Luthfi keluar dari cafe Hologram. Tubuhnya tak sengaja menubruk seorang pemuda lainnya. Usianya mungkin lebih muda darinya, pikirnya. “Lo enggak apa-apa?” tanyanya setelah mengambil barang laki-laki itu. “Gue baik-baik aja,” balasnya.
“Misalnya, lo kurang nyaman setelah bertemu gue, kabari aja biar gue bantu,” tuturnya. “Sekali lagi gue enggak masalah. Gue baik,” terangnya. Merasa tidak perlu lagi ada topik di antara keduanya, ia berpamitan. “Gue pergi dulu. Lagi buru-buru,” ujarnya. “Ouh, iya, silahkan,” balas Luthfi.
“Wajahnya enggak asing,” ucapnya sambil mengingat. Luthfi meninggalkan beranda, sedangkan Si Muda tadi berjalan masuk ke kafe. Ia segera beranjak. Di dalam mobil Leah sedang menunggu. “Kok lama?” tanya Si Gadis. “Tadi aku enggak sengaja nabrak orang,” jelasnya seraya memasang seatble. “Kok bisa?”
“Di depan pintu kafe,” ujarnya. Leah mengangguk. “Tadi Queen ngabari kalau udah ada di perpus kota.”
“Sebentar, ya, sayang,” ujarnya sembari melihat ponselnya. Ada pesan di sana. “Gamma,” gumamnya. Leah mendengar. “Kenapa? Kamu masih ada kerjaan?”
“Enggak kok. Ini dari Gamma,” ucapnya. “Ada masalah?” tanya dengan perasaan was-wasa. “Gue di kantor polisi,” pesan di dalam chat tersebut. Luthfi menghela napas berat. “Dia buat masalah lagi, ya?” tanya Leah ragu. “Kita telat engak apa-apa, ya? Kamu kabari Queen,” jelasnya.
“Mau ke mana?” tanya kekasihnya tatkala mobil itu bergerak ke arah berlawanan. “Kantor polisi.”
“Kantor polisi?” beo Leah. “Dia enggak bunuh orangkan?” gumamnya.
Perkara yang sulit Leah artikan adalah keberadaan Gamma. Pemuda sebaya dengannya itu begitu kompleks. Semacam bom waktu dan meledak di mana-mana. Sayangnya, Sang Kekasih begitu peduli. Padahal, di dada pemuda itu juga ada granat. Sewaktu-waktu, Luthfi juga akan meledak.
Di jalan raya, Leah terus memikirkan kemungkinan yang ada. Hubungan Queen dengan Gamma sekaligus kekasihnya dengan saudara tirinya itu. Seakan kehadiran Gamma dibenci oleh banyak orang. Selain itu juga, Gamma seperti manusia dengan hati sekeras batu. Tidak ada kebaikan di sana. Namun, Luthfi tidak peduli dengan semua itu. Label yang tersemat pada saudara tirinya tidak membuat kekasihnya menaruh dendam. Benci? Mungkin.
Leah ingat, Luthfi pernah bilang seperti ini. “Aku mungkin bukan yang terbaik, akan tetapi menjadi baik enggak akan buat kamu kehilangan kebahagiaan. Ada kamu Leah. Itu cukup buat aku,” katanya. Tanpa sadar di pelupuk matanya, Leah meneteskan liquid. “Aku enggak mau kehilangan kamu Luthfi,” ujarnya sembari menggenggam jemari kekasihnya. Laki-laki itu menoleh. “Aku di sini. Kamu enggak perlu khawatir.”
Di apartemen, Gamma sedang diobati. Luthfi turun tangan mengurus saudara tirinya itu. Mungkin terdengar aneh di telinga semua orang kalau sebenarnya kelemahan Gamma itu adalah Luthfi. Tidak ada satu orang pun tahu bagaimana kisah keduanya. Sebelumnya memang benar Gamma membenci saudara tirinya itu. Lambat laun, tidak ada yang mengurusinya hanya Luthfi seorang. Itu membuat dadanya terasa sesak. Berapa kali batu kerikil ia lempar, laki-laki di depannya itu akan terus mengulur tangan.
“Gue baik-baik aja. Lo enggak usah panik,” ujarnya. Luthfi menekan kuat luka yang berada di sudut bibir Gamma sehingga sang empu memekik kesakitan. “Sakit biadap!”
“Lo udah enggak sayang gue lagi? atau udah muak lihat muka gue,” cecarnya. Luthfi diam. Ia sibuk mengganti kapas baru untuk mengobati luka di pelipis Gamma. “Lo benaran udah benci gue?” tanyanya serak. Luthfi menatap lurus manik Gamma. “Justru gue peduli makanya di sini. Udah jangan bawel. Beruntung yang datang gue. Gimana kalau Papa?”
“Gue enggak berharap dia datang.” Gamma menatap dalam Luthfi. “Gue mau mati aja,” ujarnya sembari merunduk. “Lo enggak akan mati,” ujarnya. Gamma mengadah. “Berhenti ganggu Queen dan biarkan hidup lo damai. Cari masalah enggak akan mengembalikan semuannnya, Gamma. Lo enggak sendiri. Lo kehilangan super hero, sedangkan gue kelihangan malaikat. Kita impas.”
Netra Gamma berkaca-kaca. “Gue benci Papa,” ujarnya dengan isak tangis yang mulai terdengar. “Lo benci Papa, gue lebih dari itu,” ujarnya. “Kalau bisa gue yang bunuh Papa, tapi itu enggak akan buat Mama gue hidup.”
“Gue enggak tahu harus gimana,” ujarnya sembari mencengkram erat baju Luthfi. “Papa lo pasti bahagia kalau lo juga bahagia. Jadi, jangan buat tubuh lo menderita.”
Leah menunggu di mobil. Dia tidak akan pernah mau satu rumah, satu atap dengan laki-laki pembuat masalah itu. Terlebih lagi goresan-goresan di dadanya masih belum usai. Gamma membenci Queen, Gamma juga merusak Luthfi. Ia tak pernah bisa satu tempat dengan laki-laki gila itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Dark √
Novela JuvenilNaraya Queensha, seorang gadis remaja. Ia harus bertahan hari ini, esok, lusa, dan seterusnya. Berjuang dengan dua tungkai yang sewaktu-waktu akan berhenti. Tatkala ia sudah melabuhkan cinta pada seseorang. Namun, dengan lihainya semesta mengguncang...