Bab 14 : Titik Terang

648 46 2
                                    

Dhoni itu anti curhat-curhat club. Ia tidak mau menceritakan masalah pribadinya dengan siapa saja, bahkan kepada wanita yang telah melahirkannya sekali pun. Setiap masalah yang menerpanya ia selesaikan dengan tenang, diam-diam dan tanpa melibatkan orang lain. Ia benar-benar menjunjung tinggi prinsip itu sejak dulu.

Bukan apa-apa, hanya saja Dhoni tidak ingin dianggap sebagai laki-laki lemah. Katanya, sedikit-sedikit curhat itu sama saja dengan merengek terus-terusan, cengeng seperti perempuan. Namun, untuk hari ini ia harus melewati garis batas yang ia buat sendiri karena sekarang ia tengah menceritakan masalahnya pada Fayas.

Seolah tidak punya malu, ia menceritakan masalahnya dengan panjang lebar, detail tanpa ada sedikit pun yang ia tambah dan kurangi.

Fayas yang sudah terbiasa dididik dan tinggal di lingkungan yang kental dengan ajaran agama islam itu tercengang mendengar cerita Dhoni perihal video persetubuhan pra-nikah sang mantan bos. Seolah tidak percaya bahwa Dhoni sudah berbuat zina sebab yang ia tahu Dhoni adalah laki-laki kalem dan cenderung tidak banyak bicara, kompeten dalam hal pekerjaan dan sangat payah dalam percintaan.

"Bapak tahu siapa yang berani ngirim video mesum itu ke Ziva?" Fayas menyelisik jawaban dari mata sendu Dhoni, tapi yang ditanya hanya bisa menganggat bahu dengan lesu. "Kalau tahu siapa pelakunya, gue nggak akan pake basa-basi. Bakal gue hajar habis-habisan, tanpa ampun! Gue nggak nyangka video itu bisa ada lagi padahal udah gue hapus dan nggak ada satu orang pun yang tahu."

Prihatin, yang Fayas tahu perbuatan itu termasuk dosa besar. Istighfar berkali-kali dirapalkan, laki-laki keturunan Arab itu memandang sedih kepada sang mantan bos yang tengah duduk di hadapannya.

"Gue nggak tau harus ngapain, Yas. Ziva udah nggak percaya sama gue." Rasa putus asa menguar dari kalimat itu.

Dhoni frustrasi dengan keadaan rumah tangganya yang baru berjalan hitungan jari yang sepuluh saja belum genap, ia benar-benar kacau. Tidak ada Dhoni yang parlente, penampilannya kali ini seadanya, hanya memakai kaos polos putih serta celana jeans hitam yang kontras dengan warna kulitnya. Wajah lelahnya terlihat pucat dan tidak segar, rambutnya kering karena tidak diberi gel seperti biasa. Benar-benar menunjukkan jika laki-laki itu sedang banyak pikiran.

"Ziva minta cerai setelah nonton video itu. Dia kadung kecewa sama gue. Jangankan dipegang, ngeliat muka gue aja dia ogah-ogahan."

"Terus, Pak Dhoni mau?"

"Ya nggaklah. Gue nggak mau, Yas! Gue sayang sama dia. Lo tahu sendiri gimana perjuangan gue buat balikan? Belum lagi gue harus mati-matian dapetin restu bapaknya!" Dhoni mendesah pasrah dan kembali mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan secara kasar. Ia sungguh mati langkah.

Sedangkan Fayas hanya mengangguk setuju, otaknya memutar kembali ingatan-ingatan bagaimana perjuangan Dhoni kala itu. Bahkan Fayas juga menjadi saksi saat Dhoni disiram air seember oleh ayah Ziva ketika mereka hendak bertandang ke rumah sang perempuan.

"Ya, gimana ya, Pak. Kalau diibaratkan, Ziva itu hape yang masih segel dan belum terjamah, sedangkan Bapak cuma hape second, kalau mau disandingkan ya jelas nggak sebanding. Ya, wajarlah kalau dia kecewa. Mempertahankan keperawanan di zaman sekarang itu sulit, Pak. Seenggaknya perjuangan itu terbalaskan dengan dapat suami yang masih perjaka juga."

Dhoni tertohok. Ingin rasanya ia menyembunyikan wajahnya sekarang yang kadung malu. Fayas membombardirnya dengan kalimat-kalimat yang begitu menusuk hingga menurunkan harga dirinya.

"Jadi maksud lo gue nggak pantes dapetin perawan, gitu?"

"Saya nggak ngomong gitu loh, Pak!"

Fayas bangkit dari duduknya, segera berjalan menuju meja kasir dan kembali memesan caramel macciato kesukaannya. Ia rasa percakapan ini akan memakan banyak waktu, jadilah ia menyiapkan amunisi agar sesi curhat dengan sang bos tidak membuatnya mengantuk.

Imperfect HoneymoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang