Bab 24

3 1 0
                                    

Senja menelusuri rak-rak buku. Tak sengaja maniknya menangkap seseorang. Gadis yang kadang-kadang membuatnya berpikir lantas ia mendekat. Di sana Queen tengah sibuk menggapai buku di rak atas. Gadis itu kesusahan. Tidak ada tangga yang biasa digunakan untuk meraih buku-buku itu.

Tangannya terulur mengambil buku itu. Kemudian, Queen membalikkan tubuhnya. Senja menjulang tinggi di hadapannya. Bola matanya tak henti-hentinya merekam sosok pemuda tampan itu. “Lo kenapa diam? Gue ganteng, ya?” Senja bersuara. Queen kembali menatap rak-rak buku itu. kepalanya menggeleng sembari membatin. “Ada ya, orang puji diri sendiri?”

“Lo lagi apa? Ini bukunya,” ujarnya. Queen kembali menatap. “Aku kira malaikat tadi. Rupanya, orang gila,” ucapnya. Senja melotot. “Lo bilang apa!” Tak sengaja nada suaranya meninggi. Queen memindai sekitar dan Senja segera membekap mulutnya. “Lo bilang gue gila?” bisiknya. Queen mengangguk. “Makasih, Kak,” ucap Queen lalu ia berlalu. Senja melongo. “Ini gue yang salah? atau emang Si Queennya yang enggak tahu balas budi?” batinnya. Ia memandangi punggung mungil yang mulai menghilang lantas pemuda itu menarik napas.

Queen mendudukan dirinya. Mencari posisi ternyaman sambil membaca buku di tangannya. Ternyata, Senja mengikuti gadis tersebut. Laki-laki itu menyeret kursi, sejenak diam, baru bersuara. “Gue punya salah, ya dengan lo?” tanya Senja. Queen masih fokus. Pemuda di depan itu tak tinggal diam. Jemarinya menyingkirkan buku yang menghalanginya melihat wajah Queen. “Lo sibuk banget. Tugas apa, sih?” sewotnya. “Kok kakak ribet, sih?” jengkelnya sambil menutup buku itu dengan keras lalu meletakkannya di atas meja. Kemudian, menatap Senja di depannya.

“Aku sibuk! Banyak kerjaan! Kakak enggak ada kerja? Apa gimana?” Queen marah. Hari ini, ibu Lana banyak sekali memberikannya pekerjaan. Dari membantu di ruang beliau sampai harus menyusun materi-materi yang akan diajarkan di kelasnya—Queen asisten Si Lana.

“Lo lagi datang bulan, ya? Galak banget,” celoteh Senja. Kepala Queen tambah panas. Inginnya marah-marah, tapi tidak mungkin di sini. Akhirnya, gadis itu menelungkupkan kepalanya dengan kedua kaki yang ia hentak-hentakkan.

“Lo kesurupan?” tanya Senja ragu. Queen semakin menjadi. “Eh, lo kalo sakit jangan marah-marah di sini. Berisik tahu. Ini perpus,” celoteh Senja yang semakin pusing dengan tingkah gadis di depannya. “Aku pengen marah,” ucapnya. Senja kaget sampai mengelus dada. “Lo kalau mau gue mati cepat enggak gini caranya,” kata Senja. Queen mengerucutkan bibirnya.

Queen mau menangis. “Eh, jangan nangis. Sorry, sorry, gue enggak bermaksud. Mana yang berat tugasnya? Biar gue bantu,” katanya panik. Mata gadis itu berkaca-kaca. “Aku kesal. Kak Lana kasih tugasnya banyak banget,” ujarnya dengan kedua tangan mengucek matanya.

“Oke, oke. Biar gue kerjain. Yang mana aja ni?” tanya Senja. “Ini,” tunjuknya—buku tadi. “Tugasnya apa?” Senja bertanya lagi. “Rangkuman materi,” ucapnya. “Lo asisten Bu Lana, ya?” tanya Senja memastikan. Queen mengangguk. “Pantes. Yaudah, gue bantu. Mana buku tulis lo? Biar gue rangkum sekaligus tulis,” katanya. “Bab berapa aja ni?”

“Bab tujuh, Kak, tapi benaran enggak apa-apakan? Kamu enggak sibukkan? Enggak ada yang lagi dikerjainkan?” tanya Queen. Ia takut mengganggu waktu orang lain. “Enggak kok. Santai aja. Gue lagi free,” ucap Senja sambil menatap buku di depannya.

***

Senja dan Queen berada di rooptop. Di sana keduanya tengah menikmati ice cream. “Lo ternyata cengeng, ya,” ucap Senja lalu bibir gadis itu maju beberapa centi. “Lo gemesin kalau lagi ngambek. Gue suka. Pantes aja Leah enggak mau lepas dari lo,” ujarnya sambil menatap Queen.

“Terserah deh, kakak mau ngomong apa,” ucapnya jengkel. “Gue salah lagi,” ucapnya tanpa sadar. “Emang kakak salah,” celetuk Queen. “Lo lucu,” katanya. Queen tersipu. “Gue baru tahu lo itu asisten Bu Lana di kelas XI-I,” ucapnya sambil menyandarkan punggung di tembok.

“Emang ya kalau jadi orang berguna itu ada aja tugasnya,” katanya lalu terkekeh. “Kakak pasti lebih sibuk dari aku,” ucap Queen. “Enggak juga, sih, tapi emang kadang-kadang sibuk. Jadi, penasihat di Osis. Terus permintaan guru-guru. Belum lagi gue dicari adik kelas. Kelompok belajar. Rumah dan segalanya.” Senja merunduk sebentar. Ia menatap ice cream-nya yang mencair. “Pasti berat,” gumam Queen. Senja menoleh. Kemudian, tersenyum tipis. “Manusia punya porsinya masing-masing. Hidup lo, hidup gue, dan hidup orang-orang di luar sana. Intinya, semesta lo sendiri,” kata Senja. Entah kenapa ia bisa berujar seperti itu. []

Love In The Dark √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang