Beberapa hari setelah itu, pada malam hari setelah waktu isya. Sindri mendatangi rumah Ditya dan Anaya
"Sindri"
"Tante, assalamualaikum.."
"Waalaikumussalam. Kamu kemana aja nak, udah lama kita nggak ketemu. Bunda jadi kangen."
"He.. maaf bunda, Sindri baru sempat kesini lagi. Ditya sama Anaya nya ada di rumah ?"
"Nak Sindri tahu kalau Ditya sudah menikah ?"
"Sudah bunda, Ditya sudah cerita sama Sindri"
"Syukurlah, kalau begitu ayo masuk ke dalam. Ditya sama Anaya, ada di dalam"
"Iya bunda, terimkasih"
Sesampainya di ruang tamu, bunda mempersilahkan Sindri duduk di kursi. Kemudian ia pergi ke kamar Ditya dan Anaya dan memberi tahu mereka kalau Sindri datang untuk menemui mereka. Bunda kembali menghampiri Sindri dan mengobrol dengannya, sembari menunggu Ditya dan Anaya yang memintanya untuk menunggu sebentar karena hendak menunaikan solat Isya terlebih dahulu.
Jihan datang membawakan makanan dan minuman, obrolan merekapun semakin ramai. Dibalik layar, sebenarnya Sindri deg-degan karena akan bertemu dengan Ditya dan Anaya. Disisi lain Anaya melihat raut wajah Ditya yang kurang mengenakkan sejak bunda mengabarkan kalau Sindri ingin menemuinya, kemudian ia meminta Ditya agar tidak emosi ketika nanti menemui Sindri.
Ditya dan Anaya menghampiri ruang tamu, kemudian Bunda & Jihan pamit ke belakang dan membiarkan mereka mengobrol.
"Ada yang mau dibicarakan ?" ucap Ditya tanpa sapaan, setelah duduk di kursi bersama Anaya
"Iya.., kedatangan saya kemari. S..saya, saya mau minta maaf sama kalian. Saya menyesali perbuatan saya, tolong maafkan saya"
"Permintaan maafmu, tidak akan membuatnya keadaan kembali seperti semula Sin"
"Aku tahu Dit, aku benar-benar minta maaf pada kalian" mata Sindri berkaca-kaca dan menitikkan air mata
"Berat untukku bisa memaafkanmu, kamu sudah membuat kami sedih, kehilangan dan kecewa yang mendalam. Bahkan saat ini, kami masih merangkak untuk kembali bergairah dan terus berbuat baik agar bisa meneruskan hidup" Anaya mengusap-usap paha ditya bagian kanan
"Maafkan aku Ditya.., Anaya.., aku mohon"
"Mba Sindri tidak perlu menangis, saya sama mas Ditya sudah memaafkan mba. Kami bukan Tuhan, dan jika Tuhan maha pemaaf. Maka kami sebagai hamba akan belajar akan memaafkan" ucap Anaya
"Hanya saja, semua yang telah terjadi saat ini pasti akan menjadi ingatan yang mungkin tidak bisa dilupakan. Akan tetapi itupun bukan berarti kami tidak memaafkan mba, semua itu ingatan yang murni dan sewaktu-waktu bisa saja muncul kembali" lanjutnya
"Terimakasih sudah memaafkanku Anaya, kamu baik sekali. Aku biadab karena sudah berbuat tidak jahat padamu kemarin. Ditya benar, kamu memang perempuan yang tepat untuknya" sambil terisak
"Aku tahu, sama halnya dengan Anaya. Ditya juga akan berat untuk bisa memaafkan saya. Terlebih, waktu kuliah kami berteman dekat. Perbuatanku, memang keterlaluan. Kalian boleh melaporkanku ke Polisi, aku akan menerimanya" lanjutnya
"Seperti halnya istriku, aku akan belajar memaafkanmu Sin. Aku tidak akan melaporkanmu ke polisi. Satu permintaanku, kamu jangan lagi berbuat hal-hal yang merugikan baik itu padaku atau pada siapapun"
"Aku berjanji Ditya, Anaya. Aku tidak akan berbuat hal yang merugikan lagi"
"Maaf, sekarang aku mohon kamu pulang Sin. Aku belum bisa berlama-lama menahan emosi dan kekecewaanku ketika berhadapan denganmu, aku masih belajar untuk itu"
"Baik Ditya, saya memahami itu. Saya akan pulang sekarang juga, terimakasih kamu sudah memaafkan saya"
"Anaya, saya pulang dulu"
"Iya mba" Anaya mengangguk dengan senyuman yang tipis, kemudian merekapun mengantarkan Sindri hingga di depan rumah. Ditya mau mengikutinya karena diminta oleh Anaya
"Anaya" Sindri memeluk Anaya
"Mba yang tenang yah, semoga semua ini ada hikmahnya untuk kita semua" ucap Anaya ketika Sindri sudah cukup lama memeluknya
Sindri mengangguk, ia mengucapkan terimakasih kepada Anaya dan Ditya. Kemudian ia mengucapkan salam, dan pergi pulang memakai mobilnya. Setelah itu Ditya dan Anaya pergi ke meja di dapur, Anaya memberi Ditya minum untuk meredakan emosinya sambil merangkul dan mengusap-usap pundak kanannya.
Ditya menolehkan wajahnya ke wajah Anaya yang ada di sebelah kanan, kemudian ia mencium tangan yang ada di pundaknya. Tak lama setelah itu, Bunda diiringi jihan datang ke dapur.
"Nak, sebenarnya apa yang tadi kalian bicarakan dengan Sindri. Merasakan sedih, kehilangan, kecewa yang mendalam, dan tidak mudah untuk memaafkan. Apa maksudnya ?"
"Sebenarnya" Ditya menceritakan semuanya
"Astaghfirullah hal adzim,," ucap Bunda dan jihan yang tidak menyangka
"Ini benar-benar berat buat kami bunda"
"Sayang.."
"Maaf bunda, Ditya belum bisa mengucapkan banyak hal. Ditya izin kembali ke kamar dulu"
"Satu hal lagi, Ditya mohon jangan beri tahu hal ini pada siapapun dan jangan membencinya. Selamat malam Bunda.." mencium kening bunda dan pergi ke kamar
Setelah Ditya pergi, Anaya meminta izin kepada bunda untuk menyusulnya. Bunda mengizinkannya dengan harapan semoga dengan disusul oleh Anaya, Ditya bisa lebih tenang. Sesampainya di kamar Ditya tidak ada disana, melainkan ia ada di balkon depan kamarnya. Anaya menghampiri dan memeluknya dari belakang.
Suasana baru yang ia lakukan, karena sebelumnya biasanya ialah yang sering dipeluk oleh Ditya dari belakang seperti ini. Alunan angin malam pun, mengiringi kebersamaan dan emosi serta kesedihan Ditya yang berkurang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ditya & Anaya
RomanceMemiliki kepribadian pendiam, membuat Anaya juga diam-diam menutupi status pernikahannya. Seperti apa sebenarnya, kehidupan mahasiswa yang sudah menikah itu ? Baca yukk, janga lupa vote juga yah...