Anaya keluar dari restoran dengan dipapah oleh Ditya sambil menahan sakit di perutnya, sepanjang jalan Anaya merintih kesakitan. Anaya masuk ke mobil untuk dibawa ke rumah sakit.
"Sayang, kenapa perutnya bisa sesakit itu ? 'Sayang kasihan Bunda, kamu yang tenang yah ?" memegangi, mengelus perut Anaya dan berbicara di depan perut Anaya (saat lampu merah)
"Ergh..," rintih Anaya yang merasakan sakit di perutnya semakin bertambah
"Sabar sayang, yang kuat yah"
"Mas, bagaimana kalau anak kita.."
"Stop, yang tenang yah sayang. Mas yakin anak kita akan selamat"
Sesampainya di parkiran rumah sakit, Anaya dan Ditya keluar dari mobil dan saat Anaya berjalan menuju ke dalam rumah sakit. Ia merasakan ada yang menglir di kakinya, dan dilihatnya yaitu darah. Kepanikan keduanya kian menjadi-jadi, dan Anaya pun pingsan akan tetapi masih bisa ditahan oleh Ditya, ia langusung memangku Anaya dan membawanya dengan berlari agar bisa cepat ditangani oleh dokter.
Setelah sudah dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa kandungan Anaya tidak bisa diselamatkan. Anaya harus di operasi untuk mengeluarkan bayi yang ada di dalam perutnya, dengan berat hati Ditya menandatangani surat pernyataan untuk operasi. Ditya yang pertama kali mengetahui hal tersebut, merasa terpukul dan membayangkan bahwa Anaya pasti akan lebih terpukul saat mengetahuinya.
Sorenya, Anaya langsung di operasi. Anaya tidak menyadarinya, karena sejak pingsan, ia belum juga sadarkan diri. Malam harinya, keluarga Ditya datang ke rumah sakit dan keesokan harinya di pagi hari keluarga Anaya juga datang. Mereka ikut bersedih atas apa yang menimpa Ditya dan Anaya.
Siang harinya Anaya sadarkan diri. Saat itu di dalam ruangan hanya ada Ditya, karena bunda, mamah dan papah anaya serta Jihan yang sedang memakamkan Anak pertama Ditya dan Anaya di samping pemakaman kakeknya (ayah Ditya). Ditya sengaja diminta oleh bunda tidak ikut ke pemakaman meskipun itu anaknya, hal itu untuk berjaga-jaga dan menemani ketika Anaya sadar.
"Sayang, kamu sudah sadar !" Ditya mengelus lemput kepala Anaya sambil memegang erat tangannya yang sendari tadi dipegangnya dan menciumnya
"M..as" jawab Anaya sedikit terbata-bata
"Sayang mau minum ? atau lapar, mau makan ?"
"M..inum aja mas" Ditya memberi dan membantu Anaya minum
"Mas, keadaan kandungan Nay bagaimana ?"
"Alhamdulillah baik sayang, anak kita selamat" ucapnya berat karena menutupi
"Alhamdulillah.. 'Sayang bunda senang kamu selamat" ucap Anaya sambil mengelus perutnya, Ditya yang melihat itu merasa bersalah karena telah membohonginya
"Tapi mas, perut Nay kenapa datar ?"
"Itu karena istri mas sedang berbaring terlentang sayang"
"Ouh.. gitu ya mas, tapi anak kita ngak papa kalau Nay tidur terlentang seperti ini ?"
"Nggak papa sayang, yang nggak boleh tidur terlentang itu hamil tua kan. Soalnya susah juga, he... Sekarang makan yah, biar cepet sembuh" tegasnya
"Iya mas" ucap Anaya yang raut wajahnya mulai tenang
Sore harinya, Jihan, bunda, mamah dan papah Anaya datang ke rumah sakit. Mereka senang karena Anaya sudah sadarkan diri. Mereka juga bersikap sama seperti Ditya yang menutupi atas meninggalnya anak Anaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ditya & Anaya
RomanceMemiliki kepribadian pendiam, membuat Anaya juga diam-diam menutupi status pernikahannya. Seperti apa sebenarnya, kehidupan mahasiswa yang sudah menikah itu ? Baca yukk, janga lupa vote juga yah...