Bab 15 : Tak Terarah

606 43 4
                                    

Sore ini, kala mentari meninggalkan jejaknya di ufuk barat, melukiskan gurat mege-mega merah di langit senja yang sebenatar lagi hilang ditelan kegelapan. Dari tanda alam itu, siapa saja pasti tahu jika sebentar lagi siang akan berganti malam. Lampu-lampu jalan bertenaga surya yang temaram pun sudah siap menyinari jalanan kota yang nampak mulai lengang. Namun semua itu tidak berpengaruh pada laki-laki bernama Ezra Ramadhoni, bukannya segera pulang ke rumah untuk melepas penat, ia malah memilih menghisap sebatang rokok di Warunk Upnormal, ditemani Fayas yang tengah sibuk menyantap indomie goreng pedas.

Mereka memilih duduk di balkon lantai dua yang berhadapan langsung dengan view jalanan kota. Fayas begitu lahap menyantap makanannya, sedangkan Dhoni belum menyentuh makanannya sedikit pun. Ia memesan nasi goreng kambing dengan telur mata sapi setengah matang sebagai pelengkap, tapi pastilah makanan itu sudah dingin sebab pramusaji sudah mengantarkan pesanan itu dari setengam jam lalu.

"Makan, Pak. Jangan udud terus!"

Dhoni hanya melirik Fayas sekilas dan ia tetap menghisap rokoknya seolah omongan Fayas adalah angin lalu. Ia menghisap manis batang tembakau itu dalam-dalam sebelum menghembuskan asapnya ke udara.

Dhoni sebenarnya jarang sekali merokok, bahkan hampir tidak pernah. Namun, untuk suasana hatinya yang tidak baik-baik saja seperti sekarang rasanya tidak mengapa jikalau ia memilih rokok sebagai teman untuk menghibur kegundahan hatinya. Berharap asapnya mampu membawa kegundahan itu terbang ke udara.

"Gue kenyang. Buat lo aja, Yas! Belum gue apa-apain, kok!"

"Serius nih, Pak?" tanya Fayas begitu antusias.

"Sure!"

Lengkungan di bibir Dhoni terlihat kala Fayas mengambil piringnya dengan cepat. Dalam hati, ia ingin sekali menyantap makanan dengan nafsu yang besar seperti Fayas, tapi sekarang selera makannya hilang sebab hatinya sedang tidak baik-baik saja.

Sekelumit pikiran berputar membuat otaknya terasa mendidih. Ia sungguh tidak menyangka akan sebegini rumit kehidupan rumah tangga yang baru saja ia jalani, cerita indah pengantin baru ala negeri dongeng itu tidak ada di catatan perjalanan hidupnya.

Yang ada hanyalah batu-batu besar yang menjadi penghalang kebahagiaannya dengan sang istri hingga membuatnya luar biasa lelah.

Dhoni meletakkan rokok di sudut meja dan mulai menyesapi es kopinya dengan perlahan. Pikirannya menerawang jauh, kembali pada saat ia dan Sandi bertemu beberapa hari lalu. Teringat sekali, Sandi begitu pongah menjabat tangannya sambil berkata bahwa ia adalah mantan tunangan Ziva dan Dhoni yakin, dari sorot mata Sandi ada ketidakikhlasan juga benci saat Ziva mengenalkan dirinya sebagai suami.

Sial! Apakah semua itu adalah alasan yang mendasari Sandi melakukan semua ini? Mungkinkah Sandi belum move on dari Ziva? Tapi, bagaimana video itu bisa ada di tangan Sandi? Ya, Tuhan. Ziva dan Sandi mengapa bisa sememusingkan ini?

"Bapak nggak mau samperin orangnya? Saya tahu rumahnya loh, Pak!" kata Fayas enteng, tapi cukup membuat sang bos tersentak. Sekarang, Dhoni berhenti menyesapi es kopinya dan memberi atensi penuh pada Fayas.

"Emang di mana, Yas? Serius lo tahu?"

"Siapa yang nggak tahu Sandi, Pak. Dia anak dari salah satu keluarga kaya di Palembang. Bisnisnya di mana-di mana. Dulu sempat denger dia tunangan, tapi saya nggak tahu kalau yang jadi tunangannya adalah istri Pak Dhoni."

Dhoni menahan napasnya sejenak. Ada perasaan tidak nyaman menyusup di hatinya saat mendengar Fayas berkata demikian tapi, sebagai suami yang belum mengetahui hubungan sang istri dengan laki-laki bernama Sandi, ia rela mengesampingkan perasaannya itu demi menuntaskan rasa penasarannya.

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang