Bab 33

0 1 0
                                    

Kegiatan event berlansung meriah, Queen dan Senja menikmati pentas seni yang ditampilkan oleh anggota osis. Di sana ramai sekali. Kadang-kadang mereka bersorak girang. Acaranya menarik—seorang laki-laki menyatakan cintanya pada si pujaan hati. Disela acara yang berlangsung, Senja meninggalkan tempat itu. Queen yang penasaran pun mengikuti pria itu.

“Mau ke mana?” tanyanya. Senja menoleh. “Ila. Maksud gue Vanilla. Gue pergi dulu. Enggak apa-apa, ya gue tinggal?” Saat seperti ini, Queen benci. Kepala tidak bisa diajak kerjasama. Menghela napas sebentar, detik selanjut mengangguk sambil tersenyum tipis.

Gadis itu hanya tidak suka saja pekerjaannya terhambat. Ia ingin semua peristiwa ini selesai. Queen ingin kembali ke kamarnya dengan nyaman. Dalam rangka acara besar sekolah seperti ini, ia jarang sekali mendapatkan tidur. Lana akan menerornya dan senjumlah perkara sedang ia hadapi. Belum lagi beberapa hal mengenai pekerjaannya.

“Egois enggak sih kalau aku minta diutamakan? Soalnya pekerjaannya enggak mudah. Aku juga mau santai-santai,” batinnya. “Kenapa juga Kak Lana kasih pekerjaan kayak gini? Ribetkan jadinya,” lanjutnya. Queen kembali ke tempat asal. Senja menelusuri lorong—arah tujuan ke tempat Vanilla berada. Namun, tungkainya berhenti tatkala menemukan siluet Bram di dalam kelas.

Mengintip dari jarak lumayan jauh, Senja samar-samar mendengar percakapan dua orang pemuda itu. “Info ini juga bisa. Mereka belum pernah dikenal publik. Gue rasa akan jadi bom kalau sepasang kekasih ini di halaman utama berita kita,” ujarnya.

“Lo yakin?”

“Seratus persen.”

“Masalahnya, lo dan kita semua akan berurusan dengan mereka lebih lama.”

“Kapan lagi kita membahas mereka? lusa? Minggu depan? Bulan depan? Atau tahun depan?”

“Tapi—”

“Lo enggak mau kegiatan mereka dipublis? Ada banyak orang yang harus tahu tingkah mereka seperti apa? Gue enggak akan cabut berita itu sebelum mereka naik ke permukaan,” jelasnya.

“Lo siap dengan risikonya?”

“Gue siap. Lo semua?”

“Kapanpun gue dan anggota siap. Ada banyak rahasia di sekolah ini. Orang-orang di dalamnya penuh keserakahan.”

“Maka dari itu, pekerjaan kita membuat semua manusia di dalam sini penasaran. Merinding, takut, dan mencari tahu. Untuk masalah sebelumnya, tinggal tunggu waktu aja.”

“Bram, beberapa hari ini, gue ngerasa ada pergerakan aneh di ruang kepala sekolah. Lo tahu?”

“Kepala sekolah?”

“Hmm. Lo tahu Si Queenkan? Dia bolak-balik. Isunya juga ramai sebelum gue enggak sengaja lihat dia di sana. Apa perlu gue ungkap juga?” Dari sorot mata temannya itu, Bram langsung membatah dengan gelengan. “Lo ada rasa dengan si Queen?”

“Bukan itu. Gue enggak mau ikut campur ranah orang. Terlebih Queen juga enggak pernah berbuat sesuatu yang merugikan orang-orang. Lagi pula, tubuh yang rapuh seperti Queen enggak akan bisa berbuat banyak. Biarkan dia hidup lebih lama,” terangnya. Bram menepuk singkat pundak temannya itu. “Lo boleh hancurkan seseorang kalau dia punya masalah dengan makhluk lainnya. Bukankan itu misi kita?”

“Oke. Artinya, Queen enggak akan pernah kita ganggu.” Si laki-laki itu berdiri. “Gue mau pergi dulu. Oiya, lo jangan sampai sakit. Jadi, kerjaan gue ngerawat lo,” ujarnya. Bram tersenyum tipis.

Thanks udah peduli.” Bram melengkungkan bibir dengan simetris. “Gue teman lo bukan orang asing. Satu lagi, kasian sahabat-sahabt lo. Jelasi yang perlu mereka dengar. Bukan maksud gue ikut campur, nanti lo yang rugi,” terangnya. “Gue cabut.” Dia meninggalkan Bram di sana. Untuk beberapa menit Bram menerawang, ia melanjutkan langkah. Satu kesalahan lainnya, pemuda itu tak menyadari orang lain.

“Kenapa dengan Queen? Bram punya dendam apa?” gumamnya. Senja keluar dari persembunyiannya. Segera ia menghilang. Perkara pertengkaran Abian dan Bram sampai hari ini belum menemukan titik temu. Keduanya sama-sama enggan. Bahkan, bram terang-terangan menampilkan raut tidak suka. Selain itu, Abian yang memang sudah menyalakan sumbu tetap pada pilihannya. Bram sudah tak terkontrol.

Hari-hari mereka juga semakin berbeda. Adanya perang dingin di antara lelaki itu membuat Senja dan lainnya resah. Terutama Vanilla. Keadaan imun yang mulai menurun membuatnya harus ekstra berhati-hati. Tak ingin melihat orang-orang tersayang terasa resah, ia menahan sendirian. Vanilla melihat Senja kian sibuk dari hari ke hari. Sakya sibuk dengan bimbingan belajarnya. Sementara itu, Restu berkerja paruh waktu. Perasaan tak menentu di dadanya membuat gemuruh hebat. Vanilla tak terbiasa dengan hal-hal yang membuat dadanya harus terasa sesak lebih dalam. []

Love In The Dark √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang