Bab 28 : Aku Selalu Ada

605 42 6
                                    

Sungguh, aku tak mampu mengontrol degup jantung saat Kak Bayu ke kamarku dengan baju yang penuh bercak darah, wajah pucat serta napas yang juga tersengal.

Fokusku terpecah dan panik pun tak dapat terelakkan saat kakakku menyebut nama kedua laki-laki yang memang sejak kemarin hampir adu jotos dan aku tak menyangka jika hari ini benar-benar kejadian.

Tangan dan kakiku gemetar dan tanpa sadar teriakan histeris sudah menggema di penjuru ruangan.

Tadi Mama dan Kak Bayu menyuruhku untuk tetap tinggal, Dhoni dan Sandi biar jadi urusan mereka. Namun, maaf. Kali ini aku tidak punya banyak stok sabar.

Sekarang, masa bodoh. Aku tidak bisa menunggu lebih lama. Tidak peduli dengan keadaanku saat ini walau pening yang masih bersarang pun dengan tubuh lemah yang seharusnya tetap beristirahat. Sekarang aku bergegas melangkahkan kaki untuk menemui Sandi dan Dhoni di ruang IGD yang ada di lantai dasar.

Aku diam-diam melepas selang infus yang tertancap di punggung tangan agar ruang gerakku bisa lebih bebas kemudian mengendap, menembus benteng pertahanan suster yang gigih menyuruhku untuk tetap di tempat. Hal yang mustahil untukku saat Dhoni dan Sandi terlibat perkelahian apa lagi sampai ada pertumpahan darah.

"Kak, Dhoni mana?"

Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulutku saat bertemu Kak Bayu di IGD. Kak Bayu diam dan hanya mau melirikku beberapa detik lalu matanya memandang sesuatu yang jauh dari jangkauan kami. Aku menelusuri sorot matanya, kudapati Sandi yang duduk di hospital bed saat dua suster membalut lukanya dengan perban.

"Ngapain di sini?" Bukannya menjawab, Kak Bayu malah ikut melempar pertanyaan.

"Mama udah ngajak Dhoni balik ke kamar lo. Lah, lo malah ke sini!" katanya sambil menatapku jengkel.

"Infus lo mana?"

"Aku lepas," jawabku dan Kak Bayu malah memutar matanya dengan malas.

"Serah, deh! Mending lo balik kamar sono. Ngeliat lo di sini gue makin pusing!"

Seolah memang lelah dengan keadaan, Kak Bayu mendudukkan bokongnya di kursi kosong dengan wajah yang kusut dan kepala yang tertunduk lesu. Bau amis darah semakin menguar dari seragam kerjanya membuatku sedikit menahan napas. Untung ruangan ini agak sepi, kalau saja ramai mungkin Kak Bayu akan mendapat tatapan tak mengenakkan dari orang-orang.

"Kak! Kak Sandi nggak apa-apa kan?"

Pertanyaan itu lantas membuat Kak Bayu  mendelik tajam membuatku menelan ludah dua kali. Tubuhku sedikit mundur dan aku berusaha mengatup mulutku walau rasa cemas dan khawatir sudah teramat membuncah.

"Lo pikir aja, kalau kepala lo dapat sepuluh jahitan apa masih bisa dibilang nggak apa-apa?"

Ya Tuhan, separah itukah? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Gue liat sendiri, Dhoni tiba-tiba mukul Sandi pake kursi!"

Aku sedikit kaget dan tidak percaya. "Nggak mungkin Dhoni tiba-tiba mukul Kak Sandi kalau nggak ada sebab," jawabku.

"Sebelum kakak datang pasti ada sesuatu di antara mereka."

"Gue nggak tahu masalahnya apa, yang pasti pas gue dateng, Dhoni udah kesetanan padahal Sandi keliatan santai."

Aku mengembuskan napas meski degup jantung teramat sulit untuk kembali normal. Peristiwa ini sudah pasti terjadi karena sex tape Dhoni dan Sandilah yang menjadi dalang, Kak Bayu mana tahu.

Sungguh semua di luar nalar, sekelumit pertanyaan muncul di kepala, apa, kenapa dan bagaimana bisa Sandi yang kukenal baik dan rendah hati bisa melakukan perbuatan keji seperti itu.

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang