Bab 29

3 1 0
                                    

Semilir angin berarak, membawa helaian rambut Queen. Gadis itu bergeming. Senja di sampingnya dengan Vanilla, Sakya, dan Restu.  “Jadi, lo enggak bisa ikut ngumpul bareng kita?” tanya Restu. Senja mengangguk. “Gue minta maaf. Gue akui sekarang jarang banget ikut ngumpul,” terangnya. “Padahal, lo udah kelas tiga, Ja,” katanya yang terdengar seperti rengkkan. Senja tersenyum tipis. “Gue minta maaf jarang kabari lo, La,” ucapnya pada sahabat kecilnya. “Iya, gue paham kok cuma lo itu kalau ada apa-apa kabari kita. Bukannya hilang ditelan bumi,” rajuknya. Senja terkekeh. “Makasih banget lo semua udah mau jagain sahabat kecil gue,” ujarnya pada Sakya dan Restu. “Santai aja kali. Ila juga sahabat kita,” balas Restu. Sakya mengangguk.

“Oiya, Bram masih enggak ada kabar?” tanya Senja. Restu dan kedua gadis itu menggeleng, kecuali Queen yang membisu. “Sejak dua hari lalu, mereka enggak ada kelihatan batang hidungnya.” Vanilla bersuara. “Ky, lo tahu gimana keadaan Si Bian?” tanyanya. Sakya kekasih Abian hingga hari ini belum mendapat kabar manakala pasca kejadian di ruang ganti—tempat ganti pakaian anak basket.

“Selesai event, gue akan cari tahu.” Senja telah memikirkan ini. Jika sekarang ia lakukan penyelidikan akan tidak nyaman karena Queen bersamanya. Belum lagi harus berkonversasi dengan anak jurnalis. Pasti akan repot mengurus semua hal dalam satu waktu. Ia harus menyampingkan satu di antara banyaknya perihal mengisi kepalanya.

“Selagi lo fokus dengan event, biar gue yang awasi dan dua perempuan ini aman dengan gue,” ujarnya. “Tolong, ya Res. Gue enggak tahu harus gimana. Tadi pagi, sewaktu gue bangun tidur, Kak Damar udah cecar gue ini-itu.”

“Santai aja. Itu gunanya lo punya sahabat, Ja,” balasnya. “Kalo gitu gue ke kelas. Lo berdua mau ke mana?” tanya Restu pada Sakya dan Ila. “Perpus,” jawabnya serentak.

“Kalau gitu gue cabut dulu. Bentar lagi masuk,” pamitnya. Restu meninggalkan lapangan. “Gue kangen!” pekiknya sambil meninju lengan Senja. Pemuda itu meringis, sedangkan Sakya terkekeh. “Gue juga rindu. Tiap malam lihat foto lo tahu enggak. Mau telpon takut lo udah tidur. Gue enggak mau ganggu,” jelasnya. “Padahal, gue berharap lo telpon. Jadi, bisa keluar,” katanya dengan wajah cemberut. Senja berdiri dari kursi—mengusap kepala Vanilla penuh kasih sayang. Queen melihat semua itu. Pikirnya, persahabatan Senja menyentuh hatinya.

“Jangan nakal. Jangan sakit. Gue merasa bersalah kalau lo sampai terluka di saat gue sendiri enggak ada di samping lo.” Mendadak Queen menggigit bibir bawahnya. Ada yang bergetar—dadanya. Jadi, teringat Leah yang selalu mengkhawatirkan dirinya. Sakya melihat jam tangannya lalu menepuk bahu sahabatnya, Vanilla. “Udah jam delapan. Nanti tempat yang di sudut penuh,” ujarnya. Kemudian, Vanilla panik. “Ya udah, gue dan Sakya berangkat. Jaga Senja, ya Queen.”

“Gue bukan anak kecil!” protesnya.

***

Suara keybord terdengar—mengisi ruang dengan hening sebagai teman. Di ruang Osis, sepi. Anak-anak sedang berada di luar dengan atribut menghiasi pemandangan manik siswa-siswi. “Lo lagi ngetik apa, sih?” Senja menyembulkan kepalanya—ia mengintai apa yang sedang diketik oleh Si Gadis, tapi sayang Queen bergerak cepat—menutup akses.

“Rahasia,” katanya sambil mengetik. “Tugas sekolah?” tanya Senja. “Enggak. Nanti juga kakak bakalan tahu,” balasnya. Sosok tampan dengan mata monoloid itu semakin penasaran.

“Lo pasti bosnya lambeh turah, ya!” Tebak Senja. Queen menggeleng. “Enggak kok! Lagian, ya kalau jadi bos lambe turah emang dibayar?” tanyanya. “Enggak tahu juga, sih,” balas Senja. “Btw, kasus-kasus di lambe turah rata-rata panas-panas, ya,” ujarnya. Queen menggeleng kepala—tidak abis pikir. “Kan akunnya tukang gosip kak!”

Senja terkekeh. “Iya juga, ya,” jawabnya. “Tapi,” ucapnya berhenti. Queen sedang berpikir. “Kak Senja tahu enggak.” Queen mendekat—menarik kursinya sehingga tubuhnya hampir menempel meja—yang sebagai pembatas antara Senja dan dirinya.

“Apa?”

“Kasus-kasus di sana bukannya pada hilang semua, ya?” Suaranya terdengar seperti bisikkan. “Maksud Queen, ada banyak berita yang panas, ujung-ujungnya tenggelem. Viralnya cuma beberapa hari doang. Terus ada yang baru lagi. kakak enggak penasaran? Siapa orang dibalik akun itu?”

Senja diam. Otaknya sedang mencerna perkataaan gadis di depannya. “Benar juga, ya,” ucapnya pelan. Ia berpikir keras. Seolah sedang menyelidik sehingga timbul kerutan di dahinya. Queen tanpa sadar menikmati pemandangan itu.  

“Akun itu kayak mata-mata. Kita enggak akan tahu perkaranya seperti apa, tapi dengan bantuan lambe turah, gosip-gosip dan berita panas lainnya melambung tinggi. Anehnya, dalam hitungan hari akun itu lenyap.” []

Love In The Dark √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang