri kakak iparnya itu dengan degup jantung yang kembali bertalu.

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang