Bab 9

14 1 0
                                    

Damar meninggalkan gadis remaja itu seorang diri di sana. Duduk dengan mata kosong sambil meremas rok seragam sekolahnya. Queen ingat jelas pertengkaran itu di ruang labor. Di awali Gamma yang menghadangnya. Kemudian, melontarkan kata pedas menusuk hati bak pisau dengan tusukan berulang kali. “Lo emang pantas kehilangan dia, Queen,” katanya. Berulang kali menolak kejadian 2 tahun lalu dan berusaha bangkit dengan sisa-sisa kekuatan yang ada. Jelas gadis itu tidak kuat. Kaki-kaki yang menyeretnya kadang-kadang melemah pun pijakkan itu terasa seperti berputar.

Lantas tak terima dengan ucapan si lawan bicara, Queen mendorong Gamma dan laki-laki itu menunjukkan smriknya. Queen geram dan ingin memberi pelajaran. Sayangnya, gadis itu tak sampai memberikan kesan pada sosok di hadapannya. Sebaliknya, ialah yang mendapati kejutan tersebut. Gamma mendorong pundaknya. Selanjutnya, kembali mengeluarkan kata-kata yang terdengar aneh di rungunya.

“Kak Philip enggak seharus kasih hatinya buat lo.”

Gadis itu juga mengabaikan manik-manik yang memandangnnya kasian. Belum lagi Leah yang terdiam dengan dirinya bungkam. Pihak sekolah mengambil tindakkan lanjut, sedangkan siswa-siswi tak dapat dikontrol. Jam pelajaran ditunda, karena insiden menggemparkan itu. Gamma memang terkenal nakal. Di seberang sana—saat masih di kelas, ia melihat Luthfi memandanginya sendu lalu berlalu meninggalkan area tersebut.

Queen yakin, ia bukan satu-satunya yang merasai patah hati. Leah akan menyalahkan dirinya lantaran membiarkan semua ini terjadi. Dari kedua netra itu dapat ia lihat kalau Leah, sahabatnya begitu menggebu-gebu ingin membinasakan Gamma. Namun, tak bisa dipungkuri bahwa Gamma juga bagian dari Luthfi. Kedua pemuda itu memang dikenal tak akur. Gamma tak pernah menyukai kehadiran Luthfi. Demikian, sebenarnya Luthfi terluka juga. Pemuda itu memang belum menerima secara utuh keberadaan Gamma sebagai saudara tiri, akan tetapi sosoknya begitu paham akan kondisi laki-laki yang tak pernah menyukainya.

“Gamma sakit. Aku lihat sendiri. Hari itu di kamar mandi, ada banyak darah yang berceceran.”

Rungunya masih bisa mendengar suara bisik Luthfi yang berusaha menyembunyikan isak tangisnya. Leah terus menemani kekasihnya itu pun kehadirannya ada karena Leah tak akan pernah bisa meninggalkan Queen sendirian. Sama seperti Gamma yang menyakiti dirinya sendiri, Queen juga begitu.

Seseorang membaluti Queen dengan selimut yang ia dapat dari sang pemilik rumah. Pemuda itu berdiri dengan dua tangan berada di saku celana sambil memandangi punggung ringkih Queen dan gadis itu masih bergeming. Senja takut kalau-kalau gadis itu kesurupan. Presensinya di sini, kebetulan saja. Berniat mengunjungi kakak sepupunya yang merangkap sebagai guru di sekolahnya.

Selain itu, juga ingin mempertanyakan masalah yang dialami oleh Gamma dan Queen. Mengingat selama ini, Gamma berada di sekitar kakaknya pun satu-satunya orang yang mau Gamma terima kehadirannya. Tak ingin ikut campur. Namun, keadaannya memaksa untuk mencari tahu penyebab dua manusia itu bersitegang. Senja yakin ini bukan hanya masalah olimpiade dan mendali.

Kenapa dia harus peduli? Alasannya, satu. Senja tertarik. Sebelum ke sini, ia lebih dulu berpamitan pada Vanilla, sahabatnya. Restu akan mengantar gadis itu pulang, sedangkan Bram harus segera menemui kedua orangtuanya di bandara. Sementara Sakya masih berusah menenangkan Abian yang terkejut.

Queen datang kemari lantaran Damar yang membawanya. Sepulang sekolah, Leah berniat membawanya ke rumah sakit—memeriksa apakah ada luka parah atau sebagainya, akan tetapi hal itu tak terjadi, karena Damar datang sebagai bantuan. Seolah Leah mengerti lewat matanya, gadis itu membiarkan sahabat dari pria yang Queen cintai membawa pergi gadis itu. Pikirnya, Damar bisa membantu. Mengingat Philip dan Damar punya ikatan yang tak biasa.

“Queen,” panggil Senja sambil meraih pundak gadis itu. Selanjutnya, pemuda itu mendudukkan dirinya di sebelah gadis itu.

“Kak Damar bilang, lo enggak mau diobati. Jadi, biar gue yang obati,” katanya. Gadis itu diam.

“Lo bisa sakit dan kemungkinan parah kalau dibiarkan,” lanjutnya. Sudut bibir gadis itu terlihat jelas memerah. Belum lagi wajah pucat menghiasi wajah Si Jelita.

“Kak Damar enggak ada di sini,” katanya. Kemudian, ia bergeser—ingin melihat Queen, karena gadis itu tak memandangi wajahnya. Detik berikutnya, Queen menjatuhkan kepalanya di dada Senja manakala pemuda itu beranjak mendekatinya.

“Queen,” gumamnya.

Gadis itu pingsan.

Dalam kamar, Damar membetulkan selimut agar gadis itu tak kedinginan. Sebelumnya, Senja mengobati sudut bibir Queen. Selain itu, Damar memanggil dokter kepercayaannya. Beruntung tak ada luka fatal lainnya. Ia juga sudah memberi kabar pada Leah bahwa gadis itu baik-baik saja.

“Kalau boleh tahu, kalian punya hubungan apa?” tanya Senja. Damar menoleh. Kemudian, tersenyum tipis.

“Ceritanya panjang.” Ia berdiri. “Kamu udah makan?” tanyanya. Diam. Damar anggap laki-laki di depannya ini belum makan. “Makan dulu baru kamu tanya apa yang terjadi.” []

Love In The Dark √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang