Prolog

3.8K 132 0
                                    

"Saya terima nikahnya, Zivana Ayudhia binti Ahmad Murdhani dengan mas kawin dua puluh  gram logam mulia dan seperangkat alat salat dibayar tunai."

"SAH!"

"Alhamdulillah!"

Doa-doa baik terapal dengan khusuk mengiringi hari baru kami setelah beberapa menit sah menyandang status sebagai suami istri.

Dengan sumringah laki-laki tampan berbalut jas putih gading serta peci di atas kepala dengan warna senada, mengulurkan tangannya padaku untuk kucium punggung tangannya. Aku mengangkat kepalaku, menatapnya kemudian keningku sudah menempel di bibirnya.

Ia tersenyum bahagia begitu juga aku. Senyum itu mampu menghangatkan dan memberi kekuatan pada hatiku yang masih rapuh. Akhirnya, setelah pertarungan sengit dalam diriku, aku dengan berani mengambil keputusan untuk tetap melanjutkan pernikahan ini.

Aku tahu, nantinya amat tidak mudah untukku sebagai istri harus melewati hari-hari bergandengan dengan luka dan trauma sebab adegan menakutkan itu masih terpatri jelas. 

Aku berusaha menekan ego demi terlihat biasa saja dan seolah tidak terjadi apa-apa. Kututup kecewaku dengan senyum, memendam masalahku sendiri tanpa ada satu orang pun yang tahu.

Akan tetapi, sampai kapan aku bisa bertahan? Aku tak yakin jika pernikahan kami akan berlanjut sampai maut memisahkan.

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang