Queen bergerak gelisah. Akhirnya, ia terbangun juga dengan napas memburu. “Kak Philip,” gumamnya. Menyibak selimut dan beranjak dari kasur. Namun, gadis itu duduk kembali dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Senja masuk seraya menutup pintu.
“Lo udah bangun?” Kemudian, ia mendekat. “Lo kenapa? Sakit?” cecarnya. Senja berjongkok tepat di hadapan Queen, sedangkan gadis itu masih berusah menetral degup jantungnnya.
“Lo mau makan?”
“Jam berapa?” tanya Queen dan membiarkan pertanyaan Senja mengudara.
“Sepuluh,” katanya lalu tersenyum sambil berdiri.
“Kamu enggak tidur? Enggak pulang juga?”
“Gue nginap di sini. Tidur di sofa di ruang tengah.”
“Gue ambil air minum. Lo harus minum,” katanya. Senja menuangkan air dari teko yang berada di atas nakas ke gelas. Setelahnya, menyodorkan gelas yang berisi setengah air mineral itu ke arah Queen.
“Pelan-pelan,” kata Senja seraya membantu Queen. Tangan gadis itu menggigil.
“Lo mimpi buruk?”
“Mau pulang,” cicit Queen.
“Lo harus tidur.”
Senja mendekat. Ia mendudukkan diri sambil mengusap punggung Queen pelan. Sekarang ia tampak berperan sebagai seorang kakak yang peduli akan keselamatan adiknya. “Pulang,” gumam Queen. Namun, Senja memilih abai. Tangannya bergerak membantu Queen kembali ke posisi semula. Ia mengusap kepala Queen lembut. Pelan-pelan gadis itu mengerjap, ia mulai merasai sesuatu yang aneh.
“Gue di sini. Lo tidur. Kak Damar udah tidur di kamarnya,” kata Senja yang berusaha menenangkan Queen.
“Kak Philip,” bisiknya dengan netra menatap langit-langit kamar. Queen menggerakkan kepalanya ke arah nakas.
“Kamu suka baca buku novel Kak Gautama?” tanyanya pelan. Senja mendengarkan lalu berdeham singkat. Selanjutnya bersuara. “Gue suka baca buku, tapi itu novelnya Sakya. Sakya suka baca novel. Btw, lo suka novel juga?”
Gadis itu mengangguk. “Suka semuanya,” katanya. “Aku suka Kak Gautama,” katanya. “Cinta?” timpal Senja. Gadis itu menggeleng. “Kagum,” jawabnya dengan suara serak.
“Dia penulis terkenal. Di usia dua puluh empat udah tenar,” kata Senja. “Kak Tama, dia sakit,” ucapnya. Senja tidak tahu sakit seperti apa yang gadis itu katakan.
“Cerita itu Kak Tama buat setelah kekasihnya meninggal,” kata Queen yang mengisi ruang itu agar tak sunyi. Senja menoleh ke arah buku yang lumayan tebal itu. Ia tak akan pernah tahu arah topik pembicaraan Queen.
“Lo harus segera tidur,” ucapnya sambil menepuk lengan Queen. “Besok gue antar pulang.” Dering ponsel menggema. Senja mengeluarkan benda pipih itu dari kantong celana trainingnya. Damar meminjamkanya pakaian rumahan dan kebetulan cocok.
“Iya Ila,” sahutnya. “Gue masih di tempat Kak Damar. Ada yang harus gue bantu. Sekarang orangnnya lagi tidur.”
Mata mereka bertemu pandang dan si gadis memandang sayu. Kemudian, Senja mengakhiri panggilannya. “Gue tutup, ya,” ucapnya. “Hmm, besok gue pulang. Gue udah bilang Bram yang jemput lo.” Senja meletakkan gawainya di kasur.
“Pacar kamu?” tanya Queen dengan suara lemahnya. Senja menggeleng. “Bukan.” Gadis itu meraih jemari laki-laki itu. “Berarti teman atau sahabat kamu,” ucapnya. “Boleh telpon Leah? Aku mau ngomong sesuatu,” katanya dengan wajah sakitnya. “Sebentar.”
Sambungan pun terhubung. “Leah,” panggilnya seperti tikus terjepit. “Suara lo kenapa?” Heboh Leah di seberang sana. “Aku baru aja bangun tidur. Ini mau tidur lagi, tapi tiba-tiba ke ingat kamu,” katanya. “Lo mau gue bacain dongeng?”
“Mau,” katanya sambil tersenyum. “Alkisah, hiduplah seorang gadis kecil bernama Karen. Suatu hari setelah ibunya meninggal, seorang perempuan cantik yang ternyata adalah seorang ratu. Perempuan itu menyukai Karen dan mengopsinya. Kemudian, dibawa ke istana. Di sana Karen diberikan segalanya. Baju, makan, minum, tempat tinggal, dan semua kemewahan lainnya. Namun, Sang Ratu tak menyukai sepatu merah yang dikenakan gadis kecil itu. Ratu pun memerintahkan si gadis untuk melepaskan sepatu itu. Dengan berat hati gadis itu menyetujuinya. Seiring berjalannya waktu, Karen merindukan sepatu merahnya, ia pun kembali mencari sepatu itu. padahal, ia punya sepatu baru, cantik, dan berkelas. Namun, pikirannya hanya tertuju pada sepatu merahnya yang usang itu.” Panggilan pun terputus. Senja mematikan dan meletakkan ponselnya di atas nakas. Queen tampak damai setelah mendengar cerita dari sahabatnya yang berada di seberang sana.
“Dia bisa tidur nyenyak gara-gara dongeng?” monolognya sambil merapikan anak rambut si gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Dark √
Teen FictionNaraya Queensha, seorang gadis remaja. Ia harus bertahan hari ini, esok, lusa, dan seterusnya. Berjuang dengan dua tungkai yang sewaktu-waktu akan berhenti. Tatkala ia sudah melabuhkan cinta pada seseorang. Namun, dengan lihainya semesta mengguncang...