Senja mendekati kelas Queen. Ada rasa tak enak hati mengenai perihal absen dirinya tatkala wacana Lana sedang berlangsung. Menggunjungi gadis itu. Namun, tak ada kabar yang ia dapat. “Gue enggak tahu kak,” terangnya. Senja bertanya-tanya. “Dia ke mana?” batinnya.
“Bodoh banget gue. Andai enggak ada drama gue sakit, Queen pasti enggak akan repot. Malah enggak ada kabar tu gadis pergi ke mana,” dumalnya. Ia kesal dengan dirinya sendiri.
“Oiya, Leah. Dia juga enggak masuk. Pasti bareng Queen,” ujarnya sambil merogoh saku celananya—mengambil gawai pintarnya.
“Enggak diangakat,” gumamnya. “Mereka pergi ke mana, ya?” Menghela napas panjang, Si Pria melenggang pergi dari sana. Restu ada di ruang Osis dengan Abian di sana. “Itu muka kusut banget,” celutuk Abian manakala sahabatnya datang. “Lo habis putus cinta, Ja,” sambung Restu.
“Lo kenapa bang?”
Senja duduk. Tidak berminat menimpali celotehan dari orang-orang di dalam sini. “Gue butuh istirahat,” gumamnya. Restu yang tidak jauh darinya tak sengaja mendengar. “Lo masih sakit?”
“Bukan itu.” Senja menggeleng. “Gue enggak enak aja. Gue hubungi orangnnya enggak bisa. Tanya orang di kelas juga enggak ada kabar baiknya.” Senja putus asa.
“Lo bang lagi cari orang hilang?”
“Siapa yang hilang?” Abian bersuara. Ia masih fokus dengan game online-nya. “Queen,” jawabnya lesu. Si Junior mendengar. “Queen? Dia enggak masuk?” tanyanya setelah membalikkan badan. Senja menggangguk. “Ini hari apa?” tanya Junior. “Rabu,” jawabnya. Junior mengangguk. “Biasa.”
Senja beranjak dari sofa, menegakkan badan. “Lo tahu dia ke mana?” Senja tampak semangat mendengar itu. Junior menggeleng. “Enggak.” Restu mendadak geram. Ia pun melempar buku digenggamannya. “Bikin emosi aja lo!”
Junior terkekeh. “Lo bisanya ke tawa. Belum ikut nimbrung ni gue,” ujar Abian. “Yang gue tahu setiap tiga bulan sekali, Queen bakalan absen. Enggak ada kabar. Awalnya, enggak ada yang sadar. Lihat Leah hilang bak ditelan bumi, ya gue bertanya-tanya. Anggota gue mana.”
“Emang ke mana?”
“Gue enggak tahu, bang.”
“Terus lo kok curiga?” Abian mengalihkan netranya. Junior menatapnya lalu mengedikkan bahu. “Enggak curiga yang aneh-aneh, bang. Leah enggak ada, pasti Queen juga ikut enggak ada. Yang hilang Queen, pasti Leah juga ikut hilang. Intinya, Queen enggak bisa kalau enggak bareng Leah atau sebaliknya.”
“Udah kayak detektif aja lo,” celutuk Abian. “Emang lo, bucin!” Restu berdiri. Abian mencibir sahabatnya itu. “Daripada lo, ditembak malah ditolak.”
“Kasian banget lo, bang,” ujar Junior. Restu memukul adik kelasnya itu dengan kertas yang digulung. “Aduh! Lama-lama kepala gue bocor juga ni. Gagal gue jadi ketua osis selama setahun,” dumalnya.
“Serius lo enggak tahu?” Senja masih bertanya. “Enggak tahu, bang. Emang gue detektif? Enggakkan. Gue bukan akun lambe turah yang tahu soal sekolah ini,” ujarnya.
“Lalu ke mana dia?” Senja pusing.
Kembali lagi ke sini, Queen pelan-pelan memindai ruangan tersebut. Dadanya seperti ditusuk-tusuk oleh berbagai benda tajam. Rasanya mengerikan sekali. Waktu terus berputar dan ia masih di sini dengan semua rasa itu. Tungkainya melangkah pelan menuju dinding dengan figura besar di sana—Philip dan dirinya tampak tersenyum lebar.
“Aku datang,” ucapnya pelan sambil mengusap foto besar itu. Di depan pintu kamar Si Gadis, Luthfi hanya bisa menahan sesak mengisi ronggan dadanya. “Seoul bukan jalan yang tepat.” Laki-laki itu meninggalkan pijakannya. Kesepakatan itu masih berlangsung, ini hanya sebuah kerinduan yang masih diterima oleh dirinya dan kekasih.
“Kita enggak bisa lihat Queen begini terus, Leah,” ucapnya manakala wanitanya mendongak dengan sorot sedih. “Aku tahu. Perjanjiannya juga masih berlaku. Aku cuma ingin tahu, Queen sudah sampai mana. Itu aja, tapi semakin aku ikut dengannya, semakin aku tidak kuat melihatnya terjatuh,” katanya. Luthfi merangkul pinggul wanitanya. Si Gadis menjatuhkan kepalanya di dada Sang Pria dengan tangan bersedekap pun tangan itu mengusap kepalanya. Dapat ia rasai kalau prianya meninggalkan kecupan. Ada desiran di dadanya. “Luthfi enggak pernah pergi dari aku,” batinnya.
Melihat pendestrian melintasi trotoar, ia mengingat kembali pernah seperti itu dengan Philip. Terlampau sering manakala keduanya tinggal di sini selama liburan. Selain itu, toko roti di seberang sana merupakan tempat langgananya. Queen terdiam sejenak, Si Gadis lalu bergerak. Mendorong pintu transparan itu sehingga menimbulkan bunyi lonceng—tanda pengunjung datang, Queen melihat sekitar—pojok di sana, Philip memanjakannya.
“Maaf, Anda butuh sesuatu?” tanyanya (dalam bahasa Korea). Seseorang itu mengantarkan Queen ke tempat duduknya. “Boleh saya lihat daftar menunya?” ucapnya. Pelayan itu mengangguk. Kemudian, Queen di sana sendirian.
“Biarkan saja orang itu.” Si Kasir bersuara, lantas pelayan muda itu menoleh. “Siapa?” tanyanya dengan melihat orang di dalam kafenya. “Perempuan yang baru datang.”
“Kenapa?”
“Dia selalu datang ke sini setiap tiga bulan sekali. Tidak pernah membeli sesuatu hanya melihat daftar menu saja. Jadi, biarkan saja. Bos tidak akan mengusirnya. Dia pelanggan tetap di sini.” Lalu setelah ucapan itu terlontar, pelayan itu mengangguk. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In The Dark √
Novela JuvenilNaraya Queensha, seorang gadis remaja. Ia harus bertahan hari ini, esok, lusa, dan seterusnya. Berjuang dengan dua tungkai yang sewaktu-waktu akan berhenti. Tatkala ia sudah melabuhkan cinta pada seseorang. Namun, dengan lihainya semesta mengguncang...